Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Sejumlah Fasilitas Pendidikan YPPK Dipalang

Pertemuan  yang dilakukan dengan  pemilik hak ulayat dengan  pihak  Keuskupan  Agung  Merauke  difasilitasi    Polres Merauke   terkait pemalangan  yang dilakukan   pemilik hak ulayat  terhadap sejumlah fasilitasi  pendidikan YPPK  dan Yasanto Merauke, di Aula Mapolres Merauke, Selasa (28/1) (FOTO: Sulo/Cepos)

Vikjen: Secara Hukum, Tanah Itu   Tidak Ada Lagi Masalah

MERAUKE- Sejumlah   fasilitas pendidikan  di bawah  Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik  (YPPK)  yang  berada di Jalan Misi  Merauke  dipalang  oleh sekelompok  warga yang mengaku sebagai   pemilik hak ulayat dengan cara memasang sasi  berupa daun  kelapa muda dipintu-pintu masuk sekolah,  Selasa (28/1). 

  Sekolah yang dipalang, diantaranya SMP YPPK Santo Mikhael,   SD YPPK Mikhael,  STK YPPK Santo Yakobus, Kantor  PSW YPPK dan  SMK milik Yayasan Santo Antonius  Merauke.  Pemalangan ini   merupakan yang kesekian kalinya  dilakukan  oleh masyarakat   tersebut.   

   Mendapat  informasi, pihak Keuskupan Agung Merauke langsung turun ke  lapangan. Termasuk   dari  kepolisian.   Selanjutnya, sasi yang dipasang  tersebut diturunkan, sehingga proses belajar mengajar  di fasilitas pendidikan  tersebut bisa berjalan  dengan baik. Selanjutnya, dengan pihak yang melakukan  pemalangan dengan pihak  Yayasan dipertemukan  di Aula Mapolres Merauke.    

Baca Juga :  Selesai Jalani Proses Hukum di  PNG, 14 WNI Akan Dijemput

    Dalam pertemuan  tersebut, kuasa hukum dari Keuskupan Agung  Merauke Aloysius Dumatubun, SH mengingatkan   kepada  masyarakat  untuk  tidak lagi melakukan pemalangan  terhadap  fasilitas  sekolah tersebut. Karena dari sisi   hukum, lahan  yang ada di Jalan Misi  tersebut  sudah bersertifikat dan tidak ada lagi masalah.   

   Apalagi, kata  Aloysius Dumatubun,    apa yang menjadi  tuntutan dari masyarakat  tersebut sudah diserahkan  ke Dewan untuk membicarakan  dengan pihak eksekutif. “Soal hasilnya,  kita  tunggu saja. Tapi, status tanah secara hukum sudah sah milik Keuskupan.  Tinggal secara  politik, kita tunggu  dari pemerintah  keputusannya seperti apa  nanti,’’  tandasnya.  

  Vikaris Jenderal  (Vikjen)  Keuskupan Agung Merauke Pastor Hengky Kariwop, MSC, menjelaskan   bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengajukan gugatan  atas tanah  mereka. ‘’Tapi, secara hukum  ini sudah sah,’’ tandas Pastor Hengky.  

Baca Juga :  Satgas Beri Semangat dan Motivasi Anak-Anak Perbatasan

    Dulu sekitar tahun 1960 , lanjut  Hengky Kariwop,  tanah di Jalan Misi  tersebut milik pemerintah   Belanda  dan akan membangun. Kemudian pemerintah Belanda minta  tempat  yang sudah dibuka   di  sekitar areal Pelabuhan  yakni sekitar  kantor Pos, rumah jabatan dewan dan sebagainya. ‘’Itu  dulu milik misi.  Kemudian mereka minta dan misi setuju. Jadi semacam  tukar guling,’’  jelasnya. 

   Setelah tukar guling, kemudian  misi membangun sejumlah  sekolah yang sedang  masih  berdiri sampai sekarang.  “Jadi itu  kawasan pendidikan. Waktu itu,  Uskup minta bruder-bruder untuk buka sekolah-sekolah. Sekolah  tehnik dan asrama. Semua  anak Papua saat itu dilatih. Perkembangan kemudian baru buka sekolah lain,’’ jelasnya.  

   Ketika  itu, lanjut  Vikjen  Hengky  tidak ada  persoalan  tanah, karena  orang tua-tua  dulu sudah menyerahkan tanah  tersebut  untuk  pendidikan.  (ulo/tri)  

Pertemuan  yang dilakukan dengan  pemilik hak ulayat dengan  pihak  Keuskupan  Agung  Merauke  difasilitasi    Polres Merauke   terkait pemalangan  yang dilakukan   pemilik hak ulayat  terhadap sejumlah fasilitasi  pendidikan YPPK  dan Yasanto Merauke, di Aula Mapolres Merauke, Selasa (28/1) (FOTO: Sulo/Cepos)

Vikjen: Secara Hukum, Tanah Itu   Tidak Ada Lagi Masalah

MERAUKE- Sejumlah   fasilitas pendidikan  di bawah  Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik  (YPPK)  yang  berada di Jalan Misi  Merauke  dipalang  oleh sekelompok  warga yang mengaku sebagai   pemilik hak ulayat dengan cara memasang sasi  berupa daun  kelapa muda dipintu-pintu masuk sekolah,  Selasa (28/1). 

  Sekolah yang dipalang, diantaranya SMP YPPK Santo Mikhael,   SD YPPK Mikhael,  STK YPPK Santo Yakobus, Kantor  PSW YPPK dan  SMK milik Yayasan Santo Antonius  Merauke.  Pemalangan ini   merupakan yang kesekian kalinya  dilakukan  oleh masyarakat   tersebut.   

   Mendapat  informasi, pihak Keuskupan Agung Merauke langsung turun ke  lapangan. Termasuk   dari  kepolisian.   Selanjutnya, sasi yang dipasang  tersebut diturunkan, sehingga proses belajar mengajar  di fasilitas pendidikan  tersebut bisa berjalan  dengan baik. Selanjutnya, dengan pihak yang melakukan  pemalangan dengan pihak  Yayasan dipertemukan  di Aula Mapolres Merauke.    

Baca Juga :  Ratusan Warga Datangi Kantor Karang Indah

    Dalam pertemuan  tersebut, kuasa hukum dari Keuskupan Agung  Merauke Aloysius Dumatubun, SH mengingatkan   kepada  masyarakat  untuk  tidak lagi melakukan pemalangan  terhadap  fasilitas  sekolah tersebut. Karena dari sisi   hukum, lahan  yang ada di Jalan Misi  tersebut  sudah bersertifikat dan tidak ada lagi masalah.   

   Apalagi, kata  Aloysius Dumatubun,    apa yang menjadi  tuntutan dari masyarakat  tersebut sudah diserahkan  ke Dewan untuk membicarakan  dengan pihak eksekutif. “Soal hasilnya,  kita  tunggu saja. Tapi, status tanah secara hukum sudah sah milik Keuskupan.  Tinggal secara  politik, kita tunggu  dari pemerintah  keputusannya seperti apa  nanti,’’  tandasnya.  

  Vikaris Jenderal  (Vikjen)  Keuskupan Agung Merauke Pastor Hengky Kariwop, MSC, menjelaskan   bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengajukan gugatan  atas tanah  mereka. ‘’Tapi, secara hukum  ini sudah sah,’’ tandas Pastor Hengky.  

Baca Juga :  Jaksa Hadirkan Empat Saksi  Kasus Korupsi

    Dulu sekitar tahun 1960 , lanjut  Hengky Kariwop,  tanah di Jalan Misi  tersebut milik pemerintah   Belanda  dan akan membangun. Kemudian pemerintah Belanda minta  tempat  yang sudah dibuka   di  sekitar areal Pelabuhan  yakni sekitar  kantor Pos, rumah jabatan dewan dan sebagainya. ‘’Itu  dulu milik misi.  Kemudian mereka minta dan misi setuju. Jadi semacam  tukar guling,’’  jelasnya. 

   Setelah tukar guling, kemudian  misi membangun sejumlah  sekolah yang sedang  masih  berdiri sampai sekarang.  “Jadi itu  kawasan pendidikan. Waktu itu,  Uskup minta bruder-bruder untuk buka sekolah-sekolah. Sekolah  tehnik dan asrama. Semua  anak Papua saat itu dilatih. Perkembangan kemudian baru buka sekolah lain,’’ jelasnya.  

   Ketika  itu, lanjut  Vikjen  Hengky  tidak ada  persoalan  tanah, karena  orang tua-tua  dulu sudah menyerahkan tanah  tersebut  untuk  pendidikan.  (ulo/tri)  

Berita Terbaru

Artikel Lainnya