Sunday, November 24, 2024
33.7 C
Jayapura

Dewan Adat Suku Muyu Tolak Konsultasi Publik Pembangunan Bendungan

MERAUKE-Dewan Adat Suku Muyu yang ada di Merauke menyatakan menolak konsultasi publik pembangunan bendungan Digoel-Lara yang akan dilaksanakan di Boven Digoel, hari ini,  Kamis (28/7). Penolakan itu merupakan hasil  kesepakatan yang dilakukan oleh Dewan Adat Suku Muyu yang dihadiri 7 klen Suku Muyu yang ada di Merauke, Rabu (27/7), kemarin.

Kesepakatn itu disampaikan oleh Ketua Dewan Adat Muyu Kabupaten Merauke, Marcelino Yamkondo di hadapan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Wilayah Sungai Papua, Merauke, Mezaac Elias Tomasila, ST mewakili Kepala BWS Papua Merauke di Kantor  BWS Papua Merauke, Rabu (27/7).

‘’Kami mengambil satu kesepakatan bahwa kami menolak dengan tegas rencana pelaksanaan konsultasi publik  kegiatan pembangunan Digoel dan Lara di Kabupaten Boven Digoel pada 28 Juli 2022,’’ kata Marselino Yamkondo yang juga mantan Wakil Bupati Boven Digoel tersebut. Damianus Katayu, SIP,  salah satu dari dewan adat  tersebut menjelaskan, pihaknya bukan menolak pembangunan yang masuk ke Boven Digoel, namun yang mereka tolak adalah dampak dari pembangunan  bendungan tersebut.

Baca Juga :  35 Anggota DPR Papsel Dibekali  Anti Korupsi dan Gratifikasi

Pasalnya menurut dia,  pembangunan  bendungan ini rencananya akan berdampak pada lahan lebih dari 1.000 hektar yang akan menyebabkan  sejumlah kampung akan hilang.

‘’Jangan sampai ada kampung yang hilang dan masyarakat kami pindah ke PNG karena kampungnya hilang. Kami ini bagian integral dari Indonesia dan harus tinggal di Indonesia. Bukan tinggal di negara tetangga,’’jelasnya.   

Apalagi, sambung Damianus Katayu, bahwa sebagian warga Indonesia yang ada di Distrik Niniati,  Kabupaten Boven Digoel lari ke PNG karena masalah politik sekitar tahun 1984 dan sebagian dari masyarakat tersebut secara perlahan-lahan kembali  ke kampung halamannya.   

‘’Jangan sampai mereka balik lagi ke sana karena kampung mereka hilang,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Warga Minta Tingkatkan Patroli Malam dan Amankan Orang Mabuk

Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Wilayah Sungai Papua Merauke Mezaac Elias Tomasila, ST mewakili Kabalai mengatakan, menerima surat tersebut dan akan menyampaikan kepada pimpinan.

‘’Untuk menindaklanjuti dan mengambil keputusan akan kami sampaikan kepada pimpinan yang lebih tinggi di Jakarta,’’ katanya.

Namun begitu, Mezaac menjelaskan kegiatan ini sudah dilaksanakan dari Tahun 2018 dengan niat  pemerintah  tidak ada yang jelek untuk masyarakat. ‘’Niat pemerintah adalah untuk mensejahterahkan masyarakat,’’ tandasnya. (ulo/tho)   

MERAUKE-Dewan Adat Suku Muyu yang ada di Merauke menyatakan menolak konsultasi publik pembangunan bendungan Digoel-Lara yang akan dilaksanakan di Boven Digoel, hari ini,  Kamis (28/7). Penolakan itu merupakan hasil  kesepakatan yang dilakukan oleh Dewan Adat Suku Muyu yang dihadiri 7 klen Suku Muyu yang ada di Merauke, Rabu (27/7), kemarin.

Kesepakatn itu disampaikan oleh Ketua Dewan Adat Muyu Kabupaten Merauke, Marcelino Yamkondo di hadapan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Wilayah Sungai Papua, Merauke, Mezaac Elias Tomasila, ST mewakili Kepala BWS Papua Merauke di Kantor  BWS Papua Merauke, Rabu (27/7).

‘’Kami mengambil satu kesepakatan bahwa kami menolak dengan tegas rencana pelaksanaan konsultasi publik  kegiatan pembangunan Digoel dan Lara di Kabupaten Boven Digoel pada 28 Juli 2022,’’ kata Marselino Yamkondo yang juga mantan Wakil Bupati Boven Digoel tersebut. Damianus Katayu, SIP,  salah satu dari dewan adat  tersebut menjelaskan, pihaknya bukan menolak pembangunan yang masuk ke Boven Digoel, namun yang mereka tolak adalah dampak dari pembangunan  bendungan tersebut.

Baca Juga :  Pelaku Pemotong Tangan Masih Dikejar Polisi 

Pasalnya menurut dia,  pembangunan  bendungan ini rencananya akan berdampak pada lahan lebih dari 1.000 hektar yang akan menyebabkan  sejumlah kampung akan hilang.

‘’Jangan sampai ada kampung yang hilang dan masyarakat kami pindah ke PNG karena kampungnya hilang. Kami ini bagian integral dari Indonesia dan harus tinggal di Indonesia. Bukan tinggal di negara tetangga,’’jelasnya.   

Apalagi, sambung Damianus Katayu, bahwa sebagian warga Indonesia yang ada di Distrik Niniati,  Kabupaten Boven Digoel lari ke PNG karena masalah politik sekitar tahun 1984 dan sebagian dari masyarakat tersebut secara perlahan-lahan kembali  ke kampung halamannya.   

‘’Jangan sampai mereka balik lagi ke sana karena kampung mereka hilang,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Hanya 456 P3K Tenaga Pendidikan dan Kesehatan Dinyatakan Lulus 

Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Wilayah Sungai Papua Merauke Mezaac Elias Tomasila, ST mewakili Kabalai mengatakan, menerima surat tersebut dan akan menyampaikan kepada pimpinan.

‘’Untuk menindaklanjuti dan mengambil keputusan akan kami sampaikan kepada pimpinan yang lebih tinggi di Jakarta,’’ katanya.

Namun begitu, Mezaac menjelaskan kegiatan ini sudah dilaksanakan dari Tahun 2018 dengan niat  pemerintah  tidak ada yang jelek untuk masyarakat. ‘’Niat pemerintah adalah untuk mensejahterahkan masyarakat,’’ tandasnya. (ulo/tho)   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya