Friday, April 19, 2024
31.7 C
Jayapura

Lagi, Demo Tolak Statuta Unmus

Aksi demo damai yang dimulai di Sekretariat PPS jalan Ahmad Yani Merauke, kemarin. ( FOTO: Sulo/Cepos)

MERAUKE-Sekelompok pemuda dan mahasiswa yang menamakan  diri Forum Solidaritas  Pemerhati Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat  Papua di Kabupaten Merauke kembali menggelar aksi demo damai. Aksi demo ini merupakan yang kedua kalinya. 

  Aksi demo damai  ini dimulai di Sekretariat Panitia Pemekaran Papua Selatan (PPS) jalan  Ahmad Yani Merauke dengan menggelar orasi. Setelah itu, kemudian  menuju  ke kantor DPRD Merauke. Namun  tertahan karena para wakil rakyat tersebut sedang menggelar  rapat kerja  tertutup.   

  Dari spanduk yang diusung  tersebut, aksi demo  damai itu menyikapi  pemilihan Rektor Unmus  yang akan digelar bulan Juni 2021 mendatang.  Nikolaus Wedua, koordinator  lapangan sekaligus penanggung jawab aksi  tersebut  mengungkapkan bahwa ada 8  tuntutan yang diperjuangkan  pihaknya  diantaranya menolak statuta  Unmus  karena merugikan Orang asli Papua.

  “Dalam   statuta tersebut, tidak ada keberpihakan  kepada orang asli Papua khususnya  bagian Selatan Papua,” katanya.

Baca Juga :  New Normal Resmi Diterapkan Mulai 19 Juni

  Tuntuan  kedua,   pemilihan Rektor Unmus  tersebut harus dari kementerian Pendidikan  dan Kebudayaan RI di Jakarta. “Kami minta  kepada Kemendikbud di Jakarta agar penunjukan langsung rektor Unmus,”  terangnya. “Stop  jadikan Univeritas Musamus sebagai kampus keluarga,” lanjutnya.

  Point lainnya seperti yang  sudah disampaikan pada aksi demo damai sebelumnya yakni menolak non OAP jadi  Rektor  Unmus, karena menurut  Nikolaus  Wedua,  orang asli Papua Selatan sudah layak menjadi  Rektor Unmus. Karena  menurutnya, dari 8  orang asli Papua Selatan,  4 diantaranya sudah memenuhi syarat  untuk menduduki  jabatan rektor Unmus tersebut. 

   “Berikan hak kesulungan  kami untuk jadi tuan di atas negerinya sendiri sesuai dengan  UU Otsus Nomor 21 tahun 2001,” katanya.  

   Aksi demo damai ini juga meminta KPK untuk  mengaudit kekayaan Unmus sebelum pemilihan  rektor. Nikodemus Wedua menyampaikan  terima kasih atas kepemimpinan alm.  Prof. Dr. Philipus Betaubun, MT sebagai rektor selama 17 tahun.

Baca Juga :  Bupati Mappi Tolak Perkebunan Kelapa Sawit

    Meski  begitu, menurut  Nikodemus Wedua, selama  17 tahun menjadi  Rektor Unmus  selama ini tidak melakukan pengkaderan terhadap Orang Asli Papua, khususnya  Marind. 

   Sementara itu Plt.  Rektor  Unmus Maria Veronika Irene Herdjiono dikonfirmasi media ini beberapa waktu lalu, terkait tuntutan  tersebut yang harus AOP untuk menjadi Rektor  Unmus  mengaku mempersilakan saja. ‘’Tidak apa-apa, sesuai dengan prosedur dan aturan  saja,’’ katanya singkat seusai mengikuti pembukaan Musrenbang tingkat distrik di Kantor Bappeda Kabupaten Merauke beberapa hari lalu. 

   Ditanya lebih lanjut berapa calon yang mendaftar  Maria mengaku belum ada yang mendaftar karena pengumumannya  juga belum. (ulo/tri)  

Aksi demo damai yang dimulai di Sekretariat PPS jalan Ahmad Yani Merauke, kemarin. ( FOTO: Sulo/Cepos)

MERAUKE-Sekelompok pemuda dan mahasiswa yang menamakan  diri Forum Solidaritas  Pemerhati Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat  Papua di Kabupaten Merauke kembali menggelar aksi demo damai. Aksi demo ini merupakan yang kedua kalinya. 

  Aksi demo damai  ini dimulai di Sekretariat Panitia Pemekaran Papua Selatan (PPS) jalan  Ahmad Yani Merauke dengan menggelar orasi. Setelah itu, kemudian  menuju  ke kantor DPRD Merauke. Namun  tertahan karena para wakil rakyat tersebut sedang menggelar  rapat kerja  tertutup.   

  Dari spanduk yang diusung  tersebut, aksi demo  damai itu menyikapi  pemilihan Rektor Unmus  yang akan digelar bulan Juni 2021 mendatang.  Nikolaus Wedua, koordinator  lapangan sekaligus penanggung jawab aksi  tersebut  mengungkapkan bahwa ada 8  tuntutan yang diperjuangkan  pihaknya  diantaranya menolak statuta  Unmus  karena merugikan Orang asli Papua.

  “Dalam   statuta tersebut, tidak ada keberpihakan  kepada orang asli Papua khususnya  bagian Selatan Papua,” katanya.

Baca Juga :  Penanganan Senjata Rakitan akan Diserahkan ke Polisi 

  Tuntuan  kedua,   pemilihan Rektor Unmus  tersebut harus dari kementerian Pendidikan  dan Kebudayaan RI di Jakarta. “Kami minta  kepada Kemendikbud di Jakarta agar penunjukan langsung rektor Unmus,”  terangnya. “Stop  jadikan Univeritas Musamus sebagai kampus keluarga,” lanjutnya.

  Point lainnya seperti yang  sudah disampaikan pada aksi demo damai sebelumnya yakni menolak non OAP jadi  Rektor  Unmus, karena menurut  Nikolaus  Wedua,  orang asli Papua Selatan sudah layak menjadi  Rektor Unmus. Karena  menurutnya, dari 8  orang asli Papua Selatan,  4 diantaranya sudah memenuhi syarat  untuk menduduki  jabatan rektor Unmus tersebut. 

   “Berikan hak kesulungan  kami untuk jadi tuan di atas negerinya sendiri sesuai dengan  UU Otsus Nomor 21 tahun 2001,” katanya.  

   Aksi demo damai ini juga meminta KPK untuk  mengaudit kekayaan Unmus sebelum pemilihan  rektor. Nikodemus Wedua menyampaikan  terima kasih atas kepemimpinan alm.  Prof. Dr. Philipus Betaubun, MT sebagai rektor selama 17 tahun.

Baca Juga :  Sopir Diminta Tidak Muat Melebihi Kapasitas Kendaraan

    Meski  begitu, menurut  Nikodemus Wedua, selama  17 tahun menjadi  Rektor Unmus  selama ini tidak melakukan pengkaderan terhadap Orang Asli Papua, khususnya  Marind. 

   Sementara itu Plt.  Rektor  Unmus Maria Veronika Irene Herdjiono dikonfirmasi media ini beberapa waktu lalu, terkait tuntutan  tersebut yang harus AOP untuk menjadi Rektor  Unmus  mengaku mempersilakan saja. ‘’Tidak apa-apa, sesuai dengan prosedur dan aturan  saja,’’ katanya singkat seusai mengikuti pembukaan Musrenbang tingkat distrik di Kantor Bappeda Kabupaten Merauke beberapa hari lalu. 

   Ditanya lebih lanjut berapa calon yang mendaftar  Maria mengaku belum ada yang mendaftar karena pengumumannya  juga belum. (ulo/tri)  

Berita Terbaru

Artikel Lainnya