
MERAUKE- Sesuai rencana sebelumnya dimana sejumlah guru yang datang ke Kantor Dinas Pendidkan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke mempertanyakan soal Uang Lauk Pauk (ULP) yang tidak dibayar selama 3 bulan terhitung April, Mei dan Juni, giliran para guru tersebut menuju DPRD Merauke.
Hanya saja, saat tiba di DPRD tersebut tidak ada pimpinan maupun anggota Komisi A yang membidangi pendidikan, sehingga diterima Wakil Ketua II DPRD Merauke Dominikus Ulukyanan dan Ketua Komisi B Drs. Lukas Patrow, SH, yang membidangi masalah ekonomi. Kepada para guru yang datang tersebut, Dominikus Ulukyanan menjelaskan bahwa jika tidak terjadi pandemi Corona, maka tunjangan ULP tersebut dibayar sesuai dengan yang sudah ditetapkan dalam DIPA APBD 2020.
Namun setelah APBD tersebut ditetapkan, kemudian keadaan darurat pandemi Covid terjadi, sehingga dikeluarkan Inpres Nomor 4 tahun 2020 tentang refocusing anggaran. Dari Inpres tersebut, kemudian diperintahkan kepada kepala daerah untuk segera melakukan pergeseran anggaran dan harus dilaporkan dalam waktu 7 hari. ‘’Begitu juga dari Mendagri,’’ katanya.
Menurut Domin, jika dalam keadaan normal maka pergeseran anggaran tersebut wajib dibahas bersama dewan. Namun karena kedaruratan dan ada payung hukumnya, sehingga bupati bisa melakukan pergeseran anggaran tersebut tanpa melibatkan dewan. Awalnya, kata Dominikus Ulukyanan, yang disediakan untuk penanganan Covid tersebut sebesar Rp 46 miliar, namun terakhir yang disepakati untuk penanganan Covid sampai Desember sebesar Rp 104 miliar.
“Kami dari dewan juga minta untuk menunjukan kepada kami yang dipotong dari setiap SKPD itu yang mana-mana saja supaya kita bisa tahu. Tapi sampai sekarang kami belum dapat dokumen itu. Tapi pemotongan anggaran itu memang dimungkinkan untuk penanganan Covid ini,’’ jelasnya.
Dominikus mengungkapkan, pemotongan anggaran untuk lauk pauk tersebut tidak hanya dialami para guru tersebut tapi semua SKPD juga mengalami hal yang sama. Termasuk tunjangan dewan juga dipotong.’’Kita dari dewan juga mengalami pemotongan. Pertama dipotong Rp 1 miliar kemudian bertambah Rp 4 miliar dan terakhir Rp 17 miliar,’’ terangnya.
Hal yang sama disampaikan Lukas Patrow. Lukas Patrow menjelaskan bahwa adanya pemotongan yang terjadi karena adanya refocusing anggaran. Dikatakan bahwa setelah APBD ditetapkan dan terjaid pandemic Covid-19, kemudian terjadi pergeseran anggaran untuk penanganan Covid-19. Pertama, terjadi pemotongan anggaran dari pusat lebih dari Rp 200 miliar, kemudian untuk menanganan Covid-19 di Merauke maka dialokasikan anggaran sebesar Rp 104 miliar. Dana-dana tersebut diperoleh dari pergeseran anggaran yang sudah ditetapkan. (ulo/tri)