
MERAUKE- Pemilik hak ulayat melakukan pemalangan terhadap Lokalisasi Yobar , yang berada di jalan Arafura Yobar, Kelurahan Samkai Merauke, Selasa (21/1).
Pemalangan dilakukan dengan cara memasang sasi adat berupa daun kelapa muda di pintu masuk dan tiang-tiang barak yang ada di dalam lokalisasi tersebut. Tak hanya itu, papan nama pengumuman yang dipasang dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Merauke bahwa tanah tersebut merupakan milik Pemerintah Kabupaten Merauke dicabut.
Sementara itu di pagar pintu masuk dipasang sebuah pamlet yang berisikan tulisan warna merah, ini tanah kami hak kami sampai kapan kami terus ditindas. Tuntutan hak ulayat ini dilakukan oleh Linus Samkakai.
Ditemui di TKP, Hengky Ndiken yang sama-sama ikut mendampingi pemilik hak ulayat tersebut mengungkapkan, mengungkapkan bahwa pemalangan yang dilakukan ini karena masyarakat adat juga ingin diberikan perhatian. ‘’Tidak ada pikiran lain untuk menghentikan semua kegiatan yang ada di lokalisasi Yobar. ‘’Kalau mereka ini (mucikari dan PSK,red) bisa cari makan di sini, masak mereka (pemilik hak ulayat,red) hanya jadi penonton. Ini hal yang sangat melecehkan bangsa ini. Karena itu kita datang ini harus kejar mencari kebenaran dan mencari solusinya. Kalau sudah ada kesempakatan, saya pikir tidak ada persoalan,’’ kata mantan anggota DPRD Kabupaten Merauke ini.
Sementara itu, dalam pertemuan antara pihak pemilik hak ulayat dengan para mucikari dengan pihak kepolisian terungkap bahwa para muchikari tersebut mau untuk membayar Rp 35 juta kepada pemilik hak ulayat sesuai yang disepakati dengan pemilik hak ulayat. Hanya saja, para muchikari tersebut masih ragu apakah tanah tersebut menjadi milik mereka setelah dibayar. Karena itu, Ketua RT 19 Lokalisasi Yobar diminta untuk segera berkoordinasi dengan pemerintah khususnya Dinas Sosial dengan membawa bukti-bukti surat kepemilikan.
‘’Karena pemilik hak ulayat memiliki bukti kepemilikan,’’ jelas Hengky.
Menurut Hengky, bahwa jika para Muchikari membayar Rp 35 juta setiap barak maka tanah akan menjadi milik muchikari. Karena itu, jelas Hengky Ndiken, sebelum ada kesepakatan, maka tidak boleh ada aktivitas di lokalisasi Yobar tersebut. ‘’Kalau ada yang melanggar berarti tidak menghargai adat yang ada di sini,’’ tandasnya. (ulo)