Friday, March 29, 2024
24.7 C
Jayapura

Eksekusi Rumah Belakang  Eks Kantor Klasis GPI Sempat Dapat Perlawanan

Negosiasi antara keluarga yang rumahnya akan dieksekusi dengan aparat keamanan dan pihak eksekutor dari Pengadilan Negeri Merauke,  Rabu (20/1)kemarin. ( FOTO: Sulo/Cepos)

MERAUKE – Pengadilan Negeri Merauke akhirnya melakukan eksekusi terhadap sebuah lahan di belakang Eks Kantor klasis GPI Merauke,  Rabu (20/1). Rumah  yang dieksekusi  tersebut milik  almarhum Jembormias.  Eksekusi dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri Merauke dibantu pengamanan dari Kepolisian. 

   Proses eksekusi ini molor, karena sempat  mendapat perlawanan dari pihak keluarga  Almarhum Jambormias-Almarhumah Metalmety. Namun  setelah   dilakukan negosiasi, sehingga barang-barang yang ada di dalam rumah yang dieksekusi tersebut dikeluarkan untuk selanjutnya dilakukan eksekusi dengan menggunakan sebuah alat berat beko. 

   Ketua Klasis GPI Merauke Pdt Viktor Jelira menjelaskan bahwa tanah tersebut telah melalui proses  persidangan  mulai dari Pengadilan Negeri Merauke, Pengadilan Tinggi sampai Mahkamah Agung. Dari semua proses tersebut, pihak GPI  menang terus.

   ‘’Keputusan dari MA bahwa rumah ini yang berdiri lahan harus dieksekusi,” kata Pdt Viktor Jelira sambil menunjuk rumah tersebut. 

   Luas lahan seluruhnya, kata dia,  adalah setengah hektar dan  eksekusi  yang dilakukan ini  merupakan yang kedua kalinya. “Pertama eksekusi tahun  2001 tapi karena mereka mengerahkan masyarakat adat, dan pak John Gluba Gebze saat itu hadir sebagai penengah dan percakapan waktu itu dengan pihak gereja, kita berikan  seluas dengan rumah yang ada, yakni 15 x 20 meter. Itu  keputusan kita di Kaimana saat itu, dan sampaikan kepada mereka, tapi tidak mau dan maunya ambil semua. Malah tambah-tambah, bahkan makan orang tua mereka di jalan Brawijaya ditanam  lagi disini,” terangnya. 

Baca Juga :  Mantan Kepala Kantor PMK Asmat Ditahan

   Menurut Pdt Viktor Jelira bahwa tanah  tersebut diserahkan oleh pemerintah  Belanda kepada pihak GPI yang saat itu masih bernama Gereja Protestan Maluku. “Waktu itu, orang tua dari Ibu Almarhum Metalmety sebagai guru agama dan tinggal di rumah yang ada di samping kantor klasis sampai pensiun, sehingga anak cucu mengklaim bahwa ini mereka yang punya tanah,’’ tambahnya. 

   Sementara itu, salah satu anak dari almarhum Jambormase bernama Santi Naomi Jambormase mengaku jika tanah yang mereka tempati tersebut bukan warisan dari almarhum ibunya tapi dibeli dari pemilik hak ulayat. “Jadi orang tua kami sudah beli tanah ini dari pemilik hak ulayat dan pemilik hak ulayatnya itu masih ada,” kata  Santi. 

   Santi mengaku sangat menyayangkan karena hak masyarakat adat Papua tidak diakui.  ‘’Kalau ini menyangkut perolehan atau hibah oke. Tapi bapak saya beli langsung dari pemilik hak ulayat,” terangnya. 

   Menurutnya, kalau disuruh langsung keluar sementara bapaknya meninggal bulan Agustus sedangkan ibunya meninggal bulan November tahun lalu, sementara barang banyak di dalam rumah.  ‘’Om saya yang tinggal di dalam rumah ini cacat. Saya ini tidak tinggal disini, hanya  karena orang tua saya meninggal makanya masih disini. Pertama saya mau katakan bahwa mereka ini tidak punya kasih karena kami masih berduka. Karena mama saya belum 100 hari,’’ terangnya. 

Baca Juga :  Polres Merauke Mediasi Warga RT 6 Kelurahan  Mandala 

   Ditambahkan bahwa tahun 2001  memang ada  eksekusi tapi semua muspida turun dan ada surat pernyataan yang ditandatangani oleh Muspida di atas materai. “Tapi secara sepihak surat pernyataan yang ditandatangi  Muspida itu dibatalkan. Apa bisa secara sepihak dibatalkan. Karena dalam pasal 3 disebutkan  bahwa rumah bapak saya tidak akan diganggu gugat. Penentuan batas  tanah antara ibu saya dengan pihak Klasis  harus disaksikan oleh unsur Muspida dan difasilitasi oleh LMA. Tapi  ini tidak dilakukan,’’ tandasnya.

    Sementara   Humas Pengadilan Negeri Merauke Rizki Yanuar, SH, MH, mengungkapkan,  bahwa pihaknya melaksanakan eksekusi  pada Rabu  (20/1)  berdasarkan putusan register 127 kasasi/Pdt/1995  atas nama Agustina melawan Gereja Protestan Maluku dan kawan-kawan yang mana eksekusi dilaksanakan berdasarkan berita acara eksekusi.  

   “Terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap, pelaksanaan eksekusi dilaksanakan sesuai dengan tenggang waktu yang  ditetapkan,” katanya.  

   Dijelaskan bahwa selama  ini, Pengadilan telah memberikan kesempatan kepada para pihak  untuk mengeluarkan barang secara sukarela. “Tapi sampai batas waktu yang telah ditetapkan, kita tetap harus melaksanakan eksekusi  seperti yang dilakukan hari ini,” tambahnya. (ulo/tri)   

Negosiasi antara keluarga yang rumahnya akan dieksekusi dengan aparat keamanan dan pihak eksekutor dari Pengadilan Negeri Merauke,  Rabu (20/1)kemarin. ( FOTO: Sulo/Cepos)

MERAUKE – Pengadilan Negeri Merauke akhirnya melakukan eksekusi terhadap sebuah lahan di belakang Eks Kantor klasis GPI Merauke,  Rabu (20/1). Rumah  yang dieksekusi  tersebut milik  almarhum Jembormias.  Eksekusi dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri Merauke dibantu pengamanan dari Kepolisian. 

   Proses eksekusi ini molor, karena sempat  mendapat perlawanan dari pihak keluarga  Almarhum Jambormias-Almarhumah Metalmety. Namun  setelah   dilakukan negosiasi, sehingga barang-barang yang ada di dalam rumah yang dieksekusi tersebut dikeluarkan untuk selanjutnya dilakukan eksekusi dengan menggunakan sebuah alat berat beko. 

   Ketua Klasis GPI Merauke Pdt Viktor Jelira menjelaskan bahwa tanah tersebut telah melalui proses  persidangan  mulai dari Pengadilan Negeri Merauke, Pengadilan Tinggi sampai Mahkamah Agung. Dari semua proses tersebut, pihak GPI  menang terus.

   ‘’Keputusan dari MA bahwa rumah ini yang berdiri lahan harus dieksekusi,” kata Pdt Viktor Jelira sambil menunjuk rumah tersebut. 

   Luas lahan seluruhnya, kata dia,  adalah setengah hektar dan  eksekusi  yang dilakukan ini  merupakan yang kedua kalinya. “Pertama eksekusi tahun  2001 tapi karena mereka mengerahkan masyarakat adat, dan pak John Gluba Gebze saat itu hadir sebagai penengah dan percakapan waktu itu dengan pihak gereja, kita berikan  seluas dengan rumah yang ada, yakni 15 x 20 meter. Itu  keputusan kita di Kaimana saat itu, dan sampaikan kepada mereka, tapi tidak mau dan maunya ambil semua. Malah tambah-tambah, bahkan makan orang tua mereka di jalan Brawijaya ditanam  lagi disini,” terangnya. 

Baca Juga :  Di Naukenjerai, Polisi Ungkap Dua Pabrik Sopi

   Menurut Pdt Viktor Jelira bahwa tanah  tersebut diserahkan oleh pemerintah  Belanda kepada pihak GPI yang saat itu masih bernama Gereja Protestan Maluku. “Waktu itu, orang tua dari Ibu Almarhum Metalmety sebagai guru agama dan tinggal di rumah yang ada di samping kantor klasis sampai pensiun, sehingga anak cucu mengklaim bahwa ini mereka yang punya tanah,’’ tambahnya. 

   Sementara itu, salah satu anak dari almarhum Jambormase bernama Santi Naomi Jambormase mengaku jika tanah yang mereka tempati tersebut bukan warisan dari almarhum ibunya tapi dibeli dari pemilik hak ulayat. “Jadi orang tua kami sudah beli tanah ini dari pemilik hak ulayat dan pemilik hak ulayatnya itu masih ada,” kata  Santi. 

   Santi mengaku sangat menyayangkan karena hak masyarakat adat Papua tidak diakui.  ‘’Kalau ini menyangkut perolehan atau hibah oke. Tapi bapak saya beli langsung dari pemilik hak ulayat,” terangnya. 

   Menurutnya, kalau disuruh langsung keluar sementara bapaknya meninggal bulan Agustus sedangkan ibunya meninggal bulan November tahun lalu, sementara barang banyak di dalam rumah.  ‘’Om saya yang tinggal di dalam rumah ini cacat. Saya ini tidak tinggal disini, hanya  karena orang tua saya meninggal makanya masih disini. Pertama saya mau katakan bahwa mereka ini tidak punya kasih karena kami masih berduka. Karena mama saya belum 100 hari,’’ terangnya. 

Baca Juga :  Polres Merauke Mediasi Warga RT 6 Kelurahan  Mandala 

   Ditambahkan bahwa tahun 2001  memang ada  eksekusi tapi semua muspida turun dan ada surat pernyataan yang ditandatangani oleh Muspida di atas materai. “Tapi secara sepihak surat pernyataan yang ditandatangi  Muspida itu dibatalkan. Apa bisa secara sepihak dibatalkan. Karena dalam pasal 3 disebutkan  bahwa rumah bapak saya tidak akan diganggu gugat. Penentuan batas  tanah antara ibu saya dengan pihak Klasis  harus disaksikan oleh unsur Muspida dan difasilitasi oleh LMA. Tapi  ini tidak dilakukan,’’ tandasnya.

    Sementara   Humas Pengadilan Negeri Merauke Rizki Yanuar, SH, MH, mengungkapkan,  bahwa pihaknya melaksanakan eksekusi  pada Rabu  (20/1)  berdasarkan putusan register 127 kasasi/Pdt/1995  atas nama Agustina melawan Gereja Protestan Maluku dan kawan-kawan yang mana eksekusi dilaksanakan berdasarkan berita acara eksekusi.  

   “Terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap, pelaksanaan eksekusi dilaksanakan sesuai dengan tenggang waktu yang  ditetapkan,” katanya.  

   Dijelaskan bahwa selama  ini, Pengadilan telah memberikan kesempatan kepada para pihak  untuk mengeluarkan barang secara sukarela. “Tapi sampai batas waktu yang telah ditetapkan, kita tetap harus melaksanakan eksekusi  seperti yang dilakukan hari ini,” tambahnya. (ulo/tri)   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya