Saturday, April 20, 2024
30.7 C
Jayapura

Berharap UU Pemekaran Ditetapkan Akhir Tahun ini

MERAUKE-Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian  terkait pemekaran Provinsi Papua Selatan (PPS) yang cukup 4 kabupaten saja mendapat tanggapan dari Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Thomas Eppe Safanfo, ST, MT. 

  Dihubungi lewat telepon selulernya,  Senin (13/9),  Thomas Eppe Safanpo yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Asmat ini, menjelaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Mendagri   itu sudah sangat benar.  

   Sebab, dalam  rangka penyusunan  peraturan pemerintah terkait dengan pelaksanaan   revisi   UU Otsus itu memang  dalam usulan itu  dimasukan bahwa untuk pemekaran Provinsi Papua dengan adanya Otonomi khusus maka cakupan wilayah administratif tidak harus 5 kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam UU pemerintahah Daerah  Nomor 23 tahun 2014.   

   “Jadi cukup 4  kabupaten dalam kerangka Otsus itu. Jadi ada pengecualian  untuk kita di Papua,’’ katanya. 

  Karena itu, lanjut Thomas, diharapkan  kepada  Mendagri, Menkopolhukam, Kemenkuham  dan   DPR RI agar segera mendorong   percepatan rancangan Peraturan Pemerintah  (RPP) sehingga dengan  percepatan penerapan peraturan pemerintah  maka diharapkan proses  pemekaran di Papua bisa diaklerasi. 

Baca Juga :  Polsek Muting Amankan Ratusan Liter Sopi 

  “Paling tidak di akhir tahun 2021 ini kita sudah bisa mendapatkan UU pemekaran  dan mungkin awal tahun 2022 nanti  pejabat   caratekar atau pejabat gubernur sementara  sudah bisa berfungsi untuk mempersiapkan pemerintahan defenitif di tahun 2024,” katanya. 

   Soal kelengkapan administrasi dukungan dari 4 kabupaten yang ada di Selatan Papua, Thomas mengaku bahwa  kelengkapan   administrasi baik persetujuan bupati, persetujuan DPRD, persetujuan aparat terkait  misalnya wilayah kampung menjadi cakupan  provinsi  yang sudah lengkap baru Kabupaten Asmat. Sedangkan 3 kabupaten lainya belum. 

   “Yang saya tahu untuk Kabupaten Merauke yang baru siap itu  persetujuan DPRD. Tapi, persetujuan itu harus diputuskan dalam sidang paripurna.   Itu teman-teman dari Merauke belum lakukan paripurna,” terangnya. 

   Sementara Boven Digoel, kata dia,  belum ada persetujuan bupati definitifnya. “Mudah-mudahan dengan terpilihnya bupati defenitif Boven Digoel maka surat persetujuan itu segera ada,” harapnya.  

Baca Juga :  APBD Perubahan Ditetapkan, OPD Diminta Segera Bergerak

   Sedangkan untuk  Kabupaten Mappi, tambah Thomas, baik  bupati maupun  DPRD belum ada  surat persetujuan. Secara terpisah,  Ketua DPRD Kabupaten Merauke Ir. Drs. Benjamin Latumahina  mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Mendagri tersebut. Karena menurutnya, apa yang  disampaikan Mendagri itu merupakan salah satu materi  yang diusulkan di dalam RUU Otsus Papua yang telah ditetapkan menjadi UU tersebut. 

    “Kami sangat setuju dengan apa yang disampaikan oleh mendagri. Karena kita punya wilayah adat  itu tidak bisa dipaksanakan menjadi 5 sesuai dengan UU Nomor 23  Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Kalau  kita bagi melalui wilayah adat, maka bisa saja 4 atau 3 kabupaten seperti  di Merauke  menjadi satu provinsi. Tapi, kalau mengikuti   UU Nomor 23 tahun 2014, maka bisa saja wilayah adat lain bergabung,” tandasnya. (ulo/tri)  

MERAUKE-Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian  terkait pemekaran Provinsi Papua Selatan (PPS) yang cukup 4 kabupaten saja mendapat tanggapan dari Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Thomas Eppe Safanfo, ST, MT. 

  Dihubungi lewat telepon selulernya,  Senin (13/9),  Thomas Eppe Safanpo yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Asmat ini, menjelaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Mendagri   itu sudah sangat benar.  

   Sebab, dalam  rangka penyusunan  peraturan pemerintah terkait dengan pelaksanaan   revisi   UU Otsus itu memang  dalam usulan itu  dimasukan bahwa untuk pemekaran Provinsi Papua dengan adanya Otonomi khusus maka cakupan wilayah administratif tidak harus 5 kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam UU pemerintahah Daerah  Nomor 23 tahun 2014.   

   “Jadi cukup 4  kabupaten dalam kerangka Otsus itu. Jadi ada pengecualian  untuk kita di Papua,’’ katanya. 

  Karena itu, lanjut Thomas, diharapkan  kepada  Mendagri, Menkopolhukam, Kemenkuham  dan   DPR RI agar segera mendorong   percepatan rancangan Peraturan Pemerintah  (RPP) sehingga dengan  percepatan penerapan peraturan pemerintah  maka diharapkan proses  pemekaran di Papua bisa diaklerasi. 

Baca Juga :  Roda Belakang Lepas, Pickap Bermuatan 17 Orang Tabrak Pohon

  “Paling tidak di akhir tahun 2021 ini kita sudah bisa mendapatkan UU pemekaran  dan mungkin awal tahun 2022 nanti  pejabat   caratekar atau pejabat gubernur sementara  sudah bisa berfungsi untuk mempersiapkan pemerintahan defenitif di tahun 2024,” katanya. 

   Soal kelengkapan administrasi dukungan dari 4 kabupaten yang ada di Selatan Papua, Thomas mengaku bahwa  kelengkapan   administrasi baik persetujuan bupati, persetujuan DPRD, persetujuan aparat terkait  misalnya wilayah kampung menjadi cakupan  provinsi  yang sudah lengkap baru Kabupaten Asmat. Sedangkan 3 kabupaten lainya belum. 

   “Yang saya tahu untuk Kabupaten Merauke yang baru siap itu  persetujuan DPRD. Tapi, persetujuan itu harus diputuskan dalam sidang paripurna.   Itu teman-teman dari Merauke belum lakukan paripurna,” terangnya. 

   Sementara Boven Digoel, kata dia,  belum ada persetujuan bupati definitifnya. “Mudah-mudahan dengan terpilihnya bupati defenitif Boven Digoel maka surat persetujuan itu segera ada,” harapnya.  

Baca Juga :  Pembangunan 75 Tower BTS 4G Terkendala IMB

   Sedangkan untuk  Kabupaten Mappi, tambah Thomas, baik  bupati maupun  DPRD belum ada  surat persetujuan. Secara terpisah,  Ketua DPRD Kabupaten Merauke Ir. Drs. Benjamin Latumahina  mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Mendagri tersebut. Karena menurutnya, apa yang  disampaikan Mendagri itu merupakan salah satu materi  yang diusulkan di dalam RUU Otsus Papua yang telah ditetapkan menjadi UU tersebut. 

    “Kami sangat setuju dengan apa yang disampaikan oleh mendagri. Karena kita punya wilayah adat  itu tidak bisa dipaksanakan menjadi 5 sesuai dengan UU Nomor 23  Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Kalau  kita bagi melalui wilayah adat, maka bisa saja 4 atau 3 kabupaten seperti  di Merauke  menjadi satu provinsi. Tapi, kalau mengikuti   UU Nomor 23 tahun 2014, maka bisa saja wilayah adat lain bergabung,” tandasnya. (ulo/tri)  

Berita Terbaru

Artikel Lainnya