
MERAUKE- Ribuan pendulang secara ilegal di wilayah perbatan Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang yang diserang oleh sekelompok masyarakat dengan menggunakan senjata tajam beberapa waktu lalu mengungsi ke Tanah Merah, Ibukota Kabupaten Boven Digoel.
Dandim 1711/Boven Digoel Letkol Inf. Chandra Kurniawan, dihubungi media ini ke telpon selulernya mengungkapkan bahwa sampai Selasa (10/9), kemarin, jumlah pengungsi dari warga yang melakukan pendulangan emas secara ilegal tersebut telah mencapai 2.153 orang.
“Sampai sekarang, jumlah pendulang emas secara ilegal dari Kabupaten Pegunungan Bintang sebanyak 2.153 orang,’’ tandas Dandim Chandra Kurniawan.
Menurut Dandim, mereka yang telah mengungsi dari lokasi pendulangan emas secara ilegal di Pegunungan Bintang tersebut sebagian telah dipulangkan ke daerahnya masing-masing, namun sebagian telah tinggal di keluarga mereka yang ada di Boven Digoel. Namun ada juga yang ditampung di bekas penjara Tanah Merah, Boven Digoel.
Menurutnya, dari 2.153 yang mengungsi ke Boven Digoel tersebut, 12 diantaranya yang sempat di rawat di RSUD Tanah Merah, karena terluka dan sakit akibat menempuh perjalanan. Namun dari 12 pengungsi tersebut, lanjut Dandim semuanya sudah baik-baik. “Dari 12 orang yang sempat dirawat itu, semuanya sudah sehat-sehat,’’ katanya.
Dandim menambahkan bahwa kemungkinan jumlah pengungsi ini masih akan bertambah karena sampai sekarang ini masih terus bertambah. ‘’Kemungkinan sebagian masih dalam perjalanan menuju Boven Digoel,’’ tandasnya.
Seperti diketahui, bahwa penambang emas secara illegal di Kabupaten Pegunungan Bintang tersebut diserang sekelompok warga yang menggunakan alat tajam. Pemerintah sendiri sebenarnya sudah melarang masyarakat untuk melakukan penambangan secara ilegal. Bahkan saat itu, pihak Polda Papua telah menyita sebuah helikopter yang sering membawa bama bagi penambang ilegal yang berada di hutan tersebut beberapa waktu lalu. (ulo/tri)
drg.Aloysius Giyai, MKes
Kadinkes Papua: Saya Benar-benar Kecewa!
Pembangunan Rumkit Rujukan Tanpa Dukungan Pemkab Merauke
MERAUKE- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua dr Aloysius Giay mengaku kecewa dengan pembangunan rumah sakit (rumkit) tipe B di Merauke sebagai rumah sakit rujukan di bagian Selatan Papua. Pasalnya, sejak peletakan batu pertama rumah sakit tersebut 4 tahun lalu, Aloysius Giyai mengaku penganggarannya baru dilakukan dari Pemerintah Provinsi Papua. Akibatnya, rumah sakit yang dibangun di belakang perumahan Veteran, Kelurahan Kamundu tersebut terlihat terbengkalai.
‘’Jujur saja, sejak saya peletakan batu pertama 4 tahun lalu, yang kerja dan alokasikan anggaran baru Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Jadi saya benar-benar kecewa,’’ kata Aloysius Giyai menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos di Merauke, Sabtu (10/8).
Menurut Aloysius Giyai, tahun ini pihaknya dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua menganggarkan Rp 15 miliar untuk membangun satu gedung lagi. Sementara satu gedung utama sudah dibangun.
“Saya tidak tahu alasan apa. Tapi Pemkab Merauke selama 4 tahun tidak menganggarkan pembangunan rumah sakit tersebut. Seharusnya ada sharing antara pemerintah provinsi dan Kabupaten Merauke. Saya kecewa sekali. Katanya tahun lalu mereka anggarkan Rp 25 miliar tapi buktinya tidak ada. mungkin dialihkan di tempat lain. Jujur saja, saya kecewa. Kalau kampanye bilang pendidikan dan kesehatan jadi prioritas tapi rumah sakit B yang dibangun ini dengan tujuan mendekatkan pelayanan supaya pasien rujukan tidak perlu rujuk ke Jayapura. Apalagi keluar Papua jika kita sudah punya rumah sakit yang bertandar,’’ katanya lagi.
Aloysius Giyai menjelaskan, selama menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan di Papua, dirinya punya komitmen untuk membangun rumah sakit rujukan di 5 wilayah adat. ‘’Kenapa yang lain bisa jalan. Nabire sudah selesai. Biak tahun ini selesai dan dua wilayah adat lainnya selesai,’’ jelasnya.
Dijelaskan Aloysius, bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat sebenarnya diperuntukan untuk membangun rumah sakit yang baru tersebut. ‘’Kita sharing. DAK untuk rumah sakit regional rujukan , kemudian dari provinsi dan juga APBD kabupaten,’’ jelasnya.
Ditanya wartawan apakah selama ini sudah dikoordinasikan dengan pihak Kabupaten, Aloysius Giyai mengaku setiap ada pertemuan dirinya mempertanyakan baik kepada kepala dinas maupun kepada bupatinya langsung dengan jawaban iya. ‘’Tapi nyatanya di lapangan tidak ada,’’ terangnya.
Meski Pemkab Merauke kurang perhatian kepada pembangunan rumah sakit regional ini, namun menurut Aloysius Giay, kemungkinan perhatian pemerintah Kabupaten Merauke di sector kesehatan lain seperti penanganan HIV. Sebab, menurut Aloysius Giyai, Kabupaten Merauke yang dulunya nomor satu jumlah penderita HIV -AIDS di Papua, sekarang sudah melorot keurutan ketujuh.
‘’Itu juga satu keberhasilan dalam menekan angka HIV-AIDS di Papua. Sekarang yang urutan pertama justu Nabire,’’ tandasnya. (ulo/tri)