Tuesday, April 23, 2024
27.7 C
Jayapura

Tantangan Pendidikan di Era Digital Harus Dihadapi

Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan  Provinsi Papua Laurens Wantik, S.Pd bersama pengelola SMA Enterpreneurship Chevalier Anasai Merauke Pastor Allo Manyanik, MSC  saat foto bersama saat mengunjungi sekolah tersebut, Selasa (3/12).  *FOTO” Ist/Cepos

MERAUKE- Kepala Bidang  Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan  Provinsi Papua Laurens Wantik, S.Pd, M.Pd,  mengungkapkan, tantangan pendidikan   di era digital  semakin  berat sehingga  mau tidak mau   dunia  pendidikan khususnya  di Papua  harus mengimbangi dan mengikuti  perkembanngan  pendidikan di era digital  tersebut.

 “Kalau  kita tidak mengikuti dan mengimbangi  maka kita akan ketinggalan. Jadi harus dan wajib diikuti,’’ kata Laurens Wantik kepada media ini di   Merauke seusai mengunjungi  SMA Enterpreneuship Chevalier Anasai Merauke, di Kampung Matara, Distrik Semangga-Merauke, Selasa (3/12) malam.

   Menurut  Laurens  Wantik, yang sekarang  dilatih di SMK, kemungkinan besok tidak ada lagi lapangan pekerjaanya dan akan hilang. “Misalnya di SMK, ini dan itu. Besok semua pekerjaan itu diambil mesin. Nah, kita harus antisipasi pendidikan itu bagaimana   pekerjaan yang besok   itu tidak bisa dikerjakan  oleh mesin. Itu yang harus kita  pikirkan. Kalau kita tidak antisipasi, maka anak-anak yang lulus tidak bisa kerja karena semua diambil alih oleh mesin,’’ katanya.   

Baca Juga :  Lagi, Tiga Pelaku Perjalanan Terkonfirmasi   Positif Covid

   Karena itu, lanjut  Laurens, konsep belajar dalam kelas   kedepan akan hilang akibat dari   perkembangan di era digital. Di Merauke, kata Laurens  Wantik seperti  disampaikan Staf Ahli Kementrian Pendidikan  dan Kebudayaan Hubungan Pusat dan Daerah DR. James Modouw bahwa banyak ide yang muncul  dari Merauke. Salah satunya sekarang  yang ditemukan, lanjut  Laurens Wantik adalah sekolah yang dikelolah Yayasan Katolik  bernama SMA Enterpreneuship Chevalier di Kampung Matara Distrik Semangga.   ‘’Sekolah itu bagus. Dalam kunjungan kami ke sana tadi,   kami  hampir berada sekitar 1 jam. Sekolah  ini  akan banyak menjadi   tehnologi   yang saya sampaikan tersebut. Karena konsep di sekolah  itu, anak-anak  tidak perlu ruang kelas  lagi. Tapi mereka lebih banyak belajar di luar. Pulang sekolah, anak-anak  ini bekerja. Ada peternakan,  perikanan dan ada juga  pertanian,’’  jelasnya.  

Baca Juga :  Terekam CCTV, Seorang Sales Ditangkap Pemilik Toko

  Menurut Laurens,  di sekolah ini ada deteksi dini    terhadap anak-anak  di sekolah dia akan kemana setelah lulus sesuai dengan kemampuan  mereka.  ‘’Mereka sudah  tahu. Misalnya, ada beberapa anak besok yang akan masuk ke kedokteran dan ada  yang masuk  ke pertanian. Itu sudah terbaca dari awal.   Itu yang akan difasilitasi dengan internet, sehingga konsep anak belajar dimana saja itu ada disini,’’ jelasnya.

  Selain  mengunjungi SMA Enterpreneuship Chevalier  Anasai  tersebut,  tambah  Laurens Wantik, pihaknya juga mengunjungi sekolah inklusif yang dikelola  oleh Sergius Womsiwor di SDN 2 Merauke.   Anak-anak  yang dididik  disini, adalah anak-anak asli Papua yang putus sekolah dan belum bisa baca, tulis, dan hitung.  (ulo/tri)

Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan  Provinsi Papua Laurens Wantik, S.Pd bersama pengelola SMA Enterpreneurship Chevalier Anasai Merauke Pastor Allo Manyanik, MSC  saat foto bersama saat mengunjungi sekolah tersebut, Selasa (3/12).  *FOTO” Ist/Cepos

MERAUKE- Kepala Bidang  Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan  Provinsi Papua Laurens Wantik, S.Pd, M.Pd,  mengungkapkan, tantangan pendidikan   di era digital  semakin  berat sehingga  mau tidak mau   dunia  pendidikan khususnya  di Papua  harus mengimbangi dan mengikuti  perkembanngan  pendidikan di era digital  tersebut.

 “Kalau  kita tidak mengikuti dan mengimbangi  maka kita akan ketinggalan. Jadi harus dan wajib diikuti,’’ kata Laurens Wantik kepada media ini di   Merauke seusai mengunjungi  SMA Enterpreneuship Chevalier Anasai Merauke, di Kampung Matara, Distrik Semangga-Merauke, Selasa (3/12) malam.

   Menurut  Laurens  Wantik, yang sekarang  dilatih di SMK, kemungkinan besok tidak ada lagi lapangan pekerjaanya dan akan hilang. “Misalnya di SMK, ini dan itu. Besok semua pekerjaan itu diambil mesin. Nah, kita harus antisipasi pendidikan itu bagaimana   pekerjaan yang besok   itu tidak bisa dikerjakan  oleh mesin. Itu yang harus kita  pikirkan. Kalau kita tidak antisipasi, maka anak-anak yang lulus tidak bisa kerja karena semua diambil alih oleh mesin,’’ katanya.   

Baca Juga :  Peserta PYD Terus Berdatangan

   Karena itu, lanjut  Laurens, konsep belajar dalam kelas   kedepan akan hilang akibat dari   perkembangan di era digital. Di Merauke, kata Laurens  Wantik seperti  disampaikan Staf Ahli Kementrian Pendidikan  dan Kebudayaan Hubungan Pusat dan Daerah DR. James Modouw bahwa banyak ide yang muncul  dari Merauke. Salah satunya sekarang  yang ditemukan, lanjut  Laurens Wantik adalah sekolah yang dikelolah Yayasan Katolik  bernama SMA Enterpreneuship Chevalier di Kampung Matara Distrik Semangga.   ‘’Sekolah itu bagus. Dalam kunjungan kami ke sana tadi,   kami  hampir berada sekitar 1 jam. Sekolah  ini  akan banyak menjadi   tehnologi   yang saya sampaikan tersebut. Karena konsep di sekolah  itu, anak-anak  tidak perlu ruang kelas  lagi. Tapi mereka lebih banyak belajar di luar. Pulang sekolah, anak-anak  ini bekerja. Ada peternakan,  perikanan dan ada juga  pertanian,’’  jelasnya.  

Baca Juga :  SMAN I Buka Pendaftaran Hanya 2 Hari 

  Menurut Laurens,  di sekolah ini ada deteksi dini    terhadap anak-anak  di sekolah dia akan kemana setelah lulus sesuai dengan kemampuan  mereka.  ‘’Mereka sudah  tahu. Misalnya, ada beberapa anak besok yang akan masuk ke kedokteran dan ada  yang masuk  ke pertanian. Itu sudah terbaca dari awal.   Itu yang akan difasilitasi dengan internet, sehingga konsep anak belajar dimana saja itu ada disini,’’ jelasnya.

  Selain  mengunjungi SMA Enterpreneuship Chevalier  Anasai  tersebut,  tambah  Laurens Wantik, pihaknya juga mengunjungi sekolah inklusif yang dikelola  oleh Sergius Womsiwor di SDN 2 Merauke.   Anak-anak  yang dididik  disini, adalah anak-anak asli Papua yang putus sekolah dan belum bisa baca, tulis, dan hitung.  (ulo/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya