Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Panpil Kabupaten Minta Pleno Penetapan Anggota MRPS  Dibatalkan

MERAUKE– Karena dianggap melanggar aturan dan etika, Panitia Pemilihan (Panpil) Anggota Majelis Rakyat Papua Selatan (MRPS) 3 kabupaten akan merekomendasikan kepada Pj Gubernur Papua Selatan untuk  membatalkan hasil pleno penetapan Anggota MRPS yang telah ditetapkan oleh  Panpil  MRPS.

Pembatalan ini disampaikan Anggota Panpil Kabupaten Merauke,  dr. Dominikus Cambu dalam jumpa pers yang digelar di Sekretariat  Panpil Kabupaten Merauke, Jumat (2/6) sore kemarin. Jumpa pers ini dihadiri Kepala Kesbangpol  Kabupaten Merauke,  Rama Dayanto, Sekretaris Panpil Merauke, David Tuwok, Sekretariat Panpil Merauke, Johanes Ulukyanan, Sekretariat Panpil   Kabupaten Mappi, Wensislaus Angwarmase, Anggota Panwas Panpil Kabupaten Boven Digoel, Adrianus Moromon dan Ketua Panpil Kabupaten Boiven Digoel, Adonia Yalenkatuk.

‘’Membatalkan hasil pleno tanggal 31 Mei 2023 yang sudah ditetapkan Panpil Provinsi Papua Selatan,’’ tandas Dominikus Cambu. Menurut Dominikus Cambu, setelah pembatalan tersebut, selanjutnya gubernur mengambil alih dan meminta nama-anam dari kabupaten yang sudah ditetapkan oleh Panpil kabupaten, lalu gubernur menetapkan hasilnya.

‘’Itu langkah-langkah yang harus diambil sebelum kami mengambil langkah lebih tinggi sampai ke pusat. Itu rekomendasi yang kami harapkan dan berharap provinsi dapat mendengarkan kami,’’ tandas Dominikus Cambu.

Diejalskan, sesuai dengan Pergub, tugas Panpil provinsi adalah hanya menetapkan hasil dari panitia kabupaten  yang telah menetapkan calon tetap untuk unsur adat dan perempuan. Namun yang terjadi, Panpil provinsi mengutak atik  calon yang telah ditetapkan. Bahkan ada orang ditetapkan oleh Panpil provinsi tidak melalui Panpil Kabupaten dan hanya berpatokan pada salah satu persyaratan dan mengabaikan persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh calon.

Baca Juga :  Jenazah ABK  KM Jacque Line 01 Akhirnya Ditemukan

‘’Kami sudah lakukan proses sesuai petunjuk teknis yang dibuat oleh  Panpil Provinsi, namun kami lihat Panpil provinsi menabrak aturan yang mereka buat. Sehingga ini menjadi dasar hukum kami bahwa panitia bisa dipidanakan karena menabrak aturan yang dibuat sendiri,’ terangnya.

Selain itu, lanjutnya, hasil pleno yang dilakukan oleh Panpil Provinsi pada 24 Mei 2023 tidak ada SK dan tidak ada berita acara. ‘’Daftar nama yang sudah diplenokan tidak dibagikan kepada Pansel dan mengundang kami Panpil kabupaten,’’ terangnya.

Selain itu, jelas dia, Panpil provinsi dinilai juga melakukan pelanggaran administrasi. Dimana Panpil provinsi harus membuat jadwal dan membagikan kepada panitia 4 kabupaten dan Panwas untuk dijadikan dasar dan kerja panitia. ‘’Tapi itu tidak dilakukan dan tidak ada berita acaranya,’’ jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, tidak ada berita acara setiap pleno bahkan saat pleno 24 Mei. Termasuk saat pleno penetapan tanggal 31 Mei 2023, di mana  berita acara penetapan tidak sampai ke Panpil kabupaten maupun Panwas provinsi.

‘’Yang paling fatal, seperti Mappi dengan daftar nama diganti. Dimana daftar nomor tunggu 5 menjadi nomor jadi dari  3 dan nomor jadi 3 menjadi daftar tunggu 5,’’ katanya.

Baca Juga :  Gotong Royong Perbaiki Jembatan yang Terbakar

Hal ini diprotes oleh Panpil Mappi. Lewat Sekretariat Panpil Kabupaten Mappi,  Wensislaus Angwarmase mengaku penetapan yang dilakukan Panpil Provinsi untuk unsur perempuan  tidak sesuai yang telah ditetapkan oleh Panpil kabupaten Mappi.

Karena SK yang telah ditetapkan Kabupaten, dapat dirubah oleh Panpil provinsi. Dimana nomor urut 3 unsur perempuan diturunkan menjadi nomor tunggu di urut nomor 5. Sedangkan  noor 5 naik menjadi nomor urut 3 tanpa koordinasi dengan Panpil kabupaten.

Hal sama juga disampaikan Pengawas Panpil Kabupaten Boven Digoel Adrianus Moromon menegaskan, kewenangan kabupaten adalah menetapkan  keterwakilan adat dan perempuan dan tidak bisa diambil alih oleh provinsi.

‘’Tapi, kenyataannya, provinsi mengambil alih tugas kabupaten dan tidak sesuai dengan aturan. Harusnya Panpil provinsi hanya menetapkan  keputusan yang sudah dibuat oleh Panpil  kabupaten. Bukan menggodok lagi. Kalau Panpil provinsi menggodok lagi, untuk apa Panpil dan pengawas kabupaten  dibentuk,’’ tandasnya.

Sekretariat Kabupaten Merauke Johanes Ulukyanan meminta  kepada Pj Gubernur Papua Selatan  agar Panpil kabupaten dengan Panpil provinsi duduk bersama untuk uji materi. Sebab, Panpil  Provinsi  menyatakan sudah berjalan sesuai aturan, sementara Panpil kabupaten juga  telah berjalan sesuai dengan Pergub dan petunjuk teknis pelaksanaan  pemilihan dan penetapan anggota MRPS unsur adat dan perempuan tersebut.(ulo/tho) 

MERAUKE– Karena dianggap melanggar aturan dan etika, Panitia Pemilihan (Panpil) Anggota Majelis Rakyat Papua Selatan (MRPS) 3 kabupaten akan merekomendasikan kepada Pj Gubernur Papua Selatan untuk  membatalkan hasil pleno penetapan Anggota MRPS yang telah ditetapkan oleh  Panpil  MRPS.

Pembatalan ini disampaikan Anggota Panpil Kabupaten Merauke,  dr. Dominikus Cambu dalam jumpa pers yang digelar di Sekretariat  Panpil Kabupaten Merauke, Jumat (2/6) sore kemarin. Jumpa pers ini dihadiri Kepala Kesbangpol  Kabupaten Merauke,  Rama Dayanto, Sekretaris Panpil Merauke, David Tuwok, Sekretariat Panpil Merauke, Johanes Ulukyanan, Sekretariat Panpil   Kabupaten Mappi, Wensislaus Angwarmase, Anggota Panwas Panpil Kabupaten Boven Digoel, Adrianus Moromon dan Ketua Panpil Kabupaten Boiven Digoel, Adonia Yalenkatuk.

‘’Membatalkan hasil pleno tanggal 31 Mei 2023 yang sudah ditetapkan Panpil Provinsi Papua Selatan,’’ tandas Dominikus Cambu. Menurut Dominikus Cambu, setelah pembatalan tersebut, selanjutnya gubernur mengambil alih dan meminta nama-anam dari kabupaten yang sudah ditetapkan oleh Panpil kabupaten, lalu gubernur menetapkan hasilnya.

‘’Itu langkah-langkah yang harus diambil sebelum kami mengambil langkah lebih tinggi sampai ke pusat. Itu rekomendasi yang kami harapkan dan berharap provinsi dapat mendengarkan kami,’’ tandas Dominikus Cambu.

Diejalskan, sesuai dengan Pergub, tugas Panpil provinsi adalah hanya menetapkan hasil dari panitia kabupaten  yang telah menetapkan calon tetap untuk unsur adat dan perempuan. Namun yang terjadi, Panpil provinsi mengutak atik  calon yang telah ditetapkan. Bahkan ada orang ditetapkan oleh Panpil provinsi tidak melalui Panpil Kabupaten dan hanya berpatokan pada salah satu persyaratan dan mengabaikan persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh calon.

Baca Juga :  Tidak Ada Kompromi untuk Mahasiswa Hamil dan Mabuk

‘’Kami sudah lakukan proses sesuai petunjuk teknis yang dibuat oleh  Panpil Provinsi, namun kami lihat Panpil provinsi menabrak aturan yang mereka buat. Sehingga ini menjadi dasar hukum kami bahwa panitia bisa dipidanakan karena menabrak aturan yang dibuat sendiri,’ terangnya.

Selain itu, lanjutnya, hasil pleno yang dilakukan oleh Panpil Provinsi pada 24 Mei 2023 tidak ada SK dan tidak ada berita acara. ‘’Daftar nama yang sudah diplenokan tidak dibagikan kepada Pansel dan mengundang kami Panpil kabupaten,’’ terangnya.

Selain itu, jelas dia, Panpil provinsi dinilai juga melakukan pelanggaran administrasi. Dimana Panpil provinsi harus membuat jadwal dan membagikan kepada panitia 4 kabupaten dan Panwas untuk dijadikan dasar dan kerja panitia. ‘’Tapi itu tidak dilakukan dan tidak ada berita acaranya,’’ jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, tidak ada berita acara setiap pleno bahkan saat pleno 24 Mei. Termasuk saat pleno penetapan tanggal 31 Mei 2023, di mana  berita acara penetapan tidak sampai ke Panpil kabupaten maupun Panwas provinsi.

‘’Yang paling fatal, seperti Mappi dengan daftar nama diganti. Dimana daftar nomor tunggu 5 menjadi nomor jadi dari  3 dan nomor jadi 3 menjadi daftar tunggu 5,’’ katanya.

Baca Juga :  Ratusan Warga Terima Zakat Fitrah

Hal ini diprotes oleh Panpil Mappi. Lewat Sekretariat Panpil Kabupaten Mappi,  Wensislaus Angwarmase mengaku penetapan yang dilakukan Panpil Provinsi untuk unsur perempuan  tidak sesuai yang telah ditetapkan oleh Panpil kabupaten Mappi.

Karena SK yang telah ditetapkan Kabupaten, dapat dirubah oleh Panpil provinsi. Dimana nomor urut 3 unsur perempuan diturunkan menjadi nomor tunggu di urut nomor 5. Sedangkan  noor 5 naik menjadi nomor urut 3 tanpa koordinasi dengan Panpil kabupaten.

Hal sama juga disampaikan Pengawas Panpil Kabupaten Boven Digoel Adrianus Moromon menegaskan, kewenangan kabupaten adalah menetapkan  keterwakilan adat dan perempuan dan tidak bisa diambil alih oleh provinsi.

‘’Tapi, kenyataannya, provinsi mengambil alih tugas kabupaten dan tidak sesuai dengan aturan. Harusnya Panpil provinsi hanya menetapkan  keputusan yang sudah dibuat oleh Panpil  kabupaten. Bukan menggodok lagi. Kalau Panpil provinsi menggodok lagi, untuk apa Panpil dan pengawas kabupaten  dibentuk,’’ tandasnya.

Sekretariat Kabupaten Merauke Johanes Ulukyanan meminta  kepada Pj Gubernur Papua Selatan  agar Panpil kabupaten dengan Panpil provinsi duduk bersama untuk uji materi. Sebab, Panpil  Provinsi  menyatakan sudah berjalan sesuai aturan, sementara Panpil kabupaten juga  telah berjalan sesuai dengan Pergub dan petunjuk teknis pelaksanaan  pemilihan dan penetapan anggota MRPS unsur adat dan perempuan tersebut.(ulo/tho) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya