SENTANI- Bupati Pegunungan Bintang Spei Yan Bidana, mengaku dirinya sangat kecewa terhadap tindakan ketidakadilan dan diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dalam penempatan jabatan birokrasi di lingkup pemerintahan setempat.
Pernyataan itu disampaikanya, sebagai responnya sebagai bupati dan mewakili masyarakat Pegunungan Bintang, terkait pelantikan terhadap sejumlah pejabat pelaksana tugas (Plt), di lingkup Pemprov Papua Pegunungan yang sudah dilaksanakan, Rabu (18/1).
Dimana menurutnya, dalam struktur dan jabatan penting di pemerinatahan Provinsi Papua Pegunungan, tidak ada satupun pejabat asli Pegubin yang diakomodir.
“Sebagai Bupati saya sangat kecewa dengan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan. Kita di Pegunungan Bintang ajukan 67 orang. Itu juga tak satu pun Orang Asli Pegunungan Bintang yang diakomodir,”Kata Bupati Spei Yan Bidana, kepada media ini, Kamis (19/1).
Padahal kata dia, dari 8 kabupaten yang masuk dalam provinsi baru itu, pihaknya melalui Asosiasi Bupati sudah sepakat untuk masing masing kabupaten mengajukan dan mendapat jatah masing-masing dua pejabat eselon II. Sementara untuk mutasi pegawai setiap kabupaten 100 orang. Adapun pejabat dari Pemkab Pegubin yang diakomodir, namun bukan dari pejabat orang asli Pegunungan Bintang.
“Ada tapi teman-teman dari luar Pegunungan Bintang seperti Plt Kepala BKD, Plt Kepala Pekerjaan Umum dan kemarin sekitar 4 orang,” tegasnya.
Menurut Bupati Spei, fakta hari ini membuktikan bahwa kekuatiran pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Pegunungan Bintang yang pada Juni 2022 yang kemudian melakukan demonstrasi besar-besaran menolak bergabung dengan Provinsi Papua Pegunungan menjelang pengesahan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB) itu, kini benar-benar terjadi. Bahkan kata dia, pengalaman dan perlakukan diskriminatif yang dialami masyarakat Pegunungan Bintang selama 40 tahun bergabung dengan Kabupaten Jayawijaya kini terulang kembali.
“Kami tetap menjadi wilayah yang tidak diperhitungkan dalam pemerintahan, pelayanan kemasyarakatan, dan pembangunan perekonomian. Dulu kami tolak bergabung dengan provinsi ini karena tiga alasan. Pertama, kami susah akses ekonomi ke Wamena karena sangat jauh. Kedua, SDM yang kami siapkan juga tidak akan dipakai. Ketiga, aspek ketidakadilan pembangunan. Jadi saya sebagai bupati sangat kecewa dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Pj Gubernur sekarang,”tegasnya.
Karena itu dengan tegas dia meminta Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan harus mengkaji dan merombak ulang eselonisasi yang sudah dilakukan dengan mengakomodir secara adil seluruh SDM aparatur dari 8 kabupaten, dimana tidak hanya Kabupaten Pegunungan Bintang, tetapi juga 3 kabupaten lain yang bernasib serupa yakni Yahukimo, Nduga dan Yalimo.
“Semacam ada stigma bahwa kami yang dari wilayah ini tidak mampu. Untuk apa pemekaran provinsi kalau sama saja kami tidak diberdayakan. Kami akan minta Penjabat Gubernur Papua Pegunungan untuk mengkaji kembali kebijakannya dan mengakomodir secara adil seluruh kabupaten. Provinsi ini milik rakyat di 8 kabupaten itu, bukan hanya milik suku tertentu,”Pungkasnya. (roy/gin).