Friday, December 19, 2025
26.1 C
Jayapura

Minimnya Perda Perlindungan Perempuan dan Anak Jadi Hambatan Paling Besar

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi V DPR Papua, Dina Rumbiak, menilai bahwa persoalan perempuan dan anak di Papua bukan hanya tanggung jawab satu instansi.

“Data yang disampaikan DP3AKB menunjukkan situasi yang sangat serius. Ini tanggung jawab kita semua pemerintah daerah, DPRP, aparat, lembaga agama, dan keluarga,” ujarnya.

Dina menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan perhatian khusus, terutama dalam dukungan anggaran dan kebijakan strategis. “Komisi V DPRP akan mendorong agar ada alokasi anggaran dan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Masalah perempuan dan anak di Papua harus diatasi secara menyeluruh,” tegasnya.

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Dwita Handayani, menambahakan fenomena ini sangat memprihatinkan. Dari laporan DP3AKB, banyak anak dan perempuan muda terlibat prostitusi online karena faktor ekonomi. “Tingginya angka pengangguran membuat mereka memilih jalan pintas bekerja di dunia malam,” ungkap Dwita.

Baca Juga :  Saat Upaya Hukum Sudah Tidak Bisa Lagi, Buku Jadi Bentuk Perlawanan

Menurut Dwita, persoalan prostitusi online tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah atau DPRP semata. “Kita tidak bisa bekerja sendiri. Masalah ini memerlukan kolaborasi semua pihak pemerintah, DPRP, tokoh agama, lembaga adat, hingga keluarga agar dapat ditangani secara menyeluruh,” tegasnya.

Dwita juga menyinggung penutupan kawasan Tanjung Elmo di Kabupaten Jayapura yang dahulu dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Papua. Menurutnya, meski kawasan tersebut telah ditutup, aktivitas prostitusi tidak berhenti justru berpindah ke lokasi-lokasi tersembunyi.

“Sebelumnya di Tanjung Elmo masih ada pembatasan usia bagi pekerjanya. Namun setelah ditutup, para penyedia layanan prostitusi kini berpindah ke rumah kos, hotel, atau tempat yang bersifat short time,” jelasnya.

Baca Juga :  Berjalan Tanpa Kendala, Gunakan HP Android Untuk Ujian Online

Ia mengingatkan, fenomena ini membawa dampak sosial yang luas, mulai dari peningkatan kasus HIV/AIDS, pernikahan dini, hingga kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Masalah ini punya efek domino. Jika tidak segera ditangani, akan merusak generasi muda Papua,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi V DPR Papua, Dina Rumbiak, menilai bahwa persoalan perempuan dan anak di Papua bukan hanya tanggung jawab satu instansi.

“Data yang disampaikan DP3AKB menunjukkan situasi yang sangat serius. Ini tanggung jawab kita semua pemerintah daerah, DPRP, aparat, lembaga agama, dan keluarga,” ujarnya.

Dina menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan perhatian khusus, terutama dalam dukungan anggaran dan kebijakan strategis. “Komisi V DPRP akan mendorong agar ada alokasi anggaran dan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Masalah perempuan dan anak di Papua harus diatasi secara menyeluruh,” tegasnya.

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Dwita Handayani, menambahakan fenomena ini sangat memprihatinkan. Dari laporan DP3AKB, banyak anak dan perempuan muda terlibat prostitusi online karena faktor ekonomi. “Tingginya angka pengangguran membuat mereka memilih jalan pintas bekerja di dunia malam,” ungkap Dwita.

Baca Juga :  Poliklinik Tutup Satu Minggu, IGD Tetap Beroperasi Normal 24 Jam

Menurut Dwita, persoalan prostitusi online tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah atau DPRP semata. “Kita tidak bisa bekerja sendiri. Masalah ini memerlukan kolaborasi semua pihak pemerintah, DPRP, tokoh agama, lembaga adat, hingga keluarga agar dapat ditangani secara menyeluruh,” tegasnya.

Dwita juga menyinggung penutupan kawasan Tanjung Elmo di Kabupaten Jayapura yang dahulu dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Papua. Menurutnya, meski kawasan tersebut telah ditutup, aktivitas prostitusi tidak berhenti justru berpindah ke lokasi-lokasi tersembunyi.

“Sebelumnya di Tanjung Elmo masih ada pembatasan usia bagi pekerjanya. Namun setelah ditutup, para penyedia layanan prostitusi kini berpindah ke rumah kos, hotel, atau tempat yang bersifat short time,” jelasnya.

Baca Juga :  Saat Upaya Hukum Sudah Tidak Bisa Lagi, Buku Jadi Bentuk Perlawanan

Ia mengingatkan, fenomena ini membawa dampak sosial yang luas, mulai dari peningkatan kasus HIV/AIDS, pernikahan dini, hingga kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Masalah ini punya efek domino. Jika tidak segera ditangani, akan merusak generasi muda Papua,” ujarnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya