Sisi Lain dari Berkembangnya Wisata Pantai di Sepanjang Holtekamp
Sejak dibangunnya jembatan merah di Teluk Youtefa, kini dua daratan yakni Hamadi dan Holtekamp sudah terhubung. Dampaknya pun luar biasa, dan mempercepat atau memperpendek jangkauan menuju Distrik Muara Tami, dan berkembangnya wisata pantai. Namun ternyata ada dampak lain, yang perlu diantisipasi.
Laporan: Robert Mboik Jayapura
Kawasan Pantai Holtekamp menjadi salah satu destinasi wisata pantai yang cukup menarik di Kota Jayapura. Pantai Holtekamp selalu ramai dikunjungi pada waktu akhir pekan atau hari-hari libur. Namun di balik keindahannya, pantai ini menyimpan misteri, selama ini sudah banyak pengunjung yang mengalami kecelakaan, tenggelam bahkan hilang terseret arus laut.
Peristiwa demi peristiwa yang terjadi, ternyata tidak menyurutkan warga untuk mengunjungi tempat itu. Di sisi lain, para pengelola berharap ada perhatian pemerintah, misalnya membangun pemecah ombak seperti di pantai Hamadi.
Sejak adanya jembatan Youtefa dampak yang cukup berkembang adalah berkembangnya pariwisata pantai. Jika selama ini hanya pantai Hamadi dan Base G, kini sepanjang Holtekamp ini justru berkembang lebih pesat. Banyak usaha kuliner, café hingga penginapan dibangun.
Sebelum dibangunnya jembatan Merah Youtefa, kawasan itu tidak lebih dari hamparan daratan tepian pantai yang jadi pembatas teluk Youtefa yang bermukim warga Kampung Tobati dan Engros, dengan Teluk Yos Sudarso yang berhadapan langsung dengan Samudra Pasifik.
Memiliki panorama alam yang indah, pesisir pantai berpasir memang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berkunjung ke tempat itu. Meski begitu kawasan pantai ini juga menyimpan sejuta misteri. Ancaman bahaya keselamatan nyawa pengunjung juga menjadi bagian lain yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Berbagai anggapanpun bermunculan, termasuk cerita mistis selalu dikaitkan dengan peristiwa yang selalu terjadi selama ini. Pemerintah sebenarnya tidak tutup mata mengenai persoalan ini. Melalui instansi teknis seperti BPBD misalnya, mereka baru sebatas melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui sumber daya yang disiapkan. Tapi, faktanya hal itu tidak cukup untuk mencegah atau mengantisipasi kejadian bencana kecelakaan laut serupa untuk tidak lagi terjadi.
Salah satu pengelola pantai Holtekamp, Sergius Hisage, mengemukakan pendapatnya, bahwa peristiwa atau kejadian orang tenggelam di kawasan pantai itu selama ini lebih kepada kurang waspadanya setiap pengunjung. Misalnya pada saat berenang atau mandi para pengunjung cenderung untuk menjauh lagi dari garis pantai.
“Yang salah itu manusia sendiri, mereka berenang sampai ke dalam, keluar dari batas aman ke tempat yang berbahaya,” kata Sergius Hisage, Senin (26/8).
Setiap pengunjung semestinya mematuhi aturan tersebut, itu merupakan yang diberlakukan secara alami. Di mana jika kaki sudah tidak bisa lagi menyentuh dasar pantai maka semestinya pengunjung tidak boleh lagi untuk terus berenang terlalu jauh ke dalam.
Karena arus pantai di kawasan itu memang cukup kuat. Kemudian mengenai anggapan bahwa dasar pantai itu curam dan berlumpur, sebenarnya itu juga belum bisa dijelaskan. Karena sejauh ini tidak pernah dilakukan pengecekan atau pengukuran untuk memastikan dasar dari kawasan pantai tersebut, termasuk material didasarnya, apakah berpasir, bebatuan atau lumpur.
“Itu tidak tahu, karena belum ada orang yang mengukur itu,” katanya.
Harus diakui bahwa tempat itu saat ini merupakan salah satu tempat wisata yang cukup ramai dikunjungi di Kota Jayapura. Karena itu semestinya pemerintah mulai dari tingkat pusat provinsi maupun Kota Jayapura harus memberikan kenyamanan bagi para pengunjung.
Misalnya dengan membangun balok beton pemecah ombak seperti yang sudah dibangun pemerintah di kawasan pantai Hamadi. Menurutnya arus laut di kawasan pesisir pantai Hamadi dan Holtekam tidak berbeda jauh, namun saat ini berbeda setelah pemerintah membangun balok beton pemecah ombak di kawasan pesisir pantai Hamadi.
Menutup kawasan itu dari kegiatan pariwisata bukan solusi yang tepat, karena itu dia berharap pemerintah perlu bekerjasama untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Mengambil langkah yang tepat bisa mengantisipasi persoalan yang ada agar kejadian serupa tidak terus terjadi.
Sementara itu, Pemkot Jayapura melalui BPBD sudah mengambil langkah, misalnya dengan terus memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Selain itu, BPBD juga terus melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait untuk mengatasi hal tersebut.
Kemudian untuk penanganan jangka panjangnya ditahun anggaran 2025 nanti, pihaknya sudah menganggarkan untuk pengadaan cincin pelampung, yang akan dibagikan kepada masyarakat pengelola pantai wisata sepanjang pantai tersebut.
“Agar ketika terjadi musibah, maka pelampung tersebut bisa digunakan oleh masyarakat untuk melakukan pertolongan pertama,” Kata kepala BPBD Kota Jayapura Asep Khalid. (*/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos