Thursday, April 25, 2024
27.7 C
Jayapura

Kini Bingung Cari Dana untuk Berobat Ibu dan Kelahiran Anak

Di Kabupaten dengan Kasus PMK Terbanyak, Satu Per Satu Tabungan Hidup Itu Musnah

Minimnya sosialisasi tentang penanganan sapi yang kena penyakit mulut dan kuku membuat para peternak mencoba beragam formula: dari kunir, air kelapa, larutan penyegar, sampai formalin. ”Kalau ada ganti berapa pun untuk sapi yang mati, kami mau,” kata salah seorang peternak di Kabupaten Probolinggo.

Edi Susilo, Kabupaten Probolinggo

SAPINYA yang kedua mati Sabtu (25/6) lalu akibat penyakit mulut dan kuku (PMK). Tenaga dan semangat Ahmad Soim pun seolah ikut lenyap bersamanya. Jarum jam telah sampai angka 09.00 kemarin (26/6) pagi, dia masih terpekur di sofa rumahnya.

”Biasanya jam segini ke sawah nyari rumput. Tapi, sekarang nggak lagi, wong sapinya tinggal satu,” kata warga Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, itu.

PMK menyerang Desa Besuk dalam dua bulan terakhir. Merenggut satu per satu sapi ternak warga.

Padahal, sapi bagi warga Besuk adalah tabungan hidup. Dipergunakan untuk berbagai kebutuhan mendesak dan butuh biaya besar. Entah membeli pupuk, selamatan, maupun ketika keluarga menggelar acara pernikahan. Sapi menjadi solusi mengatasi cekaknya dana yang dipunyai para petani.

Dan, Soim kini merasakan itu. Dua sapi berjenis limosin dan simental yang mati miliknya jika dijual bisa laku Rp 45 juta. Rencananya, tabungan itu dipergunakan untuk berobat sang ibu yang terkena gangguan penglihatan.

Juga persiapan bersalin sang istri yang kini mengandung delapan bulan. ”Waktu lahir anak pertama, operasi Caesar. Saya jaga-jaga kalau anak kedua ini juga diminta operasi,” papar lelaki 29 tahun itu ketika ditemui Jawa Pos di rumahnya kemarin.

Tapi, harapan itu pupus ketika sapi jantan miliknya mati Sabtu lalu. Kini Soim dan ayahnya, Amir, hanya punya seekor sapi. Yang juga baru saja sembuh dari PMK. Sapi itu dibeli dua bulan lalu dari hasil pinjaman bank.

Baca Juga :  Dorong OAP Port Numbay Bisa Jadi Pemimpin dan Bantu Sukseskan 4 Program

Kini pinjaman bank Rp 17,5 juta itulah yang membuat pikirannya tambah kalut. Jatuh tempo pembayaran kurang empat bulan lagi. Dan, keluarganya tak punya uang untuk menebus pinjaman yang jaminannya sertifikat tanah itu.

”Kalau mentok tak punya uang, terpaksa motor saya jual,” keluhnya.

Jawa Timur (Jatim) adalah provinsi dengan jumlah kasus PMK terbanyak. Data dari Posko Terpadu PMK pada Hewan Pemprov Jatim menunjukkan, jumlah PMK terus bertambah. Per Sabtu (25/6) total sudah ada 114.205 sapi yang terpapar.

Dari jumlah tersebut, per 26 Juni, Kabupaten Probolinggo menempati urutan pertama dengan 11.407 kasus. Dan, Bantaran merupakan satu di antara tiga kecamatan paling parah terpapar PMK.

Per Selasa (21/6) pekan lalu, terdapat total populasi 21.533 sapi potong di kecamatan tersebut. Sebanyak 1.414 di antaranya terpapar virus.

Sebelum sapinya mati lemas, Soim mengaku berbagai upaya telah ditempuh agar bisa sembuh. Mulai jamu kunir dan asam sampai berbagai macam obat yang dia sendiri sebenarnya tak yakin mujarabnya.

”Kunir selama tiga sapi saya sakit sudah habis setengah kuintal,” paparnya.

Belum lagi larutan penyegar hingga formalin untuk mengobati liur di mulut dan kuku sapi yang mengelupas. Memang selama diobati beragam cara itu, sapinya sempat membaik. Tapi, selang beberapa hari, kondisinya kembali drop dan akhirnya mati di kandang.

”Ini yang sampai sekarang saya dan teman-teman pemilik sapi bingungkan,” ucapnya.

Mereka tidak tahu secara pasti kapan sapi bisa dinyatakan sembuh dari PMK. Banyak peternak di desanya yang merasa virus bisa menyerang lagi setelah sapi sakit dan sembuh.

Sosialisasi pemerintah mengenai solusi dan penanganan sapi itulah yang kini diperlukan Soim dan para peternak lain. Termasuk pengobatan paten bagi sapi yang sakit agar tidak lagi memakai formula coba-coba. Selain menghabiskan biaya, kondisi sapi bisa makin parah.

Baca Juga :  Ngerti Jokowi Ada di Solo karena Ditongkrongi Paspampres

Dia berharap nestapa peternak itu mendapat perhatian dari pemerintah. Termasuk jika ada wacana kompensasi untuk sapi yang dimusnahkan akibat wabah ini. ”Kalau ada ganti berapa pun, kami mau. Paling tidak bisa menutupi kebutuhan dan membayar utang,” harapnya.

Sebab, yang merugi sebenarnya bukan hanya mereka yang kehilangan sapi. Banyak tetangga Soim yang harus melepas ternak dengan harga murah karena khawatir keburu mati.

Di antaranya, Sutik. Dia harus melepas sapi jantannya dengan harga Rp 11,5 juta. Padahal, dia membeli sapi tersebut seharga Rp 21,5 juta. Rugi besar. ”Tapi, daripada mati, mending tak jual. Karena sudah sakit juga,” ucapnya.

Devi Rosalinda, petani lain asal Desa Gunung Tugel, Bantaran, Kabupaten Probolinggo, juga telah kehilangan dua sapi. Satu sapi betina yang bunting delapan bulan dan satu sapi anakan yang baru berusia empat hari.

Beruntung, kemarin sapi yang tinggal seekor miliknya sembuh. Kaki sapi yang luka telah kering. Sudah doyan memamah rumput dan kelobot jagung pula.

Di desanya, Devi menyebut semua peternak kini menunggu uluran pemerintah. Khususnya soal penanganan dan obat yang harus diberikan.

”Sosialisasi di desa ini setahu saya belum ada, Pak. Mantri baru datang setelah sapi saya mati. Lainnya, sapi yang sakit baru disuntik,” katanya.

Ma’ruf, peternak lain dari Desa Gunung Tugel, juga merasakan dampak PMK yang menyerang tujuh sapi milik keluarganya. Beruntung, tidak ada yang mati meski sakit selama tiga pekan.

Tapi, bukan berarti kecemasannya telah pergi. Pengalaman sejumlah koleganya sesama peternak, ternak yang dianggap sembuh ternyata bisa drop lagi. Apalagi, seekor ternaknya juga masih sakit. ”Kakinya bengkak dan luka,” katanya. (*/c19/ttg/JPG)

Di Kabupaten dengan Kasus PMK Terbanyak, Satu Per Satu Tabungan Hidup Itu Musnah

Minimnya sosialisasi tentang penanganan sapi yang kena penyakit mulut dan kuku membuat para peternak mencoba beragam formula: dari kunir, air kelapa, larutan penyegar, sampai formalin. ”Kalau ada ganti berapa pun untuk sapi yang mati, kami mau,” kata salah seorang peternak di Kabupaten Probolinggo.

Edi Susilo, Kabupaten Probolinggo

SAPINYA yang kedua mati Sabtu (25/6) lalu akibat penyakit mulut dan kuku (PMK). Tenaga dan semangat Ahmad Soim pun seolah ikut lenyap bersamanya. Jarum jam telah sampai angka 09.00 kemarin (26/6) pagi, dia masih terpekur di sofa rumahnya.

”Biasanya jam segini ke sawah nyari rumput. Tapi, sekarang nggak lagi, wong sapinya tinggal satu,” kata warga Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, itu.

PMK menyerang Desa Besuk dalam dua bulan terakhir. Merenggut satu per satu sapi ternak warga.

Padahal, sapi bagi warga Besuk adalah tabungan hidup. Dipergunakan untuk berbagai kebutuhan mendesak dan butuh biaya besar. Entah membeli pupuk, selamatan, maupun ketika keluarga menggelar acara pernikahan. Sapi menjadi solusi mengatasi cekaknya dana yang dipunyai para petani.

Dan, Soim kini merasakan itu. Dua sapi berjenis limosin dan simental yang mati miliknya jika dijual bisa laku Rp 45 juta. Rencananya, tabungan itu dipergunakan untuk berobat sang ibu yang terkena gangguan penglihatan.

Juga persiapan bersalin sang istri yang kini mengandung delapan bulan. ”Waktu lahir anak pertama, operasi Caesar. Saya jaga-jaga kalau anak kedua ini juga diminta operasi,” papar lelaki 29 tahun itu ketika ditemui Jawa Pos di rumahnya kemarin.

Tapi, harapan itu pupus ketika sapi jantan miliknya mati Sabtu lalu. Kini Soim dan ayahnya, Amir, hanya punya seekor sapi. Yang juga baru saja sembuh dari PMK. Sapi itu dibeli dua bulan lalu dari hasil pinjaman bank.

Baca Juga :  Persaudaraan Hanya Bisa Terbagi Ketika Cinta Kasih Terpelihara

Kini pinjaman bank Rp 17,5 juta itulah yang membuat pikirannya tambah kalut. Jatuh tempo pembayaran kurang empat bulan lagi. Dan, keluarganya tak punya uang untuk menebus pinjaman yang jaminannya sertifikat tanah itu.

”Kalau mentok tak punya uang, terpaksa motor saya jual,” keluhnya.

Jawa Timur (Jatim) adalah provinsi dengan jumlah kasus PMK terbanyak. Data dari Posko Terpadu PMK pada Hewan Pemprov Jatim menunjukkan, jumlah PMK terus bertambah. Per Sabtu (25/6) total sudah ada 114.205 sapi yang terpapar.

Dari jumlah tersebut, per 26 Juni, Kabupaten Probolinggo menempati urutan pertama dengan 11.407 kasus. Dan, Bantaran merupakan satu di antara tiga kecamatan paling parah terpapar PMK.

Per Selasa (21/6) pekan lalu, terdapat total populasi 21.533 sapi potong di kecamatan tersebut. Sebanyak 1.414 di antaranya terpapar virus.

Sebelum sapinya mati lemas, Soim mengaku berbagai upaya telah ditempuh agar bisa sembuh. Mulai jamu kunir dan asam sampai berbagai macam obat yang dia sendiri sebenarnya tak yakin mujarabnya.

”Kunir selama tiga sapi saya sakit sudah habis setengah kuintal,” paparnya.

Belum lagi larutan penyegar hingga formalin untuk mengobati liur di mulut dan kuku sapi yang mengelupas. Memang selama diobati beragam cara itu, sapinya sempat membaik. Tapi, selang beberapa hari, kondisinya kembali drop dan akhirnya mati di kandang.

”Ini yang sampai sekarang saya dan teman-teman pemilik sapi bingungkan,” ucapnya.

Mereka tidak tahu secara pasti kapan sapi bisa dinyatakan sembuh dari PMK. Banyak peternak di desanya yang merasa virus bisa menyerang lagi setelah sapi sakit dan sembuh.

Sosialisasi pemerintah mengenai solusi dan penanganan sapi itulah yang kini diperlukan Soim dan para peternak lain. Termasuk pengobatan paten bagi sapi yang sakit agar tidak lagi memakai formula coba-coba. Selain menghabiskan biaya, kondisi sapi bisa makin parah.

Baca Juga :  Kali Kedua Jadi Dandim yang Lebih Kedepankan Kualitas Teritorial

Dia berharap nestapa peternak itu mendapat perhatian dari pemerintah. Termasuk jika ada wacana kompensasi untuk sapi yang dimusnahkan akibat wabah ini. ”Kalau ada ganti berapa pun, kami mau. Paling tidak bisa menutupi kebutuhan dan membayar utang,” harapnya.

Sebab, yang merugi sebenarnya bukan hanya mereka yang kehilangan sapi. Banyak tetangga Soim yang harus melepas ternak dengan harga murah karena khawatir keburu mati.

Di antaranya, Sutik. Dia harus melepas sapi jantannya dengan harga Rp 11,5 juta. Padahal, dia membeli sapi tersebut seharga Rp 21,5 juta. Rugi besar. ”Tapi, daripada mati, mending tak jual. Karena sudah sakit juga,” ucapnya.

Devi Rosalinda, petani lain asal Desa Gunung Tugel, Bantaran, Kabupaten Probolinggo, juga telah kehilangan dua sapi. Satu sapi betina yang bunting delapan bulan dan satu sapi anakan yang baru berusia empat hari.

Beruntung, kemarin sapi yang tinggal seekor miliknya sembuh. Kaki sapi yang luka telah kering. Sudah doyan memamah rumput dan kelobot jagung pula.

Di desanya, Devi menyebut semua peternak kini menunggu uluran pemerintah. Khususnya soal penanganan dan obat yang harus diberikan.

”Sosialisasi di desa ini setahu saya belum ada, Pak. Mantri baru datang setelah sapi saya mati. Lainnya, sapi yang sakit baru disuntik,” katanya.

Ma’ruf, peternak lain dari Desa Gunung Tugel, juga merasakan dampak PMK yang menyerang tujuh sapi milik keluarganya. Beruntung, tidak ada yang mati meski sakit selama tiga pekan.

Tapi, bukan berarti kecemasannya telah pergi. Pengalaman sejumlah koleganya sesama peternak, ternak yang dianggap sembuh ternyata bisa drop lagi. Apalagi, seekor ternaknya juga masih sakit. ”Kakinya bengkak dan luka,” katanya. (*/c19/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya