Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Kini Miliki 11,5 Hektar Lahan Cabai, Ingin Jadikan Nimbokrang Daerah Icon Cabe

Melihat Aktivitas Sehari-hari Mantan Wabup Jayapura, Giri Wijayantoro

Siapa yang tidak kenal Giri Wijayantoro. Bagi publik di Kabupaten Jayapura hampir semua kalangan cukup mengenalnya.  Bukan saja  karena dia sebagai mantan Wakil Bupati Jayapura, tetapi lebih daripada itu, sosok Giri Wijayantoro merupakan salah satu tokoh yang sangat merakyat dan sederhana. Kini setelah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Bupati Jayapura,  banyak pihak yang bertanya-tanya, ke mana atau apa saja aktivitasnya saat ini.

Laporan : Robert Mboik-Sentani

Lalu lintas kendaraan di Kota Sentani pada  Jumat (24/2), cukup ramai dan padat. Tidak seperti hari-hari biasanya,  ya mungkin  karena cuaca cukup cerah dan panas setelah beberapa hari sebelumnya mendung dan selalu hujan sedang sampai ringan.  Seperti biasa, sayapun masih dengan aktivitas saya sebagai wartawan, mencari dan meliput berita.

Di tengah cukup padatnya lalu lintas kendaraan di jalan utama Kota Sentani saya mencoba untuk menepi tepatnya di depan garasi Hotel Marbau, milik mantan wakil Bupati Jayapura Giri Wijayantoro.  Terlintas dalam benak saya tentang sosok mantan Wabup Jayapura itu dan saya pun bertanya-tanya apa aktivitasnya saat ini.

  Tidak menunggu lama, saya kemudian menelponnya.  Tak lama berdering, panggilanku pun langsung di sahut oleh sosok mantan pejabat yang terkenal sangat supel dan sederhana itu.

“Selamat siang, kalau bapa dirumah boleh saya merapat,” ujarku seolah tidak memberinya kesempatan membalas salamku.

Mantan orang nomor dua di Kabupaten Jayapura itu kemudian mempersilahkan saya  masuk ke rumahnya yang diakses melalui pintu samping hotel miliknya itu.  Ini adalah kali pertama kami bertemu lagi setelah beliau tidak lagi menjabat sebagai Wakil Bupati Jayapura pada Desember 2022 yang lalu. 

Baca Juga :  Diharapkan Beri Dampak Positif, Terutama Pemerataan Sarana Pendidikan

Tidak ada yang berubah secara signifikan dari penampilan dan gayanya,  masih seperti sebelumnya. Gayanya yang sederhana dan khas, bungkusan rokok Dunhil yang selalu melekat dalam genggamannya seolah menjadi ciri khasnya.

Apakabar bapa, aku bertanya memulai percakapan kami. Baik-baik saja, bet,” ujatnya menyahut.

Banyak hal yang kami perbincangkan di waktu yang terbatas,  itu namun saya sangat terkesima dengan kegiatannya saat ini. Di mana sejak Desember 2022 lalu, dia sudah mengalihkan seluruh perhatian dan fokusnya pada usaha pertanian cabai di Distrik Nimbokrang. Dia mengatakan saat ini lebih dari 11 hektar cabai yang sudah digarapnya. Bahkan ditiga bulan pertama sudah panen dengan hasil yang sangat memuaskan.

Singkat cerita dia mengisahkan setelah dirinya tidak lagi menjabat sebagai Wakil Bupati Jayapura,  dia melihat di Kabupaten Jayapura memiliki  lahan tidur yang tidak dimanfaatkan dan itu  sangat luas.  Karena itu dia langsung tancap gas, lahan tidur itu kemudian diubahnya menjadi lahan produktif.  Di awal prosesnya dia berpikir bagaimana mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang relatif pendek, tentunya mengolah lahan pertanian dengan komoditas yang memang sangat dibutuhkan dimasyarakat.

“Artinya kerja sekarang dalam beberapa bulan sudah bisa menghasilkan uang. Untuk menghasilkan uang maka kita yang lebih mudah berpikir pertanian di holtikultura.  Oleh sebab itu mulai Desember saya bertani cabe.  Itu luasannya sekarang sekitar 11,5 hektar,” katanya.

Dari 11,5 ha itu, ditanami beberapa varitas cabe. Karena jika ditanami satu varitas saja, belum tentu cocok ditanam di satu daerah.

Dia ingin memotivasi seluruh masyarakat petani atau orang yang tidak mempunyai pekerjaan supaya tidak gengsi menggeluti profesi sebagai petani.  Karena baginya petani boleh saja tidak keren dari sisi penampilan tetapi saldo rekening tidak boleh kosong.

Baca Juga :  Progres Program di DP2KP di Atas 90 Persen

Bahkan dia bermimpi untuk menjadikan wilayah Nimbokrang sebagai daerah icon cabe di Papua, dan tentunya cabe-cabe yang dihasilkan juga harus memiliki kualitas yang sangat baik untuk dipasarkan. Pasaranyapun harus luas dan harus mampu menjangkau seluruh wilayah Papua bahkan keluar dari Papua. Katanya, ini bukan sekedar mimpi, karena di Kabupaten Jayapura   memiliki bandara yang merupakan tempat untuk distribusi barang dan jasa.

“Ini modal besar untuk kita dan kita harus bisa mengisinya dengan hal-hal yang sederhana, tetapi mempunyai keuntungan besar,” ujarnya.

Menurutnya, sejauh ini untuk memenuhi kebutuhan cabe di Papua sebagian besarnya masih didatangkan dari luar Papua seperti Makassar. Meskipun ada juga  yang didatangkan dari Merauke dan Nabire.

Dia menggambarkan hasil berocok taman cabai,  berdasarkan pengalamanya saat ini dalam satu hektar itu ditanami 15 ribu pohon cabai. Dalam satu pohon hasilnya dirata-ratakan menghasilkan paling sedikit  1,7 kg . Kemudian dikalikan Rp 35 ribu per kg untuk harga cabai keriting. Berarti dalam satu hektar itu menghasilkan uang lebih dari 500 juta dalam satu tahun.  Bagaimana jika masyarakat menggarap lahan lebih dari satu hektar.

“Itu baru cabai keriting, bagaimana kalau cabai kecil. Disini kita cukup kalikan per kg  Rp 50 ribu, berapa uang yang kita dapat. Walaupun selama ini cabai kecil tidak pernah kurang dari Rp 50 ribu per kg . Sekarang saya punya 11,5 ha, saya masih mau tambah lagi per tiga bulan sekitar 10 ha. Karena disini masih banyak lahan tidur,  jadi mari kita maksimalkan,” pungkasnya. (roy/ary)

Melihat Aktivitas Sehari-hari Mantan Wabup Jayapura, Giri Wijayantoro

Siapa yang tidak kenal Giri Wijayantoro. Bagi publik di Kabupaten Jayapura hampir semua kalangan cukup mengenalnya.  Bukan saja  karena dia sebagai mantan Wakil Bupati Jayapura, tetapi lebih daripada itu, sosok Giri Wijayantoro merupakan salah satu tokoh yang sangat merakyat dan sederhana. Kini setelah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Bupati Jayapura,  banyak pihak yang bertanya-tanya, ke mana atau apa saja aktivitasnya saat ini.

Laporan : Robert Mboik-Sentani

Lalu lintas kendaraan di Kota Sentani pada  Jumat (24/2), cukup ramai dan padat. Tidak seperti hari-hari biasanya,  ya mungkin  karena cuaca cukup cerah dan panas setelah beberapa hari sebelumnya mendung dan selalu hujan sedang sampai ringan.  Seperti biasa, sayapun masih dengan aktivitas saya sebagai wartawan, mencari dan meliput berita.

Di tengah cukup padatnya lalu lintas kendaraan di jalan utama Kota Sentani saya mencoba untuk menepi tepatnya di depan garasi Hotel Marbau, milik mantan wakil Bupati Jayapura Giri Wijayantoro.  Terlintas dalam benak saya tentang sosok mantan Wabup Jayapura itu dan saya pun bertanya-tanya apa aktivitasnya saat ini.

  Tidak menunggu lama, saya kemudian menelponnya.  Tak lama berdering, panggilanku pun langsung di sahut oleh sosok mantan pejabat yang terkenal sangat supel dan sederhana itu.

“Selamat siang, kalau bapa dirumah boleh saya merapat,” ujarku seolah tidak memberinya kesempatan membalas salamku.

Mantan orang nomor dua di Kabupaten Jayapura itu kemudian mempersilahkan saya  masuk ke rumahnya yang diakses melalui pintu samping hotel miliknya itu.  Ini adalah kali pertama kami bertemu lagi setelah beliau tidak lagi menjabat sebagai Wakil Bupati Jayapura pada Desember 2022 yang lalu. 

Baca Juga :  Diharapkan Beri Dampak Positif, Terutama Pemerataan Sarana Pendidikan

Tidak ada yang berubah secara signifikan dari penampilan dan gayanya,  masih seperti sebelumnya. Gayanya yang sederhana dan khas, bungkusan rokok Dunhil yang selalu melekat dalam genggamannya seolah menjadi ciri khasnya.

Apakabar bapa, aku bertanya memulai percakapan kami. Baik-baik saja, bet,” ujatnya menyahut.

Banyak hal yang kami perbincangkan di waktu yang terbatas,  itu namun saya sangat terkesima dengan kegiatannya saat ini. Di mana sejak Desember 2022 lalu, dia sudah mengalihkan seluruh perhatian dan fokusnya pada usaha pertanian cabai di Distrik Nimbokrang. Dia mengatakan saat ini lebih dari 11 hektar cabai yang sudah digarapnya. Bahkan ditiga bulan pertama sudah panen dengan hasil yang sangat memuaskan.

Singkat cerita dia mengisahkan setelah dirinya tidak lagi menjabat sebagai Wakil Bupati Jayapura,  dia melihat di Kabupaten Jayapura memiliki  lahan tidur yang tidak dimanfaatkan dan itu  sangat luas.  Karena itu dia langsung tancap gas, lahan tidur itu kemudian diubahnya menjadi lahan produktif.  Di awal prosesnya dia berpikir bagaimana mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang relatif pendek, tentunya mengolah lahan pertanian dengan komoditas yang memang sangat dibutuhkan dimasyarakat.

“Artinya kerja sekarang dalam beberapa bulan sudah bisa menghasilkan uang. Untuk menghasilkan uang maka kita yang lebih mudah berpikir pertanian di holtikultura.  Oleh sebab itu mulai Desember saya bertani cabe.  Itu luasannya sekarang sekitar 11,5 hektar,” katanya.

Dari 11,5 ha itu, ditanami beberapa varitas cabe. Karena jika ditanami satu varitas saja, belum tentu cocok ditanam di satu daerah.

Dia ingin memotivasi seluruh masyarakat petani atau orang yang tidak mempunyai pekerjaan supaya tidak gengsi menggeluti profesi sebagai petani.  Karena baginya petani boleh saja tidak keren dari sisi penampilan tetapi saldo rekening tidak boleh kosong.

Baca Juga :  Habis Hujan, Endapan Material Menumpuk, Debu Beterbangan

Bahkan dia bermimpi untuk menjadikan wilayah Nimbokrang sebagai daerah icon cabe di Papua, dan tentunya cabe-cabe yang dihasilkan juga harus memiliki kualitas yang sangat baik untuk dipasarkan. Pasaranyapun harus luas dan harus mampu menjangkau seluruh wilayah Papua bahkan keluar dari Papua. Katanya, ini bukan sekedar mimpi, karena di Kabupaten Jayapura   memiliki bandara yang merupakan tempat untuk distribusi barang dan jasa.

“Ini modal besar untuk kita dan kita harus bisa mengisinya dengan hal-hal yang sederhana, tetapi mempunyai keuntungan besar,” ujarnya.

Menurutnya, sejauh ini untuk memenuhi kebutuhan cabe di Papua sebagian besarnya masih didatangkan dari luar Papua seperti Makassar. Meskipun ada juga  yang didatangkan dari Merauke dan Nabire.

Dia menggambarkan hasil berocok taman cabai,  berdasarkan pengalamanya saat ini dalam satu hektar itu ditanami 15 ribu pohon cabai. Dalam satu pohon hasilnya dirata-ratakan menghasilkan paling sedikit  1,7 kg . Kemudian dikalikan Rp 35 ribu per kg untuk harga cabai keriting. Berarti dalam satu hektar itu menghasilkan uang lebih dari 500 juta dalam satu tahun.  Bagaimana jika masyarakat menggarap lahan lebih dari satu hektar.

“Itu baru cabai keriting, bagaimana kalau cabai kecil. Disini kita cukup kalikan per kg  Rp 50 ribu, berapa uang yang kita dapat. Walaupun selama ini cabai kecil tidak pernah kurang dari Rp 50 ribu per kg . Sekarang saya punya 11,5 ha, saya masih mau tambah lagi per tiga bulan sekitar 10 ha. Karena disini masih banyak lahan tidur,  jadi mari kita maksimalkan,” pungkasnya. (roy/ary)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya