Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Pemerintah Daerah  dan Masyarakat Adat Ambil Langkah Strategis

Menyimak Pemaparan  Pj Wali Kota Jayapura Dr Frans Pekey, MSi Dalam Sarasehan KMAN (Bagian II/Habis)   

Selain mengindentifikasi sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat di Papua, khususnya di Port Numbay, Penjabat Wali Kota Jayapura Dr Frans Pekey, MSi juga memaparkan sejumlah langkah strategi sebagai solusi. Baik dari pihak pemerintah, masyarakat adat maupun dari masyarakat non Papua.

Laporan: Priyadi_Jayapura

Dalam pemaparannya, Frans Pekey menyebut bahwa OAP/Port Numbay bertambah karena faktor kelahiran (Fertilitas), sedangkan Non OAP bertambah karena faktor Fertilitas dan migrasi.

  Soal kualitas/mutu sumber daya manusia, untuk kualitas SDM OAP diakui masih relatif  rendah akibat sejumlah faktor. Diantarnya seperti kurangnya asupan gizi, perilaku dan pola hidup yang kurang sehat, terbatasnya pelayanan kesehatan yang memadai, rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan ekonomi yang rendah, bahkan tidak menentu. Selain itu, juga  terbatasnya pemenuhan kebutuhan dasar lainnya seperti perumahan, air bersih, jaringan listrik, telekomunikasi serta sarana transportasi/perhubungan.

 Sedangkan masalah penyusutan/penurunan jumlah penduduk OAP/Port Numbay terjadi karena jumlah angka kelahiran (fertilitas) lebih sedikit dibandingkan dengan angka kematian (mortalitas), juga karena adanya migrasi penduduk masuk Papua secara massif yang menurunkan perbandingan jumlah penduduk secara keseluruhan.

   Kemajuan peradaban dan pesatnya Pembangunan di Papua dan khususnya di Kota Jayapura sebagai Ibu Kota Provinsi Papua saat ini memberikan dampak serius bagi keberadaan, eksistensi, dan kelangsungan hidup masyarakat adat Papua/Port Numbay,  yaitu terjadinya marginalisasi atau peminggiran dari ekologi/ hutan dan lahan, ekonomi, sosio demografi, sosial budaya, politik dan pemerintahan serta kaum perempuan.

   Marginalisasi ini semakin dalam terjadi karena masuknya migrasi penduduk non Papua secara massif di berbagai kota di Papua dan Kota Jayapura yang berdampak mendominasi/penguasaan lahan, area perkotaan, akses perdagangan dan jasa, politik dan pemerintahan, serta dunia usaha/swasta.

Baca Juga :  Siapkan Satu Bangsal, Khusus Untuk Para Caleg yang Depresi Berat

   Kondisi ini menggambarkan bahwa cepat ataupun lambat, suka ataupun tidak, sengaja ataupun tidak dan sadar ataupun tidak, tetapi yang pasti fenomena dan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di Papua sedang menggeserkan, meminggirkan dan bahkan membatasi masyarakat adat di Papua.

   Atau dengan kata lain masyarakat adat Papua/Port Numbay sedang tergeserkan,  terpinggirkan dan bahkan menjauh dari dinamika pembangunan dalam akses sosial dan budaya, akses ekonomi dan berusaha, akses politik dan pemerintahan, akses pelayanan dasar, dan akses infrastruktur dasar.

   Di sisi lain, marginalisasi juga menjadi sebab dan akibat terjadinya fenomena de-populasi masyarakat adat Papua dan masyarakat adat Port Numbay. Beberapa langkah atau solusi strategis yang harus dilakukan kedepan. Dimana untuk pemerintah daerah harus mengambil kebijakan dan program konkret  dalam memberikan perlindungan/proteksi,keberpihakan/afirmasi dan pemberdayaan/kemandirian kepada OAP/Port Numbay.

  Hal ini harus dilakukan secara terencana, terintegrasi, sistematis dan masif sesuai dengan Kearifan Lokal  dan berdasarkan amanat UU No 21 Tahun 2021 jo UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Otsus di Papua.

  Sementara utnuk Masyarakat Adat sendiri harus memperkuat kelembagaan adat, yaitu dengan mengembalikan keberadaannya sebagai simbol dan benteng untuk eksistensi hidup masyarakat adat, serta menata struktur pemerintahan adat yang telah lama hidup, namun terkikis akibat kemajuan zaman dewasa ini.

   Kalau di Port Numbay adalah Lembaga Keondoafian. Menggali, mengangkat dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya yang mendukung dan menyelamatkan kelangsungan hidup masyarakat adat Papua/ Port Numbay yang telah ditinggalkan dan dihilangkan  atau terhilang sebagai akibat dari peradaban keagamaan dan pembangunan saat ini untuk diakui dan diterima kembali, dihayati dan dilakukan dalam hidup setiap hari.

   Dan pada saatnya diperlukan adanya langkah Pemulihan atau Rekonsiliasi hubungan antara masyarakat adat dengan budayanya, alam sekitarnya, leluhurnya dan juga dengan Tuhan Allah Pencipta. Mempertahankan aset kepemilikan masyarakat adat seperti tanah dan hutan/dusun, dengan tidak dijual-belikan, tetapi dengan sistem kontrak atau sewa menyewa selama jangka waktu tertentu, melalui konsensus bersama masyarakat adat dan diformalkan dengan Peraturan Daerah oleh Pemerintah Daerah.

Baca Juga :  Motor Bisa Tempuh Jarak 100 Km Tiap Kali Baterai Penuh

  Untuk masyarakat sipil non Papua,  harus menghargai hak kesulungan serta memberikan akses sosial budaya, ekonomi, politik dan pemerintahan, dengan tidak mendominasi dan bahkan membatasi ruang bagi Orang Asli Papua Masyarakat OAP.

  Beberapa langkah yang perlu dilakukan bagi masyarakat non OAP, diantaranya adalah memperbaharui perilaku hidup dengan  cara menghargai, menghayati  dan menjalankan hidup untuk diri sendiri dan keluarganya menurut tatanan adat dan budayanya serta sesuai ajaran atau nilai-nilai agama yang dianut (Takut Tuhan).

  Selain itu, juga  melakukan pemulihan hubungan atau Rekonsiliasi hubungan dengan alam dan leluhur, dengan Tuhan Pencipta dan  dengan sesama manusia guna mendapatkan kehidupan yang layak, aman, nyaman dan berkelanjutan  dari generasi ke generasi serta selamat di dunia dan di Akhirat.

  “Segala langkah dan upaya tersebut  dapat dilakukan secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran serta komitmen yang tinggi dan secara konsisten oleh semua pihak,”ungkapnya.

  Dengan begitu, dipastikan kita semua akan mampu membangun dan menyelamatkan masyarakat adat Papua  dan khususnya masyarakat adat  Port Numbay dari De-Populasi menuju Re-Populasi/Populasi+/Re-generasi  dan dari Marginalisasi menuju De-Marginalisasi di Tanah Papua/ Bumi Port Numbay dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  “Akhirnya Sa, ko, kamu dan kitong semua bertanggung jawab untuk selamatkan masa depan generasi Papua dan generasi Port Numbay. Kalau bukan sekarang kapan lagi, dan kalau bukan kita sendiri memulai siapa lagi yang kita harapkan, dalam semangat motto Pembangunan Kota Jayapura.” pungkasnya.  (*/tri)

Menyimak Pemaparan  Pj Wali Kota Jayapura Dr Frans Pekey, MSi Dalam Sarasehan KMAN (Bagian II/Habis)   

Selain mengindentifikasi sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat di Papua, khususnya di Port Numbay, Penjabat Wali Kota Jayapura Dr Frans Pekey, MSi juga memaparkan sejumlah langkah strategi sebagai solusi. Baik dari pihak pemerintah, masyarakat adat maupun dari masyarakat non Papua.

Laporan: Priyadi_Jayapura

Dalam pemaparannya, Frans Pekey menyebut bahwa OAP/Port Numbay bertambah karena faktor kelahiran (Fertilitas), sedangkan Non OAP bertambah karena faktor Fertilitas dan migrasi.

  Soal kualitas/mutu sumber daya manusia, untuk kualitas SDM OAP diakui masih relatif  rendah akibat sejumlah faktor. Diantarnya seperti kurangnya asupan gizi, perilaku dan pola hidup yang kurang sehat, terbatasnya pelayanan kesehatan yang memadai, rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan ekonomi yang rendah, bahkan tidak menentu. Selain itu, juga  terbatasnya pemenuhan kebutuhan dasar lainnya seperti perumahan, air bersih, jaringan listrik, telekomunikasi serta sarana transportasi/perhubungan.

 Sedangkan masalah penyusutan/penurunan jumlah penduduk OAP/Port Numbay terjadi karena jumlah angka kelahiran (fertilitas) lebih sedikit dibandingkan dengan angka kematian (mortalitas), juga karena adanya migrasi penduduk masuk Papua secara massif yang menurunkan perbandingan jumlah penduduk secara keseluruhan.

   Kemajuan peradaban dan pesatnya Pembangunan di Papua dan khususnya di Kota Jayapura sebagai Ibu Kota Provinsi Papua saat ini memberikan dampak serius bagi keberadaan, eksistensi, dan kelangsungan hidup masyarakat adat Papua/Port Numbay,  yaitu terjadinya marginalisasi atau peminggiran dari ekologi/ hutan dan lahan, ekonomi, sosio demografi, sosial budaya, politik dan pemerintahan serta kaum perempuan.

   Marginalisasi ini semakin dalam terjadi karena masuknya migrasi penduduk non Papua secara massif di berbagai kota di Papua dan Kota Jayapura yang berdampak mendominasi/penguasaan lahan, area perkotaan, akses perdagangan dan jasa, politik dan pemerintahan, serta dunia usaha/swasta.

Baca Juga :  Efek Jera Miskinkan Bandar Narkoba

   Kondisi ini menggambarkan bahwa cepat ataupun lambat, suka ataupun tidak, sengaja ataupun tidak dan sadar ataupun tidak, tetapi yang pasti fenomena dan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di Papua sedang menggeserkan, meminggirkan dan bahkan membatasi masyarakat adat di Papua.

   Atau dengan kata lain masyarakat adat Papua/Port Numbay sedang tergeserkan,  terpinggirkan dan bahkan menjauh dari dinamika pembangunan dalam akses sosial dan budaya, akses ekonomi dan berusaha, akses politik dan pemerintahan, akses pelayanan dasar, dan akses infrastruktur dasar.

   Di sisi lain, marginalisasi juga menjadi sebab dan akibat terjadinya fenomena de-populasi masyarakat adat Papua dan masyarakat adat Port Numbay. Beberapa langkah atau solusi strategis yang harus dilakukan kedepan. Dimana untuk pemerintah daerah harus mengambil kebijakan dan program konkret  dalam memberikan perlindungan/proteksi,keberpihakan/afirmasi dan pemberdayaan/kemandirian kepada OAP/Port Numbay.

  Hal ini harus dilakukan secara terencana, terintegrasi, sistematis dan masif sesuai dengan Kearifan Lokal  dan berdasarkan amanat UU No 21 Tahun 2021 jo UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Otsus di Papua.

  Sementara utnuk Masyarakat Adat sendiri harus memperkuat kelembagaan adat, yaitu dengan mengembalikan keberadaannya sebagai simbol dan benteng untuk eksistensi hidup masyarakat adat, serta menata struktur pemerintahan adat yang telah lama hidup, namun terkikis akibat kemajuan zaman dewasa ini.

   Kalau di Port Numbay adalah Lembaga Keondoafian. Menggali, mengangkat dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya yang mendukung dan menyelamatkan kelangsungan hidup masyarakat adat Papua/ Port Numbay yang telah ditinggalkan dan dihilangkan  atau terhilang sebagai akibat dari peradaban keagamaan dan pembangunan saat ini untuk diakui dan diterima kembali, dihayati dan dilakukan dalam hidup setiap hari.

   Dan pada saatnya diperlukan adanya langkah Pemulihan atau Rekonsiliasi hubungan antara masyarakat adat dengan budayanya, alam sekitarnya, leluhurnya dan juga dengan Tuhan Allah Pencipta. Mempertahankan aset kepemilikan masyarakat adat seperti tanah dan hutan/dusun, dengan tidak dijual-belikan, tetapi dengan sistem kontrak atau sewa menyewa selama jangka waktu tertentu, melalui konsensus bersama masyarakat adat dan diformalkan dengan Peraturan Daerah oleh Pemerintah Daerah.

Baca Juga :  Antar Jemput Naik Motor, Eril di Belakang, Adiknya di Depan

  Untuk masyarakat sipil non Papua,  harus menghargai hak kesulungan serta memberikan akses sosial budaya, ekonomi, politik dan pemerintahan, dengan tidak mendominasi dan bahkan membatasi ruang bagi Orang Asli Papua Masyarakat OAP.

  Beberapa langkah yang perlu dilakukan bagi masyarakat non OAP, diantaranya adalah memperbaharui perilaku hidup dengan  cara menghargai, menghayati  dan menjalankan hidup untuk diri sendiri dan keluarganya menurut tatanan adat dan budayanya serta sesuai ajaran atau nilai-nilai agama yang dianut (Takut Tuhan).

  Selain itu, juga  melakukan pemulihan hubungan atau Rekonsiliasi hubungan dengan alam dan leluhur, dengan Tuhan Pencipta dan  dengan sesama manusia guna mendapatkan kehidupan yang layak, aman, nyaman dan berkelanjutan  dari generasi ke generasi serta selamat di dunia dan di Akhirat.

  “Segala langkah dan upaya tersebut  dapat dilakukan secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran serta komitmen yang tinggi dan secara konsisten oleh semua pihak,”ungkapnya.

  Dengan begitu, dipastikan kita semua akan mampu membangun dan menyelamatkan masyarakat adat Papua  dan khususnya masyarakat adat  Port Numbay dari De-Populasi menuju Re-Populasi/Populasi+/Re-generasi  dan dari Marginalisasi menuju De-Marginalisasi di Tanah Papua/ Bumi Port Numbay dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  “Akhirnya Sa, ko, kamu dan kitong semua bertanggung jawab untuk selamatkan masa depan generasi Papua dan generasi Port Numbay. Kalau bukan sekarang kapan lagi, dan kalau bukan kita sendiri memulai siapa lagi yang kita harapkan, dalam semangat motto Pembangunan Kota Jayapura.” pungkasnya.  (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya