Friday, November 22, 2024
25.7 C
Jayapura

Enam Provinsi di Tanah Papua Masih Termiskin, Bukti Pembangunan SDM Jalan

Jokowi Bolak Balik ke Papua, Warga Sebut Belum Sentuh Akar Masalah Papua

Joko Widodo menjadi satu-satunya presiden Indonesia yang saat ini selalu bolak-balik mengunjungi Papua. Dibanding para pendahulunya, Jokowi dinilai sangat perhatian dengan Papua, Tapi warga masih saja menilai Jokowi hanya “menyentuh kulit saja” tidak sampai ke akarnya

Robert Mboik- Jayapura

Seringnya berkunjung ke Papua di satu sisi menunjukkan komitmen pemerintah pusat memperhatikan Tanah Papua, yang selama ini dianaktirikan.

Ya, dari sisi pembangunan di era Presiden Joko Widodo pembangunan fasilitas umum tak bisa diragukan lagi, sebaliknya untuk kesejahteraan masyarakat dan juga dunia pendidikan masyarakat menilainya Jokowi perlu lebih memperhatikannya lagi.

Media ini mencoba untuk merangkum dua pandangan tokoh masyarakat di Kota Jayapura   terkait dengan kepemimpinan Jokowi untuk Papua

Pertama akademisi sekaligus sebagai Rektor Universitas Yayasan pendidikan Islam (Uniyap) Jayapura, Dr. H. Muhdi B. Ibrahim, SE M menyebut, program Presiden Joko Widodo belakangan ini belum benar-benar menyentuh langsung agar persoalan yang dialami oleh masyarakat asli Papua terutama terkait dengan pengembangan dan peningkatan SDM.

Baca Juga :  Program Si-Ipar Jangkau Anak Kampung Mbuah di Nduga

Dimana Bansos ini masih diberikan atau diprioritaskan kepada orang-orang yang sebenarnya tidak berhak menerimanya.  Kemudian keberadaan Mahasiswa juga saat ini sudah terkontaminasi dengan kebijakan pemerintah.

Sehingga mereka saat ini sudah tidak sepenuhnya lagi melakukan fungsi kontrol kepada kebijakan pemerintah.  Bahkan dia menyebut 10 tahun memimpin Indonesia belum memberikan dampak yang berarti bagi kesejahteraan dan pembangunan di Papua.

“Masyarakat masih mengeluh tentang kesejahteraannya,  terutama orang asli Papua.  Mereka harus diberikan prioritas yang lebih termasuk pendidikannya,” katanya.

Meskipun diakuinya saat ini sudah ada dana otonomi khusus tetapi hal itu belum sepenuhnya menjawab semua kebutuhan dasar orang asli Papua terutama terkait kesejahteraan dan pendidikan.

Baca Juga :  Banyak Spot Foto Menarik, Rasakan Sensasi Wisata Alam Seperti di Swiss

Selain itu, salah satu tokoh masyarakat adat di kota Jayapura,  Albert Meraudje, menyoroti kebijakan pemerintahan Jokowi yang menurutnya belum sepenuhnya memperhatikan pengembangan  sumber daya manusia orang asli Papua terutama di bidang pendidikan.

Karena sampai saat ini meskipun anggaran itu diturunkan tetapi tidak semuanya betul-betul menyentuh kebutuhan orang asli Papua.  Bahkan dia mencontohkan masyarakat asli Papua di wilayah kota Jayapura bahkan masih mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan.

“Kalau saya melihat dampaknya itu baru 40%,  karena anak-anak di kampung-kampung belum merasakan pemanfaatan dana-dana dari pemerintah. Mereka mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan mengeluh uang sekolah mengeluh pakaian sekolah,” katanya.

Anak-anak emas yang sering dikampanyekan belakangan ini itu hanya baru menyentuh sekitar 30% sementara 70% nya masih berada dalam kondisi yang belum tersentuh dengan baik terutama dari segi pendidikannya.

Jokowi Bolak Balik ke Papua, Warga Sebut Belum Sentuh Akar Masalah Papua

Joko Widodo menjadi satu-satunya presiden Indonesia yang saat ini selalu bolak-balik mengunjungi Papua. Dibanding para pendahulunya, Jokowi dinilai sangat perhatian dengan Papua, Tapi warga masih saja menilai Jokowi hanya “menyentuh kulit saja” tidak sampai ke akarnya

Robert Mboik- Jayapura

Seringnya berkunjung ke Papua di satu sisi menunjukkan komitmen pemerintah pusat memperhatikan Tanah Papua, yang selama ini dianaktirikan.

Ya, dari sisi pembangunan di era Presiden Joko Widodo pembangunan fasilitas umum tak bisa diragukan lagi, sebaliknya untuk kesejahteraan masyarakat dan juga dunia pendidikan masyarakat menilainya Jokowi perlu lebih memperhatikannya lagi.

Media ini mencoba untuk merangkum dua pandangan tokoh masyarakat di Kota Jayapura   terkait dengan kepemimpinan Jokowi untuk Papua

Pertama akademisi sekaligus sebagai Rektor Universitas Yayasan pendidikan Islam (Uniyap) Jayapura, Dr. H. Muhdi B. Ibrahim, SE M menyebut, program Presiden Joko Widodo belakangan ini belum benar-benar menyentuh langsung agar persoalan yang dialami oleh masyarakat asli Papua terutama terkait dengan pengembangan dan peningkatan SDM.

Baca Juga :  Juara Video Dokumenter Hasil Pengeloaan Kopi, Ajak Pemuda Fokus Emas Hijau

Dimana Bansos ini masih diberikan atau diprioritaskan kepada orang-orang yang sebenarnya tidak berhak menerimanya.  Kemudian keberadaan Mahasiswa juga saat ini sudah terkontaminasi dengan kebijakan pemerintah.

Sehingga mereka saat ini sudah tidak sepenuhnya lagi melakukan fungsi kontrol kepada kebijakan pemerintah.  Bahkan dia menyebut 10 tahun memimpin Indonesia belum memberikan dampak yang berarti bagi kesejahteraan dan pembangunan di Papua.

“Masyarakat masih mengeluh tentang kesejahteraannya,  terutama orang asli Papua.  Mereka harus diberikan prioritas yang lebih termasuk pendidikannya,” katanya.

Meskipun diakuinya saat ini sudah ada dana otonomi khusus tetapi hal itu belum sepenuhnya menjawab semua kebutuhan dasar orang asli Papua terutama terkait kesejahteraan dan pendidikan.

Baca Juga :  Banyak Spot Foto Menarik, Rasakan Sensasi Wisata Alam Seperti di Swiss

Selain itu, salah satu tokoh masyarakat adat di kota Jayapura,  Albert Meraudje, menyoroti kebijakan pemerintahan Jokowi yang menurutnya belum sepenuhnya memperhatikan pengembangan  sumber daya manusia orang asli Papua terutama di bidang pendidikan.

Karena sampai saat ini meskipun anggaran itu diturunkan tetapi tidak semuanya betul-betul menyentuh kebutuhan orang asli Papua.  Bahkan dia mencontohkan masyarakat asli Papua di wilayah kota Jayapura bahkan masih mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan.

“Kalau saya melihat dampaknya itu baru 40%,  karena anak-anak di kampung-kampung belum merasakan pemanfaatan dana-dana dari pemerintah. Mereka mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan mengeluh uang sekolah mengeluh pakaian sekolah,” katanya.

Anak-anak emas yang sering dikampanyekan belakangan ini itu hanya baru menyentuh sekitar 30% sementara 70% nya masih berada dalam kondisi yang belum tersentuh dengan baik terutama dari segi pendidikannya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya