Wednesday, February 26, 2025
25.7 C
Jayapura

Sempat Gugup Lewati Zona Merah, Namun Terbayar Oleh Senyum Bocah di Serambakon

Ia terkesan dengan kecerdasan dan semangat anak-anak Kiwirok. Meski hidup di daerah terisolir, mereka memiliki daya ingat dan pengetahuan yang tak kalah dengan anak-anak di kota. Misalnya, mereka dengan lantang menjawab pertanyaan tentang Pancasila dan sejarah Indonesia. Ita melihat potensi besar dalam diri mereka, yang hanya membutuhkan dukungan dan kesempatan untuk berkembang.

Tugas Ita tidak berhenti di Kiwirok. Pada tahun 2024, ia juga ditugaskan sebagai agen trauma healing di SD Serambakon, Distrik Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintan Papua Pegunungan. Perjalanan menuju Oksibil tidaklah mudah. Ita dan tim harus melewati hutan belantara Papua Pegunungan dengan medan yang terjal dan berbahaya. Bahkan, mereka harus melintasi zona merah yang sering dilalui oleh KKB.

“Pada satu titik, kami berhenti untuk minum di tempat yang merupakan zona merah. Rasa takut dan cemas menghantui saya, tapi saya berusaha melawan rasa takut itu karena ingin melihat senyum anak-anak SD Sarambakon,” ceritanya.

Baca Juga :  Sepakat, Mahasiwa Papua yang kuliah di UGM, Akan Dibimbing dari Dosen Uncen

Ketika tiba di SD Serambakon, Ita kembali dikejutkan oleh keramahan dan semangat anak-anak di sana. Mereka menyambutnya dengan sukacita, seolah kehadirannya membawa angin segar bagi kehidupan mereka. Bahkan, saat Ita kembali ke Oksibil pada awal tahun 2025, anak-anak SD Serambakon masih mengingatnya.

“Kaka yang kemarin datang di sekolah kami, ya?” teriak salah seorang anak. Ita pun terharu dan semakin yakin bahwa anak-anak Papua memiliki semangat pendidikan yang tinggi, meski hidup dalam keterbatasan. “Darisini kita tau bahwa anak anak Papua itu hebat dan luar biasa,” tegasnya.

Selama lebih dari satu tahun bertugas di Papua, Ita telah mengunjungi berbagai daerah, termasuk Papua Induk dan Papua Tengah. Ia menemukan bahwa masyarakat Papua, terutama yang tinggal di pedalaman, memiliki kerendahan hati dan keramahan yang luar biasa. Meski parasnya berbeda dengan orang asli Papua (OAP), Ita tidak pernah mendapat ancaman atau penolakan.

Baca Juga :  Masyarakat Diharap Sambut Kedatangan Jokowi dan Iriana

“Bahkan, saya duduk bersama mereka di honai, di pasar pasar, makan pinang dan bercengkerama. Saya salut dengan keramahan mereka,” ujar Ita. Ia percaya bahwa masyarakat Papua memiliki masa depan yang cerah, asalkan mereka mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, terutama dalam hal keamanan dan infrastruktur. “Masyarakat Papua punya harapan yang sama seperti masyarakat lain di Indonesia. Mereka hanya butuh dukungan,” tegasnya.

Bagi Ita, tugasnya sebagai agen trauma healing bukan sekadar pekerjaan, tetapi panggilan hati. Ia berharap dapat terus membantu anak-anak dan masyarakat Papua, bahkan setelah masa tugasnya di Satgas ODC berakhir pada Desember 2025.

Ia terkesan dengan kecerdasan dan semangat anak-anak Kiwirok. Meski hidup di daerah terisolir, mereka memiliki daya ingat dan pengetahuan yang tak kalah dengan anak-anak di kota. Misalnya, mereka dengan lantang menjawab pertanyaan tentang Pancasila dan sejarah Indonesia. Ita melihat potensi besar dalam diri mereka, yang hanya membutuhkan dukungan dan kesempatan untuk berkembang.

Tugas Ita tidak berhenti di Kiwirok. Pada tahun 2024, ia juga ditugaskan sebagai agen trauma healing di SD Serambakon, Distrik Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintan Papua Pegunungan. Perjalanan menuju Oksibil tidaklah mudah. Ita dan tim harus melewati hutan belantara Papua Pegunungan dengan medan yang terjal dan berbahaya. Bahkan, mereka harus melintasi zona merah yang sering dilalui oleh KKB.

“Pada satu titik, kami berhenti untuk minum di tempat yang merupakan zona merah. Rasa takut dan cemas menghantui saya, tapi saya berusaha melawan rasa takut itu karena ingin melihat senyum anak-anak SD Sarambakon,” ceritanya.

Baca Juga :  Penelitian Bidang Etno Sains dan Energi Terbarukan Paling Menonjol

Ketika tiba di SD Serambakon, Ita kembali dikejutkan oleh keramahan dan semangat anak-anak di sana. Mereka menyambutnya dengan sukacita, seolah kehadirannya membawa angin segar bagi kehidupan mereka. Bahkan, saat Ita kembali ke Oksibil pada awal tahun 2025, anak-anak SD Serambakon masih mengingatnya.

“Kaka yang kemarin datang di sekolah kami, ya?” teriak salah seorang anak. Ita pun terharu dan semakin yakin bahwa anak-anak Papua memiliki semangat pendidikan yang tinggi, meski hidup dalam keterbatasan. “Darisini kita tau bahwa anak anak Papua itu hebat dan luar biasa,” tegasnya.

Selama lebih dari satu tahun bertugas di Papua, Ita telah mengunjungi berbagai daerah, termasuk Papua Induk dan Papua Tengah. Ia menemukan bahwa masyarakat Papua, terutama yang tinggal di pedalaman, memiliki kerendahan hati dan keramahan yang luar biasa. Meski parasnya berbeda dengan orang asli Papua (OAP), Ita tidak pernah mendapat ancaman atau penolakan.

Baca Juga :  Keluarga Berperan Penting Jaga Kelestarian Kebudayaan Papua

“Bahkan, saya duduk bersama mereka di honai, di pasar pasar, makan pinang dan bercengkerama. Saya salut dengan keramahan mereka,” ujar Ita. Ia percaya bahwa masyarakat Papua memiliki masa depan yang cerah, asalkan mereka mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, terutama dalam hal keamanan dan infrastruktur. “Masyarakat Papua punya harapan yang sama seperti masyarakat lain di Indonesia. Mereka hanya butuh dukungan,” tegasnya.

Bagi Ita, tugasnya sebagai agen trauma healing bukan sekadar pekerjaan, tetapi panggilan hati. Ia berharap dapat terus membantu anak-anak dan masyarakat Papua, bahkan setelah masa tugasnya di Satgas ODC berakhir pada Desember 2025.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/