Tuesday, December 24, 2024
26.7 C
Jayapura

Rindu Kembali Belajar di Sekolah, Berharap Guru Latih Siswa Hadapi Situasi

Persiapan Sekolah Dalam Status Transisi Darurat ke Pemulihan Bencana Gempa Bumi

Sejak awal Januari 2023, gempa bumi terus melanda Kota Jayapura dan sekitarnya. Puncaknya, pada Kamis (9/2) Februari, gempa bumi dengan kekuatan Magnitudo 5,4 membuat sejumlah bangunan rusak, hingga menimbulkan empat korban jiwa. Aktifitas belajar di sekolah pun harus kembali dilakukan secara daring.

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Pasca gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 4,9 yang mengagetkan warga yang tinggal di  Kota Jayapura pada 2 Januari dini hari, seolah-olah gempa tidak berhenti. Tercatat sudah lebih dari seribu  kali gempa terjadi, dimana sekitar seratusan diantaranya, getarannya dirasakan masyarakat.

  Meski sudah ribuan kali gempa, namun sejak gempa besar pada Kamis (9/2) lalu, Pemkot terpaksa mengambil sikap dengan menetapkan masa tanggap darurat bencana gempa bumi selama 21 hari. Hal ini menyusul adanya sejumlah kerusakan bangunan hingga menimbulkan korban jiwa.

  Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, terkait dengan aktifitas belajar anak di sekolah, Pemkot pun menghimbau semua sekolah untuk melakukan aktifitas belajar secara daring di rumah. Kecuali untuk anak-anak di jenjang pendidikan akhir yang akan mengikuti ujian, sebagian sekolah memberlakukan tetap belajar di sekolah, meski tetap mengacu pada jadwal belajar daring.

  Belajar dari rumah, memang bukan hal yagn baru, karena sebelumnya hampir tiga tahun sekolah memberlakukan belajar daring dari rumah untuk antisipasi penyebaran Covid-19. Namun begitu, belajar daring di rumah, beda belajar tatap muka di sekolah, yang tentu lebih maksimal proses pembelajarannya.

  Meski masa tanggap darurat bencana gempa bumi belum genap 21 hari, namun karena intensitas gempa susulan sudah dirasa mulai reda, Pemkot Jayapura pun mengevaluasi kebijakan masa tanggap darurat ini.

Baca Juga :  Selain Sebagai Syarat Mudik, Juga Untuk Membentuk Super Imunnity Dalam Tubuh

Rabu (22/2) lalu, secara resmi Pemerintah Kota Jayapura melalui Satgas Penanganan Bencana Gempa Bumi menurunkan status tanggap darurat, menjadi status transisi menuju pemulihan. Hal  berdasarkan hasil evaluasi Pemkot Jayapura bersama Forkopimda.

 PJ walikota Jayapura pun menegaskan, mulai Senin  (27/2) aktifitas pembelajaran kembali dilakukan secara tatap muka di sekolah. Menanggapi hal itu, Seril salah satu siswa kelas 1 di SD YPPK St. Petrus dan Paulus Agrapura, mengatakan dirinya sangat senang jika pembelajaran dilakukan secara tatap muka di sekolah, lantaran belajar secara daring sangat tidak efektif.

“Rindu ketemu teman, saya malas sekolah online, karena jaringan tidak bagus,” kata Seril dengan singkat.

Menurutnya, selama belajar online, sangat tidak efektif lantaran tidak  mudah untuk menyerap materi pembelajaran. Selain karena kondisi jaringan yang tidak memadai juga karena belajar situasi di rumah yang tidak menjamin ketenangan untuk belajar.

  “Sekolah dari rumah tidak bagus, karena jaringan di Entrop SMA 4 sangat susah, ribut juga,” katanya.

  Sementara Laurens selaku orang tua dari Seril, mengatakan sekolah tatap muka memang cukup was was, namun mereka mengharapkan agar para guru di sekolah dapat memperhatikan siswa apabila terjadi prisitiwa gempa bumi.

  “Kami para orang tua dukung kalau sekolah tatap muka, tapi kami harap agar para guru bisa memperhatikan anak anak kami dengan baik,” kata Laurens.

  Menyikapi S.K. Walikota Jayapura nomor : 188.4/78/Tahun 2023, tentang Status Transisi Darurat ke Pemulihan Bencana Gempa Bumi di Kota Jayapura, sejumlah sekolah pun kembali bersiap belajar tatap muka.

Baca Juga :  Pemerintah Masih Dominan Memikirkan Masalah Politik di Papua

  Seperti halnya di SMP YPPK Santu Paulus, yang selama masa tangap darurat bencana ini, hanya kelas IX yang masuk belajar di sekolah, maka mulai Senin, 27 Februari 2023, seluruh kegiatan belajar dan mengajar kembali dilakukan secara tatap muka.

  Menurut Indah, orang tua salah satu siswi di SMP YPPK Santu Paulus, sesuai pemberitahuan dari pihak sekolah, kegiatan belajar mengajar sudah mulai aktif, Senin (27/) lusa. Aktifitas belajar diawali dengan ibadah pagi pada pukul 7:00, dan berakhir pada pukul 13:30 bagi kelas 7 dan 8. Khusus kelas 9 pukul 14:00-15:00 dilanjutkan dengan program pengayaan.

  “Kami senang anak-anak bisa kembali sekolah, saya harapkan bisa belajar lebih maksimal. Apalagi anak saya sudah kelas IX, tentu kegiatan belajarnya harus lebih intensif,”ujarnya.

  Namun begitu, pihaknya juga berharap pihak sekolah tetap waspada terkait dengan gempa yang masih terjadi di Kota Jayapura. Alangkah baiknya, anak-anak juga dilatih atau diberikan sosialisasi saat terjadi gempa.

  “Tidak hanya murid SD, murid SMP maupuan SMA/SMK, sebaiknya juga dilatih untuk tenang dan sigap menyelamatkan diri saat terjadi gempa bumi,”tuturnya.

  Hal ini penting, karena menurutnya, saat gempa bumi terjadi, tidak menutup kemungkinan banyak yang panik, dan tidak tahu arah untuk menyelamatkan diri ke lapangan atau tempat terbuka saat terjadi gempa. “Perlu dilatih, agar saat terjadi gempa, bisa tahu jalur evakuasi, sehinga tidak saling bertubrukan, apalagi untuk sekolah-sekolah yang bangunannya bertingkat,”ujarnya. (*/tri)

Persiapan Sekolah Dalam Status Transisi Darurat ke Pemulihan Bencana Gempa Bumi

Sejak awal Januari 2023, gempa bumi terus melanda Kota Jayapura dan sekitarnya. Puncaknya, pada Kamis (9/2) Februari, gempa bumi dengan kekuatan Magnitudo 5,4 membuat sejumlah bangunan rusak, hingga menimbulkan empat korban jiwa. Aktifitas belajar di sekolah pun harus kembali dilakukan secara daring.

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Pasca gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 4,9 yang mengagetkan warga yang tinggal di  Kota Jayapura pada 2 Januari dini hari, seolah-olah gempa tidak berhenti. Tercatat sudah lebih dari seribu  kali gempa terjadi, dimana sekitar seratusan diantaranya, getarannya dirasakan masyarakat.

  Meski sudah ribuan kali gempa, namun sejak gempa besar pada Kamis (9/2) lalu, Pemkot terpaksa mengambil sikap dengan menetapkan masa tanggap darurat bencana gempa bumi selama 21 hari. Hal ini menyusul adanya sejumlah kerusakan bangunan hingga menimbulkan korban jiwa.

  Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, terkait dengan aktifitas belajar anak di sekolah, Pemkot pun menghimbau semua sekolah untuk melakukan aktifitas belajar secara daring di rumah. Kecuali untuk anak-anak di jenjang pendidikan akhir yang akan mengikuti ujian, sebagian sekolah memberlakukan tetap belajar di sekolah, meski tetap mengacu pada jadwal belajar daring.

  Belajar dari rumah, memang bukan hal yagn baru, karena sebelumnya hampir tiga tahun sekolah memberlakukan belajar daring dari rumah untuk antisipasi penyebaran Covid-19. Namun begitu, belajar daring di rumah, beda belajar tatap muka di sekolah, yang tentu lebih maksimal proses pembelajarannya.

  Meski masa tanggap darurat bencana gempa bumi belum genap 21 hari, namun karena intensitas gempa susulan sudah dirasa mulai reda, Pemkot Jayapura pun mengevaluasi kebijakan masa tanggap darurat ini.

Baca Juga :  Cabut Rumput, Pikul Barang Hingga Mengayuh Becak Dilakoni Asal Lulus Kuliah

Rabu (22/2) lalu, secara resmi Pemerintah Kota Jayapura melalui Satgas Penanganan Bencana Gempa Bumi menurunkan status tanggap darurat, menjadi status transisi menuju pemulihan. Hal  berdasarkan hasil evaluasi Pemkot Jayapura bersama Forkopimda.

 PJ walikota Jayapura pun menegaskan, mulai Senin  (27/2) aktifitas pembelajaran kembali dilakukan secara tatap muka di sekolah. Menanggapi hal itu, Seril salah satu siswa kelas 1 di SD YPPK St. Petrus dan Paulus Agrapura, mengatakan dirinya sangat senang jika pembelajaran dilakukan secara tatap muka di sekolah, lantaran belajar secara daring sangat tidak efektif.

“Rindu ketemu teman, saya malas sekolah online, karena jaringan tidak bagus,” kata Seril dengan singkat.

Menurutnya, selama belajar online, sangat tidak efektif lantaran tidak  mudah untuk menyerap materi pembelajaran. Selain karena kondisi jaringan yang tidak memadai juga karena belajar situasi di rumah yang tidak menjamin ketenangan untuk belajar.

  “Sekolah dari rumah tidak bagus, karena jaringan di Entrop SMA 4 sangat susah, ribut juga,” katanya.

  Sementara Laurens selaku orang tua dari Seril, mengatakan sekolah tatap muka memang cukup was was, namun mereka mengharapkan agar para guru di sekolah dapat memperhatikan siswa apabila terjadi prisitiwa gempa bumi.

  “Kami para orang tua dukung kalau sekolah tatap muka, tapi kami harap agar para guru bisa memperhatikan anak anak kami dengan baik,” kata Laurens.

  Menyikapi S.K. Walikota Jayapura nomor : 188.4/78/Tahun 2023, tentang Status Transisi Darurat ke Pemulihan Bencana Gempa Bumi di Kota Jayapura, sejumlah sekolah pun kembali bersiap belajar tatap muka.

Baca Juga :  Masalah Miras Jelang Puasa, Ring Road dan Jembatan Merah Diminta Ditertibkan

  Seperti halnya di SMP YPPK Santu Paulus, yang selama masa tangap darurat bencana ini, hanya kelas IX yang masuk belajar di sekolah, maka mulai Senin, 27 Februari 2023, seluruh kegiatan belajar dan mengajar kembali dilakukan secara tatap muka.

  Menurut Indah, orang tua salah satu siswi di SMP YPPK Santu Paulus, sesuai pemberitahuan dari pihak sekolah, kegiatan belajar mengajar sudah mulai aktif, Senin (27/) lusa. Aktifitas belajar diawali dengan ibadah pagi pada pukul 7:00, dan berakhir pada pukul 13:30 bagi kelas 7 dan 8. Khusus kelas 9 pukul 14:00-15:00 dilanjutkan dengan program pengayaan.

  “Kami senang anak-anak bisa kembali sekolah, saya harapkan bisa belajar lebih maksimal. Apalagi anak saya sudah kelas IX, tentu kegiatan belajarnya harus lebih intensif,”ujarnya.

  Namun begitu, pihaknya juga berharap pihak sekolah tetap waspada terkait dengan gempa yang masih terjadi di Kota Jayapura. Alangkah baiknya, anak-anak juga dilatih atau diberikan sosialisasi saat terjadi gempa.

  “Tidak hanya murid SD, murid SMP maupuan SMA/SMK, sebaiknya juga dilatih untuk tenang dan sigap menyelamatkan diri saat terjadi gempa bumi,”tuturnya.

  Hal ini penting, karena menurutnya, saat gempa bumi terjadi, tidak menutup kemungkinan banyak yang panik, dan tidak tahu arah untuk menyelamatkan diri ke lapangan atau tempat terbuka saat terjadi gempa. “Perlu dilatih, agar saat terjadi gempa, bisa tahu jalur evakuasi, sehinga tidak saling bertubrukan, apalagi untuk sekolah-sekolah yang bangunannya bertingkat,”ujarnya. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya