Gus Dur kemudian memberikan kewenangan itu kepada Bas Suebu dan beliau kemudian membentuk tim. Tim itu diketuai oleh Prof Dr Nasaruddin Syamsudin salah satu akademisi dari Universitas Indonesia. Kemudian selanjutnya anggota tim itu terdiri dari sejumlah orang, Simon Morim, Michael Manufandu, Manuel Kaisepo, Piter Kamarea, Frans Madiagasi, Hengky Yokhu, Yoris Rawaiyai, Alex Hesegem,
“Kita bahas berhari-hari berbulan-bulan sambil melihat Aceh yang juga membahas karena Gus Dur menjanjikan dua daerah itu dengan sistem pemerintahan yang seluas-luasnya,”katanya.
Aceh lebih dulu disahkan karena tidak ada banyak perubahan di dalam draft yang diajukan sementara Papua mengalami banyak perubahan Karena tidak semua yang diajukan diterima di DPR. Menurutnya, prosesnya begitu panjang dan alot hingga akhirnya lahirlah Otsus Papua.
“Disitu, yang paling penting pemerintah pusat itu hanya memiliki 5 kewenangan yaitu, moneter atau keuangan, pertahanan keamanan, politik luar negeri pendidikan dan agama. Selebihnya Itu kewenangan diberikan kepada daerah. Inti daripada otsus itu adalah menjadikan orang asli Papua menjadi tuan di atas negerinya. Itu tercatat di dalam pembukaan undang-undang 21 tahun 2001,” ujarnya.
“Tapi perjalanan selama 20 tahun, fakta realitas objektif di Papua, dua provinsi sebelumnya, Papua dan Papua Barat adalah provinsi termiskin di Indonesia. Dengan indeks pembangunan manusia, terendah dari seluruh Indonesia. Artinya apa, secara jujur kita harus akui bahwa otonomi khusus relatif gagal,” ujarnya lagi.
Di sisi lain pemerintah pusat telah memperpanjang otonomi khusus Papua dan itu merupakan suatu hal yang patut diapresiasi, karena memberikan dana yang cukup besar untuk Papua, yaitu senilai 2% dari jumlah dana alokasi umum nasional. Nilai ini jelas cukup besar jika dilihat dengan populasi penduduk Papua yang berkisar sekitar 4 jutaan jiwa. Semestinya selama 20 tahun yang lalu kesejahteraan orang Papua sudah bisa setara dengan pulau Jawa.
Catatanya, selama 20 tahun menurutnya pemerintahan hanya fokus mengurus hal-hal yang sifatnya politik. Arogansi membangun birokrasi, bahwa harus orang asli Papua. Menurut Hengky Yoku, esensi sebenarnya bukan itu. Siapapun silakan dalam 20 tahun memimpin, tetapi harus menyiapkan orang asli Papua itu yang paling penting.
Menyiapkan bukan berarti hanya menjadi birokrat yang baik, dia harus menguasai ekonomi dan paling penting mengimplementasikan tiga pilar Otsus itu, keberpihakan, perlindungan, dan pemberdayaan Orang Asli Papua. “Kalau itu semua terpenuhi orang Papua tidak akan teriak merdeka.”tandasnya.