Kepada Cenderawasih Pos pada, Selasa (18/11) Herman menceritakan bahwa bangunan kuno peninggalan kolonial itu dahulu digunakan pejabat Belanda dan gubernur terdahulu provinsi Papua sebagai tempat peristirahatan. Bangunan peristirahatan ini memang tak besar. Tak seperti bangunan para pejabat di Dok V. Lokasi peristirahatan yang hanya memiliki panjang dan lebar sekira 20 meteran.
Berdinding dan atap kayu yang masih kokoh. Bangunan terbagi menjadi beberapa bagian, ruang tamu, kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Ruang-ruang itu dulu ditata dan digunakan oleh kolonial. Struktur dinding fondasi dari campuran batu andesit dan semen portland serta kerikil. Tepat disampingnya, terdapat sebuah garasi yang digunakan gubernur untuk memarkir mobil. Dengan panjang sekitar lima meter dan lebar tiga meter.
Warna putih pada bangunan bergaya arsitektur Belanda tersebut mendominasi. Sudah utuh kembali, bangunan tersebut sebelumnya sempat tak terawat. Hancur di sebagian sisinya. “Sepat kita lakukan perbaikan tetapi tidak merubah isi dan model dan gaya dari bangunan. Inikan bangunan bersejarah, peninggalan kolonial Belanda,” kata Herman kepada Cenderawasih Pos.
Lebih jauh Herman mengatakan bangunan bersejarah itu kembali tidak gunakan sejak masa kepemimpinan gubernur Papua Lukas Enembe hingga saat ini. Padahal sebelum itu, gubernur terdahulu Papua seperti Bernabas Suebu, Jacop Pattipi, Freddy Numberi dan masih banyak lainnya, masih sempat menggunakan bangunan ini bahkan menyisihkan anggaran tersendiri untuk merawat dan mengunakan bangunan berkarakter neo klasik itu.
Karena itu pria berusia 62 tahun tersebut berharap kepada gubernur sekarang ini Matius D. Fakhiri – Aryoko Rumaropen dapat memperhatikan dan kembali memfungsikan sebagaimana sebelum-sebelumnya. Meski dengan berat hati Herman mengatakan hal tersebut, karena diakui tidak mudah untuk melepaskan dan meninggalkan bangunan peninggalan kolonial itu setelah bertahun-tahun menempatinya.
Kepada Cenderawasih Pos pada, Selasa (18/11) Herman menceritakan bahwa bangunan kuno peninggalan kolonial itu dahulu digunakan pejabat Belanda dan gubernur terdahulu provinsi Papua sebagai tempat peristirahatan. Bangunan peristirahatan ini memang tak besar. Tak seperti bangunan para pejabat di Dok V. Lokasi peristirahatan yang hanya memiliki panjang dan lebar sekira 20 meteran.
Berdinding dan atap kayu yang masih kokoh. Bangunan terbagi menjadi beberapa bagian, ruang tamu, kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Ruang-ruang itu dulu ditata dan digunakan oleh kolonial. Struktur dinding fondasi dari campuran batu andesit dan semen portland serta kerikil. Tepat disampingnya, terdapat sebuah garasi yang digunakan gubernur untuk memarkir mobil. Dengan panjang sekitar lima meter dan lebar tiga meter.
Warna putih pada bangunan bergaya arsitektur Belanda tersebut mendominasi. Sudah utuh kembali, bangunan tersebut sebelumnya sempat tak terawat. Hancur di sebagian sisinya. “Sepat kita lakukan perbaikan tetapi tidak merubah isi dan model dan gaya dari bangunan. Inikan bangunan bersejarah, peninggalan kolonial Belanda,” kata Herman kepada Cenderawasih Pos.
Lebih jauh Herman mengatakan bangunan bersejarah itu kembali tidak gunakan sejak masa kepemimpinan gubernur Papua Lukas Enembe hingga saat ini. Padahal sebelum itu, gubernur terdahulu Papua seperti Bernabas Suebu, Jacop Pattipi, Freddy Numberi dan masih banyak lainnya, masih sempat menggunakan bangunan ini bahkan menyisihkan anggaran tersendiri untuk merawat dan mengunakan bangunan berkarakter neo klasik itu.
Karena itu pria berusia 62 tahun tersebut berharap kepada gubernur sekarang ini Matius D. Fakhiri – Aryoko Rumaropen dapat memperhatikan dan kembali memfungsikan sebagaimana sebelum-sebelumnya. Meski dengan berat hati Herman mengatakan hal tersebut, karena diakui tidak mudah untuk melepaskan dan meninggalkan bangunan peninggalan kolonial itu setelah bertahun-tahun menempatinya.