Friday, June 20, 2025
24.7 C
Jayapura

Di Tengah Keterbatasan, Justru Lebih Kreatif dan Mampu Tunjukkan Kemandirian

Ketika Penyandang Disabilitas Diberi Kesempatan yang Sama di Festival Cenderawasih

Sekilas melihat para penyandang disabilitas menimbulkan empati bagi siapa saja. Namun siapa sangka, jika mereka diberi kesempatan yang sama, justru mampu menunjukkan kemampuan, kreatifitas dan kemandiriannya. Tak kalah dibanding yang yang normal.

Laporan: Elfira_Jayapura

Jari-jari tangan mereka terlihat sibuk dan lincah, saat saya menghampiri para penyandang disabilitas ini, di salah satu tenan Festival Cenderawasih di eks Terminal PTC Entrop, sekira pukul 18. 47 WIT, Sabtu (14/6) malam itu. Ada yang menganyam noken, membuat gelang dari manik-manik, menata jualan di atas meja, bahkan sebagian dari mereka sibuk mengobrol di depan tenan.

Entah apa yang diobrolkan di tengah kebisingan Festival Cenderawasih malam itu, namun mereka sesekali tertawa saat duduk di meja plastik. Di dalam pojok tenan, saya pun mengobrol dengan Helma Makai, seorang perempuan penyandang tunanetra yang sedang sibuk menganyam noken. Katanya, noken berwarna cokelat yang dianyamnya itu pesanan orang.

Baca Juga :  Dinilai Banyak Jasanya, Dorong Gelar Pahlawan Bagi Sosok Ramses Ohee

“Ini pesanan orang, saya hanya melanjutkan anyamannya saja dan sebentar dia akan datang mengambilnya,” ucap perempuan 58 tahun itu sembari kedua tangannya terus menganyam menggunakan benang dan jarum plastik.

Di tengah keterbatasannya, Helma jago dalam membuat taplak meja berbahan sedotan, taplak meja dari benang, menganyam noken dan lainnya. Rekannya, kata Helma, juga jago dalam membuat keset kaki berbahan sabut kelapa, gelang dan aksesoris lainnya.

Hasil buatannya ia jual sendiri. Perempuan 58 tahun ini biasa berjualan di pelataran Saga Jayapura, depan Toko Virgo, Toko Aneka dan Gramedia. Beberapa lembar rupiah yang didapat dicukup-cukupkan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

“Saya cacat namun memiliki keterampilan, dari keterampilan yang saya miliki untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari,” ungkap perempuan yang tinggal di Polimak ini.
Masih di tenan yang sama, di sudut lainnya, Novia dan Fernando orang dengan keistimewaannya, sedang membuat gelang, kalung dan anting dari manik-manik. Harganya terbilang murah, dijual Rp 25 ribu per satuan.

Baca Juga :  Cukup Satu Cabai untuk Soeharto

Saya pun ikut membeli gelang yang dibuat dari beragam manik-manik itu, modelnya lucu sekali. Sepasang suami isteri ini kemudian mengajak mengobrol tanpa suara, hanya menggunakan gerakan tangan. Termasuk harga Rp 25 ribu saya ketahui dari gerakan tangan yang disampaikan, untuk kalung dijualnya ada yang Rp 35 ribu.

Ketika Penyandang Disabilitas Diberi Kesempatan yang Sama di Festival Cenderawasih

Sekilas melihat para penyandang disabilitas menimbulkan empati bagi siapa saja. Namun siapa sangka, jika mereka diberi kesempatan yang sama, justru mampu menunjukkan kemampuan, kreatifitas dan kemandiriannya. Tak kalah dibanding yang yang normal.

Laporan: Elfira_Jayapura

Jari-jari tangan mereka terlihat sibuk dan lincah, saat saya menghampiri para penyandang disabilitas ini, di salah satu tenan Festival Cenderawasih di eks Terminal PTC Entrop, sekira pukul 18. 47 WIT, Sabtu (14/6) malam itu. Ada yang menganyam noken, membuat gelang dari manik-manik, menata jualan di atas meja, bahkan sebagian dari mereka sibuk mengobrol di depan tenan.

Entah apa yang diobrolkan di tengah kebisingan Festival Cenderawasih malam itu, namun mereka sesekali tertawa saat duduk di meja plastik. Di dalam pojok tenan, saya pun mengobrol dengan Helma Makai, seorang perempuan penyandang tunanetra yang sedang sibuk menganyam noken. Katanya, noken berwarna cokelat yang dianyamnya itu pesanan orang.

Baca Juga :  Perekrutan DPRK Jalur Pengangkatan Adat Dinilai Salahi Aturan

“Ini pesanan orang, saya hanya melanjutkan anyamannya saja dan sebentar dia akan datang mengambilnya,” ucap perempuan 58 tahun itu sembari kedua tangannya terus menganyam menggunakan benang dan jarum plastik.

Di tengah keterbatasannya, Helma jago dalam membuat taplak meja berbahan sedotan, taplak meja dari benang, menganyam noken dan lainnya. Rekannya, kata Helma, juga jago dalam membuat keset kaki berbahan sabut kelapa, gelang dan aksesoris lainnya.

Hasil buatannya ia jual sendiri. Perempuan 58 tahun ini biasa berjualan di pelataran Saga Jayapura, depan Toko Virgo, Toko Aneka dan Gramedia. Beberapa lembar rupiah yang didapat dicukup-cukupkan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

“Saya cacat namun memiliki keterampilan, dari keterampilan yang saya miliki untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari,” ungkap perempuan yang tinggal di Polimak ini.
Masih di tenan yang sama, di sudut lainnya, Novia dan Fernando orang dengan keistimewaannya, sedang membuat gelang, kalung dan anting dari manik-manik. Harganya terbilang murah, dijual Rp 25 ribu per satuan.

Baca Juga :  Bamuskam Diminta Awasi Penggunaan APBKam

Saya pun ikut membeli gelang yang dibuat dari beragam manik-manik itu, modelnya lucu sekali. Sepasang suami isteri ini kemudian mengajak mengobrol tanpa suara, hanya menggunakan gerakan tangan. Termasuk harga Rp 25 ribu saya ketahui dari gerakan tangan yang disampaikan, untuk kalung dijualnya ada yang Rp 35 ribu.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/