Ketua DPRP Jhony Banua Rouw Blak-blakan Soal APBD Perubahan yang Tak Digelar (Bagian I)
Pernyataan sikap Fraksi Demokrat DPR Papua yang menyatakan tidak percaya kepada unsur pimpinan DPR Papua akhirnya ditanggapi oleh Ketua DPRP, Jhony Banua Rouw. Disini Politisi Nasdem ini buka – bukaan soal kondisi terkini terkait sidang APBD Perubahan yang tidak dilakukan dan menggunakan Peraturan Kepala Daerah. Satu hal yang dipastikannya bahwa meski menggunakan Perkada maka semua program yang berkaitan dengan masyarakat bisa tetap dibiayai
Laporan: Gamel Abdel Naser_Jayapura
Ketua DPRP Jhony Banua Rouw blak – blakan bahwa ada hal prinsip yang berkaitan dengan rasionalisasi anggaran hingga akhirnya sidang APBD Perubahan ini tidak digelar tahun ini.
“Yang pertama saya mau katakan bahwa fraksi di DPR diperbolehkan menyatakan sikap, tapi harus tetap berpegang pada aturan. Fraksi Demokrat yang sudah punya pengalaman harusnya bisa memberikan pemahaman sesuai dengan mekanisme dan aturan agar tidak membuat opini bahwa ini (menggunakan Perkada) adalah hal yang tidak benar,” jelas Jhony Banua kepada wartawan di kantor DPRP, Senin (17/10).
Ia membeberkan bahwa Perkada diatur dalam PP Nomor 12 tahun 2019 dan Permendagri nomor 77 tahun 2020. Di situ sangat jelas mekanisme dan pembahasan. Dari aturan ini dibolehkan bahwa jika tidak melakukan sidang APBD Perubahan, maka bisa menggunakan Perkada. Contoh di pasal 107 tentang perubahan anggaran. Lalu pasal 110 PP Nomor 12 tahun 2019 untuk membuat ketentuan terkait penyusunan dan persetujuan rancangan perkada wajib membiayai hal – hal mendasar. “Artinya boleh (menggunakan Perkada),” tegas Banua. Perkada sekali lagi bisa digunakan untuk belanja yang sifatnya mengikat, dibutuhkan terus menerus dan dialokasikan kepada Pemda dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan. Misalnya belanja pegawai, belanja barang dan jasa, ini boleh dibiayai oleh Perkada.
Lalu belanja wajib adalah belanja yang menjamin pemenuhan pelayanan dasar masyarakat semisal biaya pendidikan, biaya beasiswa maupun honor guru semua bisa dibiayai.Kemudian ada juga aspek kesehatan semisal pembayaran tenaga medis, operasional rumah sakit hingga dan obat – obatan semua bisa menggunakan Perkada.
“Kewajiban membayar kepada pihak ketiga juga bisa dibayarkan. Jadi pembahasan menggunakan Perkada tetap bisa membiayai anggaran yang sudah ditentukan dan menurut saya, Fraksi Demokrat jangan membuat wacana bahwa Perkada ini tidak boleh,” imbuhnya.
Jhony bahkan menjamin semua bisa dibayarkan. Dirinya sendiri sudah berkoordinasi dalam rapat resmi pada 12 Oktober 2022 yang dipimpin Dirjend Keuangan Daerah, Kemendagri dan dihadiri anggota dewan, sekwan dan pihak eksekutif.
Saat itu Jhony sampaikan bahwa keterlambatan dikarenakan hal mendasar dan prinsip. Semisal persoalan pengungsi, di Nduga, Wamena, Intan Jaya dan Pegunungan Bintang dan ketika masyarakat kembali ke kampung maka pemerintah harus bisa menyiapkan sarana dan prasarana mengingat semua akan memulai dari nol.
“Kami juga meminta untuk menjamin biaya beasiswa bagi mahasiswa, sebab kami mendapat dua permintaan berbeda. Pertama TAPD hanya anggarkan Rp 40 miliar sedangkan pertemuan kami dengan BPSDM membutuhkan sekira Rp 200 miliar. Kami butuh kepastian dari perbedaan ini,” tambahnya.
Disitu kata Jhony, dirinya sempat meminta inspektorat untuk melakukan review berapa kebutuhan yang dibutuhkan agar anggaran tepat dan tidak menjadi masalah di kemudian hari.
Kemudian soal aspek ekonomi dimana dari pembahasan di Komisi II yang bermitra dengan 6 OPD ternyata hanya dianggarkan Rp 34, 3 miliar dan setelah ditelisik lebih jauh ternyata ada 1 SKPD yang penting yang hanya dianggarkan Rp 999.999.999 atau tak sampai Rp 1 miliar.
Artinya ini hanya untuk listrik dan operasional, menurut Jhony. Disitu pihaknya meminta dinaikkan sekitar Rp 60 miliar. “Kalau minta disahkan cepat, maka apakah mereka tidak punya hati untuk rakyat, sementara banyak yang kurang – kurang. Saya tidak mau berdosa untuk pengesahan APBD tersebut,” tegasnya.
Lalu ada juga pekerjaan multi years yang kontraknya melebihi pagu anggaran yang disepakati. Jhony menyebut proses ini sudah disepakati 3 tahun yang lalu, antara pimpinan DPRP dan gubernur. Mensepakati program prioritas dan disepakati diselesaikan tahun ini dan sudah ditentukan pagu anggarannya.
Untuk kantor gubernur disepakati Rp 400 miliar, namun dalam rapat dengan Dinas PU menyebutkan bahwa kontraknya adalah Rp 413 miliar dan itu melebihi pagu. “Dimana – mana pagu menentukan dan nilai lelang selalu lebih rendah. Masak kontraknya melebihi,” sindirnya.
Lalu DPRP, kata Jhony, juga melihat indikasi ada pekerjaan yang dikerjakan sebelum sidang dilakukan. “Kami mencurigai ada penggunaan anggaran yang mendahului sidang. Jadi menurut saya seharusnya teman – teman demokrat ikut berpikir soal berdampak hukum di kemudian hari yang bisa saja pimpinan dewan dan gubernur ikut terseret,” tambahnya.’
“Tugas saya menjaga gubernur, sebab kami sama – sama di forkopimda. Harusnya teman – teman demokrat ikut berperan menjaga gubernur. Sebab kami di Nasdem juga mendukung beliau. Saya ketua koalisi periode pertama dan saya punya tanggungjawab dimana Nasdem juga mengusung beliau sehingga kami patut menjaga,” sindir Jhony. (Bersambung)