Thursday, November 20, 2025
25.2 C
Jayapura

Perlu Integrasi Modul yang Bermuatan strategi Penanggulanagan Radikalisme

   Dampak daripada sikap intoleran terjadi pada beberapa hal, pertama diskriminasi dan ketidakadilan. Dijelaskan perlakuan tidak adil terhadap individu atau kelompok berdasarkan perbedaan seperti ras, agama, gender, atau orientasi seksual.

   Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksetaraan dalam kesempatan kerja, pendidikan, layanan kesehatan, dan hak-hak dasar lainnya. Selain itu akan berdampak terjadinya konflik sosial dan emosional.  Ketegagan dan permusuhan antara kelompok kelompok intoleransi dapat berujung pada kekerasan perselisiahan, yang berkepanjangan dan perpecahan didalam masyarakat.

   Lebih lanjut kesehatan mental dan emosional. Ini akan menyebabkan stres, kecemasan, depresi, dan gangguan kesehatan mental lainnya pada korban intoleransi. Dan dampak pendidikan dan pengembangan. Hambatan dalam akses dan kualitas pendidikan akibat intoleransi. “Individu atau kelompok yang mengalami intoleransi mungkin menghadapi kesulitan dalam mengakses pendidikan yang berkualitas atau merasa terpinggirkan di lingkungan pendidikan,” jabarnya.

Baca Juga :  BPBD Sosialisasikan Mitigasi Bencana di Distrik Japut

   Untuk mengatasi terjadinya sikap intoleran tersebut terutama di Kampus, maka perlu dilakukan beberapa strategi. Pertama perguruan tinggi perlu melakukan proses integrasi kurikulum atau modul yang bermuatan strategi penanggulanagan radikalisme.

Mengintegrasikan mata kuliah atau modul tentang keberagaman, hak asasi manusia, dan studi etnis dalam kurikulum akademik. Ini dapat membantu mahasiswa memahami berbagai perspektif dan menghargai perbedaan.

   Kemudian pelatihan sensitivitas dan antidiskriminasi. Perguruan tinggi wajib menyelenggarakan pelatihan bagi mahasiswa, staf, dan dosen tentang bias, diskriminasi, dan toleransi.

   Pelatihan ini dapat mencakup bagaimana menangani perbedaan budaya dan menciptakan lingkungan yang Inklusif. Hal lain adanya kebijakan dan regulasi antidiskriminasi. Menyusun dan menerapkan kebijakan anti-diskriminasi yang jelas, termasuk prosedur pelaporan dan penanganan kasus intoleransi.

Baca Juga :  Persipura Akan Menyapa Kota-kota di Papua

   Menyusun kode etik yang mengatur perilaku mahasiswa dan staf dalam konteks keberagaman dan inklusi, serta menegakkan aturan ini secara konsisten. Jadi secara singkat edukasi dan pelatihan, kemudian promosi dan dialog dan dan kebijakan yang komsisten, haris dilakukan di Kampus untuk menanggulangu paham paham yang bertentangan dengan ideologi pancasila,” ujarnya. (*)

   Dampak daripada sikap intoleran terjadi pada beberapa hal, pertama diskriminasi dan ketidakadilan. Dijelaskan perlakuan tidak adil terhadap individu atau kelompok berdasarkan perbedaan seperti ras, agama, gender, atau orientasi seksual.

   Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksetaraan dalam kesempatan kerja, pendidikan, layanan kesehatan, dan hak-hak dasar lainnya. Selain itu akan berdampak terjadinya konflik sosial dan emosional.  Ketegagan dan permusuhan antara kelompok kelompok intoleransi dapat berujung pada kekerasan perselisiahan, yang berkepanjangan dan perpecahan didalam masyarakat.

   Lebih lanjut kesehatan mental dan emosional. Ini akan menyebabkan stres, kecemasan, depresi, dan gangguan kesehatan mental lainnya pada korban intoleransi. Dan dampak pendidikan dan pengembangan. Hambatan dalam akses dan kualitas pendidikan akibat intoleransi. “Individu atau kelompok yang mengalami intoleransi mungkin menghadapi kesulitan dalam mengakses pendidikan yang berkualitas atau merasa terpinggirkan di lingkungan pendidikan,” jabarnya.

Baca Juga :  Momentum Hari Pancasila, Dua Guru Besar Uncen Jadi Pengibar Bendera

   Untuk mengatasi terjadinya sikap intoleran tersebut terutama di Kampus, maka perlu dilakukan beberapa strategi. Pertama perguruan tinggi perlu melakukan proses integrasi kurikulum atau modul yang bermuatan strategi penanggulanagan radikalisme.

Mengintegrasikan mata kuliah atau modul tentang keberagaman, hak asasi manusia, dan studi etnis dalam kurikulum akademik. Ini dapat membantu mahasiswa memahami berbagai perspektif dan menghargai perbedaan.

   Kemudian pelatihan sensitivitas dan antidiskriminasi. Perguruan tinggi wajib menyelenggarakan pelatihan bagi mahasiswa, staf, dan dosen tentang bias, diskriminasi, dan toleransi.

   Pelatihan ini dapat mencakup bagaimana menangani perbedaan budaya dan menciptakan lingkungan yang Inklusif. Hal lain adanya kebijakan dan regulasi antidiskriminasi. Menyusun dan menerapkan kebijakan anti-diskriminasi yang jelas, termasuk prosedur pelaporan dan penanganan kasus intoleransi.

Baca Juga :  Kasus Malaria Tinggi, Faktor Lingkungan Jadi Penyebab Utama

   Menyusun kode etik yang mengatur perilaku mahasiswa dan staf dalam konteks keberagaman dan inklusi, serta menegakkan aturan ini secara konsisten. Jadi secara singkat edukasi dan pelatihan, kemudian promosi dan dialog dan dan kebijakan yang komsisten, haris dilakukan di Kampus untuk menanggulangu paham paham yang bertentangan dengan ideologi pancasila,” ujarnya. (*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya