Friday, April 19, 2024
27.7 C
Jayapura

Berjibaku di Ketinggian 4.200 Mdpl dan Minim Oksigen, 8 Jenazah Dievakuasi

Kisah 9 Anggota Polri yang Mengevakuasi 8 Jenazah Korban Keganasan KKB di Beoga

Delapan jenazah karyawan dan warga sipil yang menjadi korban keganasan KKB saat bekerja infrastruktur telekomunikasi di Distrik Beoga Kabupaten Puncak berhasil dievakuasi. Bagaimana jalannya evakuasi 8 jenazah tersebut?

Laporan: Elfira, Jayapura

Tanggal 2 Maret tahun 2022 lalu, hati publik terutama keluarga korban terpukul dengan tragedi pembantaian delapan pekerja PT. Palapa Timur Telematika (PTT) di Tower B3, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak.

Niat membangun Papua lewat jaringan telekomunikasi terhenti di ketinggian 4.200 meter di atas permukaan laut (MDPL) manakala Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang diduga pimpinan Aibon Kogoya membunuh delapan pekerja tower yang tak berdosa kala itu.

Delapan pekerja Tower tersebut telah dimakamkan di kampung halaman mereka masing-masing usai dilakukan evakuasi, termasuk salah satu korban berasal dari Ilaga Kabupaten Puncak bernama Bebi Tabuni.

Ada aksi heroik dibalik proses evakuasi 8 jenazah yang dilakukan pada tanggal 7 Maret 2022 lalu.

Dalam proses evakuasi terhadap delapan orang jenazah PTT, Polda Papua menerjunkan sembilan orang anggotanya yang tergabung dalam Satgas Gakum Damai Cartenz. Dimana Iptu Budi Basrah anggota Brimob Polda Papua sebagai pimpinan tim evakuasi kala itu.

Betapa sulitnya proses evakuasi saat itu. Iptu Budi Basrah yang ditemui Cenderawasih Pos di Mako Brimob, Kotaraja, Sabtu (12/3) kemarin, menyebutkan suhu di lokasi minus 5 derajat celcius dengan ketinggian 4 ribuan Mdpl. Sehingga, langkah kaki kerap terhenti saat berjalan membawa jenazah dari camp menuju ke landasan helikopter.

“Proses evakuasi terkendala gunung yang tinggi dengan oksigen biasanya di darat 22 derajat. Sementara di lokasi kejadian proses evakuasi minus 5 derajat. Oksigennya begitu tipis saat itu,” ungkap anggota Brimob yang masuk Polisi sejak tahun 2002 silam ini.

Oksigen yang menipis, membuat Iptu Budi dan 8 anggota lainnya sedikit kesulitan dalam proses evakuasi. Namun, kemanusian dan motto Brimob “Jiwa Ragaku Demi Kemanusiaan” menjadi penyemangat untuk tim melakukan evakuasi 8 jenazah yang berada di camp saat itu.

Baca Juga :  Rasa Kasih Sayang Harus Diwujudkan dengan Kepedulian Membantu Sesama

Tebing menjulang tinggi menghiasi lokasi pembantaian 8 karyawan PTT. Tak jauh dari TKP, terlihat tempat perlintasan dari KKB. Dimungkinkan saat itu, KKB ke lokasi hanya untuk membunuh delapan orang tersebut setelah itu mereka balik.

“Evakuasi kami lakukan selama 3 jam, mulai jam 7-an berakhir sekira pukul 11:00 WIT. Ketika proses evekuasi selesai, kami langsung balik ke Mimika membawa jenazah,” tutur Budi Basra, anggota Brimob Polda Papua yang pernah ke Cartenz dan puncak Sumantri yang berada di ketinggian 4.870 Mdpl ini.

Iptu Budi Basra adalah orang pertama yang turun dari helikopter ke lokasi perlintasan TKP untuk mengamankan lokasi, sebelum tiga helikopter milik sipil mendarat untuk melakukan proses evakuasi jenazah. Tak lama kemudian, anggota lainnya menyusul turun. Mereka dilengkapi peralatan lengkap yang safety.

“Saat turun dari helikopter, saya terus berdoa agar saya dan rekan-rekan saya selamat selama proses evakuasi. Saya terus mengandalkan Tuhan saat itu,” ucap Polisi yang gemar bermain bola ini.

Sebelum proses evakuasi, helikopter yang membawa tim evakuasi beberapa kali mengitari TKP dari udara. Benar-benar memastikan situasi aman, lalu tim yang sudah didahului Iptu Budi turun ke lokasi. Proses evakuasi saat itu lewat jalur udara akibat sulitnya medan.

Tim menemukan delapan jenazah berada di satu titik yakni dalam kamp, usai helikopter mendarat sekitar 100 meter dari camp. Kemudian 9 anggota Polri yang tergabung dalam Satgas Gakum Damai Cartenz dengan peralatan lengkap melakukan evakuasi.

Mengangkat jenazah dari camp lalu dimasukkan ke dalam kantong jenazah berwarna kuning yang telah disediakan.

Tak ada gangguan selama proses evakuasi delapan jenazah saat itu, hanya saja terik matahari dan oksigen yang menipis terus mengusik selama proses evakuasi.

Baca Juga :  Anak Putus Sekolah Pun Dilatih, 80  Persen Peserta OAP

“Dalam proses evakuasi mengangkat jenazah dari camp menuju ke titik helikopter dengan jarak sekitar 100 meter, kami beberapa kali berhenti. Delapan langkah atau 10 langkah kami berhenti, mengambil nafas lalu melangkah lagi. Sebab, oksigen benar-benar menipis,” tutur Iptu Budi Basra yang sejak kecil bercita-cita menjadi anggota Brimob.

“Motto brimob jelas, jiwa ragaku demi kemanusiaan. Jadi apapun itu, kami harus saling bantu, saling tolong karena itu sudah hal wajib bagi seluuruh anggota Brimob, wajib hukumnya untuk membantu sesama,” sambungnya.

Iptu Basra sendiri sudah beberapa kali terlibat melakukan evakuasi. Termasuk proses evakuasi terhadap jenazah suster Gabriella serta mengevakuasi para guru dan masyarakat saat kejadian di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang pada September 2021 lalu. Dalam proses evakuasi tersebut, kabarnya ia juga terkena tembakan saat itu.

Di Kiwirok, Iptu Basra dan anggota lainya saat melakukan proses evakuasi harus berjalan kaki selama berhari-hari dari Oksibil ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang. Sementara di Beoga, menggunakan jalur udara.

“Sudah banyak melakukan proses evakuasi, saya tidak bisa hitung lagi. Yang pasti, jiwa ragaku untuk kemanusiaan sesuai motto Brimob,” tegas pria yang pernah ke Sumantri gunung es Papua dan Cartenz ini.

Sementara itu, Direskrimum Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani menyampaikan, tim saat itu sempat kesulitan menentukan siapa personel yang bisa melakukan evakuasi di lokasi tersebut. Hingga diputuskan personel yang diturunkan harus yang sudah pernah sampai ke Puncak Cartenz yang berada di ketinggian 4.884 MDPL.

Sebelumnya, delapan pekerja jaringan telekomunikasi tewas ditembak KKB di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Rabu (2/3). Para korban saat itu diserang ketika sedang memperbaiki Tower Base Transceiver Station (BTS) 3 Telkomsel yang lokasinya berada di ketinggian dan belum terdapat akses jalan darat. Akibatnya delapan orang tewas dalam peristiwa itu, salah satunya anak kepala suku.***

Kisah 9 Anggota Polri yang Mengevakuasi 8 Jenazah Korban Keganasan KKB di Beoga

Delapan jenazah karyawan dan warga sipil yang menjadi korban keganasan KKB saat bekerja infrastruktur telekomunikasi di Distrik Beoga Kabupaten Puncak berhasil dievakuasi. Bagaimana jalannya evakuasi 8 jenazah tersebut?

Laporan: Elfira, Jayapura

Tanggal 2 Maret tahun 2022 lalu, hati publik terutama keluarga korban terpukul dengan tragedi pembantaian delapan pekerja PT. Palapa Timur Telematika (PTT) di Tower B3, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak.

Niat membangun Papua lewat jaringan telekomunikasi terhenti di ketinggian 4.200 meter di atas permukaan laut (MDPL) manakala Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang diduga pimpinan Aibon Kogoya membunuh delapan pekerja tower yang tak berdosa kala itu.

Delapan pekerja Tower tersebut telah dimakamkan di kampung halaman mereka masing-masing usai dilakukan evakuasi, termasuk salah satu korban berasal dari Ilaga Kabupaten Puncak bernama Bebi Tabuni.

Ada aksi heroik dibalik proses evakuasi 8 jenazah yang dilakukan pada tanggal 7 Maret 2022 lalu.

Dalam proses evakuasi terhadap delapan orang jenazah PTT, Polda Papua menerjunkan sembilan orang anggotanya yang tergabung dalam Satgas Gakum Damai Cartenz. Dimana Iptu Budi Basrah anggota Brimob Polda Papua sebagai pimpinan tim evakuasi kala itu.

Betapa sulitnya proses evakuasi saat itu. Iptu Budi Basrah yang ditemui Cenderawasih Pos di Mako Brimob, Kotaraja, Sabtu (12/3) kemarin, menyebutkan suhu di lokasi minus 5 derajat celcius dengan ketinggian 4 ribuan Mdpl. Sehingga, langkah kaki kerap terhenti saat berjalan membawa jenazah dari camp menuju ke landasan helikopter.

“Proses evakuasi terkendala gunung yang tinggi dengan oksigen biasanya di darat 22 derajat. Sementara di lokasi kejadian proses evakuasi minus 5 derajat. Oksigennya begitu tipis saat itu,” ungkap anggota Brimob yang masuk Polisi sejak tahun 2002 silam ini.

Oksigen yang menipis, membuat Iptu Budi dan 8 anggota lainnya sedikit kesulitan dalam proses evakuasi. Namun, kemanusian dan motto Brimob “Jiwa Ragaku Demi Kemanusiaan” menjadi penyemangat untuk tim melakukan evakuasi 8 jenazah yang berada di camp saat itu.

Baca Juga :  Bayar Retribusi Tiap Bulan, Giliran Banjir Sampah Tak Kunjung Dibersihkan

Tebing menjulang tinggi menghiasi lokasi pembantaian 8 karyawan PTT. Tak jauh dari TKP, terlihat tempat perlintasan dari KKB. Dimungkinkan saat itu, KKB ke lokasi hanya untuk membunuh delapan orang tersebut setelah itu mereka balik.

“Evakuasi kami lakukan selama 3 jam, mulai jam 7-an berakhir sekira pukul 11:00 WIT. Ketika proses evekuasi selesai, kami langsung balik ke Mimika membawa jenazah,” tutur Budi Basra, anggota Brimob Polda Papua yang pernah ke Cartenz dan puncak Sumantri yang berada di ketinggian 4.870 Mdpl ini.

Iptu Budi Basra adalah orang pertama yang turun dari helikopter ke lokasi perlintasan TKP untuk mengamankan lokasi, sebelum tiga helikopter milik sipil mendarat untuk melakukan proses evakuasi jenazah. Tak lama kemudian, anggota lainnya menyusul turun. Mereka dilengkapi peralatan lengkap yang safety.

“Saat turun dari helikopter, saya terus berdoa agar saya dan rekan-rekan saya selamat selama proses evakuasi. Saya terus mengandalkan Tuhan saat itu,” ucap Polisi yang gemar bermain bola ini.

Sebelum proses evakuasi, helikopter yang membawa tim evakuasi beberapa kali mengitari TKP dari udara. Benar-benar memastikan situasi aman, lalu tim yang sudah didahului Iptu Budi turun ke lokasi. Proses evakuasi saat itu lewat jalur udara akibat sulitnya medan.

Tim menemukan delapan jenazah berada di satu titik yakni dalam kamp, usai helikopter mendarat sekitar 100 meter dari camp. Kemudian 9 anggota Polri yang tergabung dalam Satgas Gakum Damai Cartenz dengan peralatan lengkap melakukan evakuasi.

Mengangkat jenazah dari camp lalu dimasukkan ke dalam kantong jenazah berwarna kuning yang telah disediakan.

Tak ada gangguan selama proses evakuasi delapan jenazah saat itu, hanya saja terik matahari dan oksigen yang menipis terus mengusik selama proses evakuasi.

Baca Juga :  Tak Bisa Berbuat di Tanah Pemerintah, Berharap Pemkot Segera Bangun Kembali

“Dalam proses evakuasi mengangkat jenazah dari camp menuju ke titik helikopter dengan jarak sekitar 100 meter, kami beberapa kali berhenti. Delapan langkah atau 10 langkah kami berhenti, mengambil nafas lalu melangkah lagi. Sebab, oksigen benar-benar menipis,” tutur Iptu Budi Basra yang sejak kecil bercita-cita menjadi anggota Brimob.

“Motto brimob jelas, jiwa ragaku demi kemanusiaan. Jadi apapun itu, kami harus saling bantu, saling tolong karena itu sudah hal wajib bagi seluuruh anggota Brimob, wajib hukumnya untuk membantu sesama,” sambungnya.

Iptu Basra sendiri sudah beberapa kali terlibat melakukan evakuasi. Termasuk proses evakuasi terhadap jenazah suster Gabriella serta mengevakuasi para guru dan masyarakat saat kejadian di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang pada September 2021 lalu. Dalam proses evakuasi tersebut, kabarnya ia juga terkena tembakan saat itu.

Di Kiwirok, Iptu Basra dan anggota lainya saat melakukan proses evakuasi harus berjalan kaki selama berhari-hari dari Oksibil ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang. Sementara di Beoga, menggunakan jalur udara.

“Sudah banyak melakukan proses evakuasi, saya tidak bisa hitung lagi. Yang pasti, jiwa ragaku untuk kemanusiaan sesuai motto Brimob,” tegas pria yang pernah ke Sumantri gunung es Papua dan Cartenz ini.

Sementara itu, Direskrimum Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani menyampaikan, tim saat itu sempat kesulitan menentukan siapa personel yang bisa melakukan evakuasi di lokasi tersebut. Hingga diputuskan personel yang diturunkan harus yang sudah pernah sampai ke Puncak Cartenz yang berada di ketinggian 4.884 MDPL.

Sebelumnya, delapan pekerja jaringan telekomunikasi tewas ditembak KKB di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Rabu (2/3). Para korban saat itu diserang ketika sedang memperbaiki Tower Base Transceiver Station (BTS) 3 Telkomsel yang lokasinya berada di ketinggian dan belum terdapat akses jalan darat. Akibatnya delapan orang tewas dalam peristiwa itu, salah satunya anak kepala suku.***

Berita Terbaru

Artikel Lainnya