Keluhan juga muncul dari Parnu, penjual Mie Ayam Keliling, mereka dipaksa untuk tidak berjualan oleh Satpol PP di depan Kantor Gubernur dengan alasan sampah.
Padahal kata pria 37 tahun itu, mereka punya tempat sampah tersendiri. Artinya, tidak membuang sampah sembarangan sebab mereka juga tahu aturan.
โSudah lama kami dilarang Satpol PP untuk tidak berjualan depan Kantor Gubernur dengan alasan sampah, padahal kami sediakan tempat sampah sendiri,โ ucap pria yang sudah 11 tahun menjadi penjual mie ayam keliling.
Menurutnya, yang membuat sampah berserakan Pantai Dok II adalah orang dari luar yang datang membawa makanan lalu meninggalkan sampahnya, tanpa membuangya di tempat sampah.
โItu lihat, sekalipun tanpa pedagang di sana (depan kantor gubernur-red) tapi sampah berserakan di mana mana. Seperti tak terurus,โ ujarnya.
Sejak tak lagi berjualan di depan kantor gubernur, Parnu mengaku pendapatannya berkurang. Biasanya Rp 1 jutaan perhari, kini turun drastis di bawah Rp 1 juta.
โPadahal, selama jualan kami bayar Rp 5000 ke Dispenda sebagai uang kebersihan, dan kami diberikan karcis,โ ucapnya.
Sementara itu, Plt Kabid Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Provinsi Papua, Urip Supriadi Sukirno, menyebut alasan pihaknya melarang adanya pedagang di depan kantor gubernur lantaran peraturannya sudah sangat jelas.
โPeraturannya sangat jelas di Perda 8 tahun 2016 bahwa badan atau orang dilarang melakukan aktivitas jual beli atau usaha di trotoar, badan jalan dan tempat penyeberangan,โ kata Urip.
Menurutnya, lokasi berjualan PKL (depan kantor gubernur-red) merupakan kantor pemerintah. Dan sesuai dengan aturan, tidak diperbolehkan adanya aktivitas usaha di lokasi tersebut.
โJika dibiarkan berjualan dampaknya adalah sampah dan terjadi kemacetan di lokasi tersebut,โ pungkasnya.(*/wen)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos