Sementara kasus Kekerasan berbasis gender online (KBGO) sebanyak (2) kasus, dan perdata waris dan asuh anak (3) kasus, serta pengelapan (2) kasus masih status konsul.
”Dalam pendampingan kasus, kami menghadapi kendala struktur, seperti aparat penegak hukum masih tidak peduli dengan kasus yang dialami korban, sehingga banyak kasus yang tidak berjalan,” kata Nur Aida kepada Cenderawasih di Kotaraja.
Selain itu, LBH APIK Jayapura juga mencatat proses penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung didorong melalui mediasi atau keadilan restoratif. Masih ada penyidik yang menginisiasi mediasi antara korban dan pelaku. Apabila korban tidak bersedia, kasusnya sebagai terlapor akan dilanjutkan.
Nur menegaskan, laporan jumlah kasus tersebut menggambarkan situasi dan kondisi pada 2024 dan 2025 yang belum berpihak terhadap perempuan korban kekerasan. Menurutnya banyak kasus kekerasan kepada perempuan menunjukkan masih belum adanya kebijakan yang komprehensif dalam penghapusan kekerasan atas perempuan dan anak.
Banyak kasus kekerasan kepada perempuan menunjukkan masih belum adanya kebijakan yang komprehensif dalam penghapusan kekerasan atas perempuan dan anak.
”Meningkatnya kasus-kasus merupakan gambaran menguatnya kepercayaan diri korban untuk bersuara. Jadi, bolehlah dalam satu sisi, kita membangun optimisme,” ujar Nur.
Dengan peningkatan laporan terkait KBGO di dunia digital. Kekerasan di tempat publik seperti tempat kerja, tempat ibadah, kampus, sekolah, dan transportasi publik, juga dimanfaatkan pelaku untuk melakukan aksinya. (*/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos