Beberapa tahun berada di Mosso, anak tiga anak ini mengaku warga yang telah kembali mulai merasakan kenyamanan. Anak-anak sudah mendapatkan akses pendidikan, begitu juga dengan pelayanan kesehatan.
“Hal hal seperti ini yang tidak pernah didapatakan selama tinggal di PNG,” ucapnya sembari menyatakan kini warga tersebut hidup di Mosso dengan bermata pencaharian sebagai petani dan berburu.
Kata Abner, warga tersebut sebagian masih menumpang di rumah keluarga. Karena itu, diharapkan adanya bantuan dari pemerintah setempat. Adapun masyarakat di Mosso sendiri menggunakan tiga bahasa yakni Fijin Ingris, Indonesia dan bahasa kampung.
Sementara itu, Plh Kepala BPPKLN, Dolfinus Kareth menyebut, dari 30 KK (176 jiwa) warga Mosso yang pernah bermukim di PNG. 21 KK diantaranya sudah berada di Mosso, sementara 9 KK masih berada di PNG.
“Sebanyak 9 KK ini sudah masuk dalam daftar pengusulan untuk mau masuk ke Indonesia,” ucapnya.
Dikatakan Dolfinus, sebanyak 30 KK tersebut ada yang memiliki kartu identitas diri saat tinggal di PNG, namun ada juga yang tak memiliki identitas diri.
“Bagi mereka yang masih memegang kartu identitas sebagai warga PNG, kami sudah minta dikembalikan. Nantinya, kita pemerintah serahkan kepada perwakilan pemerintah PNG yang ada di Jayapura. Ini harus dikembalikan, sebab mereka sudah menjadi WNI,” bebernya.
Ia menyebut, 21 KK yang telah berada di Mosso bervariasi. Ada yang sudah tiga tahun, empat tahun dan lima tahun. Dikarenakan mereka orang asli Mosso, saat kembali langsung diterima oleh pihak keluarga.
“Mereka ini adalah warga asli Papua, yang tinggal di PNG selama puluhan tuhan lalu ingin kembali ke kampung asalnya,” ungkapnya.