Beragam alasan yang membuat Oskar kembali ke tanah asalnya, setelah puluhan tahun ditinggalkan. Selama berada di PNG, Oskar dan warga lainnya sama sekali tak diperhatikan oleh pemerintah yang ada di sana. Bahkan, anak-anak mereka sulit mendapatkan akses pendidikan.
“Pemerintah di sana (PNG-red), tidak perhatikan keperluan kami. Mulai dari pendidikan, kesejahteraan hingga kesehatan,” ucap pria yang kini menjabat sebagai Ketua RW di Kampung Mosso ini.
Oskar terus mengulang ngulang perkataannya tentang tak ada perhatian dari pemerintah PNG terhadap warga Mosso yang tinggal di Wutung. “Anak anak yang menderita sakit malaria, kalau hidup ya hidup, jika lepas nyawa ya lepas (meninggal-red),” curhatnya yang ditemui Cenderawasih Pos di Kantor Kampung Mosso.
Hal hal itulah yang membuat Oskar dan 21 Kepala Keluarga (KK) memilih kembali ke Mosso. Namun, kembalinya 21 KK tersebut secara bertahap, ada yang sejak tahun 2019, 2020 dan seterusnya.
Oskar mengaku kembali ke Mosso berjalan kaki dengan menggunakan jalur tradisional kala itu. Dan tiga tahun hidup di Mosso, ia dan anak anaknya merasa aman dan merasakan adanya perhatian dari perhatian pemerintah Indonesia.
“Kami kembali ke NKRI agar pemerintah bisa perhatikan kami, setelah berada di Mosso. Anak anak kami kini sudah bersekolah,” ungkapnya.
Ia pun meminta perhatian pemerintah kepada mereka yang kini telah kembali ke pangkuan NKRI.
Sementara itu, Wakil Ketua Bamuskam Abner Rewhi menyebut kembalinya warga tersebut ke Mosso lantaran mereka memiliki hak adat dan tradisi.
“Mereka masuk ke sini (Mosso-red) karena punya hak atas tanah adat dan tradisi dari moyang mereka. Jika pemerintah betul-betul memperhatikan Suku Nyau, maka harus perhatikan seluruh tanah adat mereka,” ungkap Abner.