Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Siapa Lagi yang Mau Lihat Orang-orang Papua Kalau Bukan “Kita” Sendiri

Lebih dekat dengan dr. Pauline Christine Sajori, Sp.BS, Perempuan Papua Pertama yang Menjadi Dokter Ahli Bedah Saraf

Dua pekan lalu merupakan momen spesial, bagi dr Pauline Christine Sajori, Sp.BS, dia menjadi dokter perempuan Papua pertama yang menjadi dokter ahli bedah saraf. Tak gampang meraih titel tersebut, namun dengan tekad yang kuat mampu menyelesaikan studinya. Bagaimana kisahnya? berikut bincang-bincang dr Pauline dengan Cenderawasih Pos

Laporan; Elfira

Ibu dua anak ini diwisuda pada Rabu (26/10) di Universitas Gadjah Mada Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) bersama 1.567 mahasiswa pasca sarjana.

Setelah 5 tahun 6 bulan menempuh Pendidikan di Universitas Gadjah Mada FKKMK, per tanggal 1 November ia sudah kembali aktif bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura.

Kembali melayani pasien seperti biasa, mengecek kondisi pasien dari ruangan ke ruangan untuk memastikan perkembangan kesehatan mereka.

Dokter kelahiran 1985 di Jayapura ini menempuh Pendidikan SD di Kalam Kudus Jayapura, sementara SMP Negeri 1 Biak dan SMAN 1 Biak, lalu melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih kala itu.

Menjadi seorang dokter bukanlah cita cita dr Paulina di masa kecil, melainkan menjadi seorang apoteker. Namun, kendala ekonomi hingga mengantarnya menjadi seorang dokter seperti saat ini.

“Saya lebih suka apoteker, namun sudah jalannya seperti ini. Menjadi seorang dokter lalu mengabdi di tanah saya sendiri,” ungkap ibu dua anak yang ditemui Cenderawasih Pos di RSUD Dok II usai melaksanakan tugasnya.

Baca Juga :  Coba “Main” Persuasif dan Minta Polisi Berinovasi

Dengan keterbatasan yang di RSUD Dok II saat ini, dr Paulina mengaku dirinya tetap bekerja di Rumah Sakit yang memiliki tipe B ini. Bekerja dan melayani masyarakat sesuai dengan sumpah dan atau janji dokter.

Mengenang masa lalunya, dr. Pauline menyebut jika dulu sewaktu dirinya masih menjadi dokter muda dan Pendidikan S1 di Uncen belum ada dokter bedah saraf di Papua. Namun sekarang, sudah ada.

Dengan adanya dokter bedah saraf, ia berharap pelayanan bedah saraf terutama pasien bedah saraf bisa terlayani dengan baik. Sebab, pelayanan kesehatan untuk bedah saraf suatu bagian  yang penting.

“Dalam rumah sakit yang besar menuju ke arah yang lebih maju, pentingnya memiliki dokter bedah saraf. Selain kita punya tenaga ahli yang lain, bedah saraf juga penting. Karena kasus di rumah sakit bukan hanya itu itu saja, melainkan kasus bedah saraf juga misalnya trauma kepala atau tumor otak dan itu butuh bedah saraf,” tutur anak pertama dari empat bersaudara ini.

Dilain sisi, sekalipun sudah menuntaskan Spesialis di FKKMK UGM, ibu dua anak ini masih memiliki keinginan untuk bersekolah kedepannya. Bahkan dari pengakuannya, sudah ada tawaran untuk itu.

“Sudah ada tawaran sekolah untuk saya dan saya memiliki keinginan untuk itu. Namun kebetulan saya seorang perempuan juga ibu untuk anak anak saya, maka untuk sementara saya masih ingin mendampingi anak anak saya yang masih kecil sekaligus memberikan pelayanan kesehatan di RSUD Dok II,” ucapnya.

Baca Juga :  Namanya Wisata ke Candi, Nggak Mungkin Puas Melihat dari Jauh

Dr Paulina menikmati perannya sebagai ibu untuk dua anaknya yang masih kecil juga dokter di RSUD Dok II. Yang tak kalah penting, suami dan keluarga begitu mendukung perempuan kelahiran 1985 silam ini.

“Ketika kembali ke rumah, saya menjadi ibu rumah tangga dengan ngajar anak, kerjakan tugas sekolah serta siapkan makanan anak anak. Bahkan, sewaktu saya sekolah Jogja, anak saya ikut serta dan sekolah di Jogja,” ungkapnya.

Dr Paulina berharap, kedepan masyarakat Papua di pelosok bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Mengingat Papua memiliki Fakultas Kedokteran dan anak anak Papua yang hebat.

“Saya yakin adik adik saya bersedia ditempatkan di pelosok daerah, maka itu, anak anak Papua harus menuntut ilmu setinggi tingginya. Supaya dokter spesialis lebih banyak lagi di Papua, siapa lagi yang mau lihat orang orang Papua kalau bukan kita sendiri,” pungkasnya.

Sekedar diketahui, dr. Pauline Christine Sajori merupakan angkatan kedua di Fakultas Kedokteran Uncen. Masuk kuliah tahun 2003 dan lulus pada tahun 2010. Sementara Spesialis dari FKKMK UGM selama 5 tahun 6 bulan atau setara dengan 11 semester.

Untuk S2 di FKKMK UGM, dr. Pauline Christine Sajori mengaku disekolahkan oleh Pemerintah Provinsi Papua melalui bantuan beasiswa. (*/wen)

Lebih dekat dengan dr. Pauline Christine Sajori, Sp.BS, Perempuan Papua Pertama yang Menjadi Dokter Ahli Bedah Saraf

Dua pekan lalu merupakan momen spesial, bagi dr Pauline Christine Sajori, Sp.BS, dia menjadi dokter perempuan Papua pertama yang menjadi dokter ahli bedah saraf. Tak gampang meraih titel tersebut, namun dengan tekad yang kuat mampu menyelesaikan studinya. Bagaimana kisahnya? berikut bincang-bincang dr Pauline dengan Cenderawasih Pos

Laporan; Elfira

Ibu dua anak ini diwisuda pada Rabu (26/10) di Universitas Gadjah Mada Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) bersama 1.567 mahasiswa pasca sarjana.

Setelah 5 tahun 6 bulan menempuh Pendidikan di Universitas Gadjah Mada FKKMK, per tanggal 1 November ia sudah kembali aktif bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura.

Kembali melayani pasien seperti biasa, mengecek kondisi pasien dari ruangan ke ruangan untuk memastikan perkembangan kesehatan mereka.

Dokter kelahiran 1985 di Jayapura ini menempuh Pendidikan SD di Kalam Kudus Jayapura, sementara SMP Negeri 1 Biak dan SMAN 1 Biak, lalu melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih kala itu.

Menjadi seorang dokter bukanlah cita cita dr Paulina di masa kecil, melainkan menjadi seorang apoteker. Namun, kendala ekonomi hingga mengantarnya menjadi seorang dokter seperti saat ini.

“Saya lebih suka apoteker, namun sudah jalannya seperti ini. Menjadi seorang dokter lalu mengabdi di tanah saya sendiri,” ungkap ibu dua anak yang ditemui Cenderawasih Pos di RSUD Dok II usai melaksanakan tugasnya.

Baca Juga :  Ada Terminal Bagus dan Megah, Tapi Masih Banyak Angkot Parkir di Luar

Dengan keterbatasan yang di RSUD Dok II saat ini, dr Paulina mengaku dirinya tetap bekerja di Rumah Sakit yang memiliki tipe B ini. Bekerja dan melayani masyarakat sesuai dengan sumpah dan atau janji dokter.

Mengenang masa lalunya, dr. Pauline menyebut jika dulu sewaktu dirinya masih menjadi dokter muda dan Pendidikan S1 di Uncen belum ada dokter bedah saraf di Papua. Namun sekarang, sudah ada.

Dengan adanya dokter bedah saraf, ia berharap pelayanan bedah saraf terutama pasien bedah saraf bisa terlayani dengan baik. Sebab, pelayanan kesehatan untuk bedah saraf suatu bagian  yang penting.

“Dalam rumah sakit yang besar menuju ke arah yang lebih maju, pentingnya memiliki dokter bedah saraf. Selain kita punya tenaga ahli yang lain, bedah saraf juga penting. Karena kasus di rumah sakit bukan hanya itu itu saja, melainkan kasus bedah saraf juga misalnya trauma kepala atau tumor otak dan itu butuh bedah saraf,” tutur anak pertama dari empat bersaudara ini.

Dilain sisi, sekalipun sudah menuntaskan Spesialis di FKKMK UGM, ibu dua anak ini masih memiliki keinginan untuk bersekolah kedepannya. Bahkan dari pengakuannya, sudah ada tawaran untuk itu.

“Sudah ada tawaran sekolah untuk saya dan saya memiliki keinginan untuk itu. Namun kebetulan saya seorang perempuan juga ibu untuk anak anak saya, maka untuk sementara saya masih ingin mendampingi anak anak saya yang masih kecil sekaligus memberikan pelayanan kesehatan di RSUD Dok II,” ucapnya.

Baca Juga :  Merasa Aman Bangun Sendiri Kios dengan Sewa Lahan dari Pihak Bintang Mas

Dr Paulina menikmati perannya sebagai ibu untuk dua anaknya yang masih kecil juga dokter di RSUD Dok II. Yang tak kalah penting, suami dan keluarga begitu mendukung perempuan kelahiran 1985 silam ini.

“Ketika kembali ke rumah, saya menjadi ibu rumah tangga dengan ngajar anak, kerjakan tugas sekolah serta siapkan makanan anak anak. Bahkan, sewaktu saya sekolah Jogja, anak saya ikut serta dan sekolah di Jogja,” ungkapnya.

Dr Paulina berharap, kedepan masyarakat Papua di pelosok bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Mengingat Papua memiliki Fakultas Kedokteran dan anak anak Papua yang hebat.

“Saya yakin adik adik saya bersedia ditempatkan di pelosok daerah, maka itu, anak anak Papua harus menuntut ilmu setinggi tingginya. Supaya dokter spesialis lebih banyak lagi di Papua, siapa lagi yang mau lihat orang orang Papua kalau bukan kita sendiri,” pungkasnya.

Sekedar diketahui, dr. Pauline Christine Sajori merupakan angkatan kedua di Fakultas Kedokteran Uncen. Masuk kuliah tahun 2003 dan lulus pada tahun 2010. Sementara Spesialis dari FKKMK UGM selama 5 tahun 6 bulan atau setara dengan 11 semester.

Untuk S2 di FKKMK UGM, dr. Pauline Christine Sajori mengaku disekolahkan oleh Pemerintah Provinsi Papua melalui bantuan beasiswa. (*/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya