Resmi, Penjualan Rokok Eceran Dilarang, Apa Kata para Penjual Rokok
Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait larangan menjual rokok eceran per batang, namun tidak semudah itu penerapannya, bagaimana pendapat para penjual rokok dan para perokok tentang PP No. 28 tahun 2024?
Laporan: Yohana-Jayapura
Ya, para perokok di Indonesia kian “dibatasi gerak-geriknya”, setelah harga cukai rokok naik yang berimbas pada naiknya harga rokok, tapi yang bikin para perokok tak bisa tidur itu adalah keluarnya PP No. 28 tahun 2024.
Pada dasarnya sangat baik untuk pencegahan kesehatan, tetapi bagi masyarakat kecil hal ini masih menjadi tarik ulur. Namun jika melihat dari data Survey Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, bahwa di Indonesia ada 70 orang perokok aktif.
Dan tidak semua perokok aktif itu mampu membeli rokok, umumnya masyarakat kecil biasa membeli rokok dalam porsi sedikit alias eceran. Namun kini penjualan rokok eceran tak sebebas dulu karena sudah dikeluarkan larangan penjualan rokok eceran.
Pasalnya, sampai dengan saat ini permintaan rokok eceran jauh lebih banyak ketimbang rokok perbungkus, hal ini dikarenakan konsumen rokok sendiri merupakan supir taksi, tukang ojek, dan juga tukang parkir.
Sementara jika diminta untuk menjual roko perbungkus, pastinya pedagang kaki lima, maupun pelaku UKM lainnya, akan kalah saing dengan kios-kios besar, maupun mini market yang terus menjamur.
Seperti halnya Bude Ani seorang pedagang kaki lima di Jln. Kelapa Dua Entrop, menjelaskan bahwa, sampai dengan saat ini dirinya masih berjualan rokok eceran.
Meski dirinya sudah mengetahui terkait pemberitaan larangan penjualan rokok eceran, melalui media sosial, namun hal tersebut masih jadi pertimbangan, mengingat permintaan rokok eceran masih tinggi.
“Penjualan rokok eceran lebih banyak, dibandingkan beli langsung satu bungkus, harga juga eceran lebih terjangkau yakni Rp 5.000/2 batang, sementara satu bungkus Rp 37 ribu/bungkus, ” Katanya kepada Cenderawasih Pos, Senin (5/8) kemarin.