Thursday, April 25, 2024
32.7 C
Jayapura

Dilarang tapi Masih Bebas Diperjualbelikan

Penyu-Penyu di Kaltim yang Terus Diburu

Peredaran produk olahan dari cangkang penyu telah dilarang. Namun, faktanya masih ada yang menjual di pasar tradisional. Di sisi lain, telur penyu masih diburu.

Peliput: M RIDHUAN & NOFFIYATUL CHALIMAH

AKHIR Oktober 2021 lalu, sebuah paket terpaksa ditahan di kargo Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan. Sebelumnya, saat pemeriksaan x-ray, paket yang berasal dari Kota Minyak tujuan Makassar, Sulawesi Selatan itu dicurigai membawa benda terlarang. Lewat layar, benda yang dicantumkan berisi makanan menunjukkan bentuk bulat berjumlah puluhan.

“Petugas melihat bentuknya seperti telur. Tetapi kok bulat-bulat,” ungkap Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Informasi Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Balikpapan Kadson Batubara, Selasa (17/5).

Kadson menceritakan, petugas bandara lantas menghubungi BKIPM. Dirinya pun turun sebagai penyidik. Bersama pihak jasa pengiriman, dirinya membuka paket tersebut. Ternyata di dalamnya terdapat 68 telur penyu. Dibungkus menggunakan wadah plastik. Dibagi empat. Kemudian dikemas menggunakan karton dan kardus.

“Kami telusuri dan panggil pengirimnya. Ternyata pemilik telur itu orang dari Kampung Baru (Balikpapan). Mengaku beli dari nelayan untuk dikirim ke keluarganya di Makassar untuk dijadikan obat,” ujar Kadson.

Setelah menyelesaikan surat dan administrasi, BKIPM pun menyerahkan kasus itu ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim. Sesuai pembagian tugasnya, BKIPM yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejauh ini hanya menangani hewan bersirip. “Tetapi tetap kami punya tanggung jawab untuk mencegah upaya penyelundupan satwa dan hasil olahannya yang dilindungi negara,” lanjutnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Kaltim Post sebelumnya, upaya penyelundupan telur penyu itu menjadi kasus pertama dalam 10 tahun terakhir yang berhasil terungkap. Kadson mengakui, meski sudah memiliki kerja sama antara Angkasa Pura dan pihak jasa pengiriman, masih ada sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pencegahan penyelundupan khususnya satwa dilindungi.

“Setiap paket yang diterima jasa pengiriman dari pengirim sudah dibungkus. Kalau pihak jasa pengiriman ‘kan hanya mencantumkan isi berdasarkan klaim pengirim. Kalau disebutnya makanan, ya dicantumkan makanan,” ungkap Kadson.

Setelah sampai di tangan jasa pengiriman, paket-paket yang diterima akan dimasukkan ke karung sebelum diantar ke kargo. Di kargo itu, karung berisi puluhan paket tidak dibongkar untuk mempertimbangkan efisiensi waktu. Dan secara massal akan dimasukkan ke pemeriksaan x-ray. Kata dia, di sini kejelian petugas diuji. “Saya katakan kelemahannya di sini. Tapi di satu sisi jasa pengiriman mempertimbangkan kecepatan waktu barang masuk ke pesawat,” ujarnya.

Memang, jasa pengiriman sudah menjadi salah satu jalan upaya penyelundupan barang ilegal. Biasanya, pelaku bakal menyamarkan bentuk dan identitas asli barang. Kondisi hanya akan terungkap melalui pemeriksaan x-ray. Kecuali, sudah ada informasi sebelumnya terkait upaya penyelundupan. Khusus penyu, telur, dan hasil olahan biasanya pencegahan penyelundupan akan lebih efektif dari wilayah penyu berasal.

“Kalau di Kaltim ini ‘kan biasanya dari Berau. Sementara kenapa bisa sampai di sini (Balikpapan), berarti ada jalurnya,” ungkap Kadson.

TIGA KASUS EKSPLOITASI

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Polda Kaltim melalui Direktorat Polairud telah mengungkap tiga kasus eksploitasi satwa yang dilindungi khususnya penyu. Di mana sekali pada 2019 dan dua kasus di 2021. Dari telur penyu hingga aksesori yang terbuat dari cangkang penyu.

“Jadi kami (Ditpolairud Polda Kaltim) memiliki Subdit Gakkum (penegakan hukum) yang di dalamnya memiliki tim intelijen perairan,” ungkap Direktur Polairud Polda Kaltim Kombes Tatar Nugroho kepada Kaltim Post, Jumat (20/5).

Tim intelijen perairan itu, kata Tatar, ditugaskan salah satunya mengawasi dan melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan satwa dilindungi, termasuk di dalamnya penyu. Selain itu, patroli di perairan menjadi salah satu cara mencegah dan menindak upaya penyelundupan satwa dilindungi tersebut.

“Melalui pos-pos dan bantuan dari jajaran Satpolair di Polres/Polresta di delapan wilayah di Kaltim, kami juga mengintensifkan pengawasan dan penyelidikan,” tuturnya.

Upaya Ditpolairud Polda Kaltim tidak sia-sia. Khusus untuk penyu, setelah pengungkapan penyelundupan 928 telur penyu pada 14 Mei 2021, pihaknya yang saat itu dibantu Lanal Sangatta mendapatkan penghargaan dari salah satu non-Governmental Organization (NGO) yang berbasis di Jerman. Sebab, telah berhasil mengungkap kasus tersebut.

“Satwa dilindungi seperti penyu ini ‘kan bukan hanya aset berharga bangsa Indonesia. Tetapi juga dunia. Artinya penyu menjadi salah satu satwa yang punya peran penting dalam kehidupan kita. Jadi jangan sampai punah,” bebernya.

Selain pengawasan dan penindakan, Tatar menyebut, pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak rutin melaksanakan edukasi terhadap masyarakat. Khususnya yang tinggal di sekitar habitat penyu dan tempat penyu bertelur. Membangun kesadaran terkait pentingnya penyu. Serta konsekuensi hukum jika melanggar. Termasuk keuntungan dari sisi pariwisata jika penyu tetap lestari di habitatnya.

“Pengungkapan yang kami lakukan membuktikan pelaku sebenarnya sadar dan tahu jika penyu, telur, dan hasil olahannya itu terlarang diburu dan diperjualbelikan. Terbukti tidak dilakukan secara terbuka,” sebutnya.

Baca Juga :  Diberi Nama Oleh Seorang Kapten, Toko Massar Dikenal Es Krimnya

Pada Hari Penyu Sedunia yang dirayakan setiap 23 Mei, Tatar menegaskan arahan dan petunjuk Kapolda Kaltim Irjen Imam Sugianto terkait perlindungan satwa dilindungi. Bahwa Kaltim sebagai salah satu habitat penyu harus dilindungi dari upaya kejahatan eksploitasi.

Dan sesuai Pasal 40 Ayat (2) jo 21 Ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, setiap pelaku bakal disanksi dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

“Pimpinan kami sangat concern dengan kelestarian satwa dilindungi, salah satunya penyu. Jadi kami berharap masyarakat bisa ikut serta melestarikan alam dan satwa di dalamnya,” pinta Tatar.

BEBAS DIPERJUALBELIKAN

Selain telur penyu, salah satu produk olahan penyu yang banyak diburu adalah aksesori dari cangkang penyu. Meski di atas kertas, produk cangkang penyu dilarang diperjualbelikan, namun sangat mudah menemukannya di pasaran. Seperti yang awak Kaltim Post telusuri di Pasar Inpres Kebun Sayur, yang menjadi pusat oleh-oleh Kaltim di Balikpapan.

Berpura-pura sebagai pemburu oleh-oleh, awak media menyusuri lorong pasar. Meski tak seramai pada medio 2000, namun tidak sulit menemukan cincin dan gelang yang diduga berasal dari cangkang penyu di lapak pedagang. Bahkan aksesori tersebut digantung dan diletakkan di etalase.

“Ini satu cincin Rp 25 ribu. Kalau gelang dari harga Rp 150 ribu yang biasa. Yang bagus Rp 175 ribu,” tawar seorang pedagang aksesori khas Kaltim itu.

Para pedagang aksesori yang ditemui awak media mengaku tahu jika penyu adalah satwa dilindungi. Tetapi mereka tidak mempersoalkannya. Sebab, selama ini tidak pernah ada masalah dengan pihak berwenang. Meski pasokan dari agen berkurang dari waktu ke waktu, barang olahan yang diduga dari cangkang penyu tersebut selalu tersedia jika diminta.

“Kami tidak tahu ini dari penyu apa. Kami tahunya sudah jadi seperti ini. Dan selama ini dari pemerintah juga tidak ada imbauan melarang,” ungkap pedagang.

Cincin dan gelang yang diduga dari cangkang penyu tersebut memang hingga kini masih jadi incaran wisatawan. Khususnya luar Kaltim. Selain karena warna dan coraknya yang khas dan menarik, aksesori itu dipercaya sebagai salah satu media pengobatan alternatif. Bahkan awak media sempat ditawari menjadi reseller aksesori tersebut.

“Saya selain jual di sini juga jual online. Kalau Mas mau, bisa jual lagi dengan harga lebih tinggi. Lagi pula kalau belinya banyak harganya bisa kurang,” ujar salah seorang pedagang yang tidak keberatan ketika cincin dan gelang dari sisik penyu diambil fotonya.

Memang, selain dijual secara langsung di pasar, tidak sulit juga menemukan produk olahan yang diduga dari cangkang penyu dijual secara daring. Di mesin pencarian Google, kata aksesori penyu mengarahkan pada lapak-lapak di Marketplace. Pun saat ditanya apakah aksesori tersebut dibolehkan ke luar Kaltim, pedagang menyebut tidak ada masalah.

“Jangankan cincin sama gelang, mandau yang senjata tajam boleh. Tapi lewat bagasi. Kalau ini (aksesori) ‘kan tinggal dibawa di tas tangan saja. Banyak kok pembeli saya yang bawa ke luar lewat bandara,” terangnya.

Pedagang di Pasar Inpres Kebun Sayur juga menyebut asal aksesori yang diduga cangkang penyu itu dari Berau. Namun selain Berau, ada juga yang berasal dari Sulawesi. Khususnya di daerah-daerah terpencil yang dikenal menjadi habitat penyu. “Tapi rata-rata yang kami jual ini dari perajin di Berau,” ungkapnya.

Sementara itu, Berau hingga kini masih menjadi “surga” bagi penyu. Dari persebaran pulau-pulau, sedikitnya ada tujuh pulau yang terdata Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim menjadi lokasi yang kerap didatangi penyu untuk bertelur. Yakni Pulau Sangalaki, Pulau Semama, Pulau Palimbangan, Pulau Sambit, pulau Mataha, Pulau Bilang-bilangan, dan Pulau Derawan.

“Selain ketujuh pulau ini, sebenarnya masih ada beberapa pulau yang berpotensi menjadi tempat penyu bertelur,” ungkap Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Berau BKSDA Kaltim, Dheny Mardiono.

Pulau Sangalaki disebut menjadi pulau paling banyak didatangi penyu untuk bertelur. Dheny menyebut, selain minim gangguan dan tak berpenghuni, pernah ada penelitian jika kondisi pasir di Pulau Sangalaki diduga memiliki tekstur yang lebih disukai penyu. Memudahkan untuk menggali lubang. Mengingat penyu merupakan hewan yang sensitif, apalagi saat musim bertelur.

“Puncaknya tahun lalu, ada 98 penyu mendarat dalam semalam di Pulau Sangalaki. Itu angka tertinggi yang pernah kami catat,” kata Dheny.

Musim bertelur penyu di Berau terjadi antara Juli hingga September. BKSDA Kaltim pada masa tersebut semakin intens patroli. Meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya pencurian telur. Mengingat hingga saat ini telur penyu masih menjadi sasaran bagi oknum masyarakat untuk diburu dan dijual. Bahkan dulunya disebut Dheny, intensitas pencurian meningkat menjelang Idulfitri.

“Faktornya ekonomi. Kami sebenarnya punya data siapa-siapa yang biasa mencari telur penyu. Kepada mereka kami berikan bimbingan dan pembinaan. Dan secara umum kami tetap melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar pulau” ujarnya.

Baca Juga :  Serahkan Berbagai Bantuan Untuk Merangsang Tumbuh Kembang

Di Pulau Derawan, BKSDA Kaltim pun membentuk kelompok bernama Derawan Mandiri. Anggotanya diajarkan untuk membuat kerupuk kulit ikan. Agar ekonomi mereka meningkat dan mengalihkan perburuan telur penyu. Mengurangi mitos khasiat telur penyu, hingga mengajak masyarakat lainnya untuk sadar tidak mengambil telur penyu.

“Sebenarnya hampir semua masyarakat tahu jika mengambil telur penyu itu dilarang. Tetapi karena terdesak ekonomi mereka tetap melakukannya,” sebutnya.

Sementara untuk pengawasan dan penindakan, BKSDA juga bekerja sama dengan TNI-Polri untuk meminimalisasi terjadinya pencurian. Khusus tiga pulau, seperti Pulau Sangalaki, Semama, dan Derawan, langsung ditangani BKSDA Kaltim, dari patroli hingga konservasi. Untuk empat pulau lain, pihaknya bekerja sama dengan organisasi yang peduli penyu.

“Kami sudah membentuk kerja sama dengan kepolisian untuk patroli. Ke depan kami juga akan menggandeng TNI AL untuk ikut membantu pengawasan,” sebutnya.

Selama lima tahun terakhir, upaya edukasi, patroli, hingga penindakan terbukti telah mengurangi persentase pencurian telur penyu. Dheny menyebut, sejak 2018, 15 persen dari total sarang penyu dijarah, kini jumlahnya turun drastis menjadi 3 persen. Data itu diperoleh khusus di Pulau Sangalaki yang ditetapkan sebagai kawasan taman wisata alam.

“Selama lima tahun terakhir juga terjadi peningkatan jumlah penyu mendarat dan bertelur. Termasuk penetasan telur menjadi tukik,” tuturnya.

Untuk kematian, Dheny menyebut memang masih ditemukan penyu yang mati tidak wajar. Namun, soal penyebabnya, dia tidak ingin berspekulasi. Apakah penyu yang ditemukan mati akibat ulah manusia atau faktor alam. Meski pada kasus tertentu, luka diduga berasal dari baling-baling kapal. Tetapi hal itu harus dibuktikan secara resmi. Faktor lain jika tidak ditemukan luka di luar, bisa saja penyu itu mati karena tertelan plastik. Tapi ditegaskannya itu harus dibuktikan dengan pembedahan.

“Untuk sampah plastik memang masih meresahkan. Entah sampah kiriman atau bukan, kami secara rutin ketika memasuki musim bertelur selalu membersihkannya. Tetapi sampah ini yang kami lihat tidak terlalu mengganggu penyu untuk bisa mendarat ke pulau,” ungkapnya.

Disinggung soal identifikasi dengan label ke penyu, BKSDA Kaltim pernah melakukannya. Namun, dari berbagai masukan berbagai kalangan, pemberian label ternyata masih menjadi perdebatan. Sebagian aktivis satwa menganggap pemberian label termasuk menyakiti karena membuat lubang pada bagian tubuh penyu. Lainnya menganggap pada bagian tertentu seperti bagian dalam sirip penyu tidak masalah jika dilubangi.

“Tahun-tahun sebelumnya kami sudah jarang menemukan penyu yang dilabeli. Hanya nol koma sekian persen dari yang mendarat dalam setahun. Artinya secara internasional pun sepertinya tidak pakai label,” bebernya.

MELESTARIKAN PENYU DARI SANGALAKI

Dari Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Sangalaki, Berau, tukik alias bayi penyu coba diselamatkan. Tiap hari pekerja di TWA itu, harus menapaki jalan berpasir. Salah satunya, Hadransyah. Tiap hari dia berjalan di bawah remang cahaya bulan.

Jika mendengar ada suara galian pasir tergesa-gesa, Hadran langsung menghentikan langkah. Dia menunggu sampai tak ada pergerakan lagi. Ketika situasi dirasa dia pas, senter pun dinyalakan lagi. Dia menunggu sosok hewan dengan sirip yang menyapu pasir itu selesai. “Kalau dia (penyu) bertelur di tempat yang sekira tidak aman, kami pindahkan. Kalau misalnya aman, kami biarkan saja,” kata dia.

Di pulau yang masuk gugusan Kepulauan Derawan itu, ratusan telur penyu bisa dia temukan dan mesti dievakuasi ke dekat kantor tempatnya bekerja. Di sana dia bisa mengubur ratusan telur penyu yang dievakuasi, di tempat penangkaran yang sudah disiapkan.

Jika tempat penangkaran penuh, telur penyu ditanam di halaman Kantor TWA Pulau Sangalaki. Faktor keamanan yang menyebabkan telur penyu harus dievakuasi adalah keamanan dari penjarah, hingga pasang surut air laut.

Selama dua bulan, biasanya telur ditanam. Hingga tukik menetas sendiri dan naik ke permukaan. Di dalam areal penangkaran telur itu, bisa menampung hingga 30-an sarang. Satu sarang, bisa diisi telur sekitar seratusan. Usai naik ke permukaan, biasanya tukik dikumpulkan dahulu di bak yang mereka siapkan.

“Biasanya kami taruh semalam di bak ini. Nanti kami lepaskan. Sama untuk edukasi pengunjung juga di sini. Bagaimana tukik itu,” sambung Hadransyah.

Perjalanan sebuah telur penyu, menjadi penyu yang bebas berenang di lautan, cukup terjal. Setelah dua bulan terpendam dalam pasir, telur yang bisa menjadi tukik hanya sekitar 80 persen. “Telur ke tukik 80 persen. Kalau tukik yang bisa besar jadi penyu, seribu banding satu,” sambungnya.

Upaya konservasi penyu itu sudah dipayungi hukum yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Hal itu seiring dengan perburuan telur penyu untuk dikonsumsi. Rata-rata penyu yang bertelur di Sangalaki adalah penyu hijau. Induk penyu biasa bertelur 2-4 tahun sekali. Lalu, kembali ke lautan untuk hidup. “Tukik sebagian kami lepaskan. Sebagian merayap sendiri ke laut, mereka tahu jalannya,” ucapnya. Selain di Sangalaki, upaya konservasi penyu dilakukan juga di Pulau Semamak di sebelah Sangalaki. (rom/k16/JPG)

Penyu-Penyu di Kaltim yang Terus Diburu

Peredaran produk olahan dari cangkang penyu telah dilarang. Namun, faktanya masih ada yang menjual di pasar tradisional. Di sisi lain, telur penyu masih diburu.

Peliput: M RIDHUAN & NOFFIYATUL CHALIMAH

AKHIR Oktober 2021 lalu, sebuah paket terpaksa ditahan di kargo Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan. Sebelumnya, saat pemeriksaan x-ray, paket yang berasal dari Kota Minyak tujuan Makassar, Sulawesi Selatan itu dicurigai membawa benda terlarang. Lewat layar, benda yang dicantumkan berisi makanan menunjukkan bentuk bulat berjumlah puluhan.

“Petugas melihat bentuknya seperti telur. Tetapi kok bulat-bulat,” ungkap Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Informasi Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Balikpapan Kadson Batubara, Selasa (17/5).

Kadson menceritakan, petugas bandara lantas menghubungi BKIPM. Dirinya pun turun sebagai penyidik. Bersama pihak jasa pengiriman, dirinya membuka paket tersebut. Ternyata di dalamnya terdapat 68 telur penyu. Dibungkus menggunakan wadah plastik. Dibagi empat. Kemudian dikemas menggunakan karton dan kardus.

“Kami telusuri dan panggil pengirimnya. Ternyata pemilik telur itu orang dari Kampung Baru (Balikpapan). Mengaku beli dari nelayan untuk dikirim ke keluarganya di Makassar untuk dijadikan obat,” ujar Kadson.

Setelah menyelesaikan surat dan administrasi, BKIPM pun menyerahkan kasus itu ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim. Sesuai pembagian tugasnya, BKIPM yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejauh ini hanya menangani hewan bersirip. “Tetapi tetap kami punya tanggung jawab untuk mencegah upaya penyelundupan satwa dan hasil olahannya yang dilindungi negara,” lanjutnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Kaltim Post sebelumnya, upaya penyelundupan telur penyu itu menjadi kasus pertama dalam 10 tahun terakhir yang berhasil terungkap. Kadson mengakui, meski sudah memiliki kerja sama antara Angkasa Pura dan pihak jasa pengiriman, masih ada sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pencegahan penyelundupan khususnya satwa dilindungi.

“Setiap paket yang diterima jasa pengiriman dari pengirim sudah dibungkus. Kalau pihak jasa pengiriman ‘kan hanya mencantumkan isi berdasarkan klaim pengirim. Kalau disebutnya makanan, ya dicantumkan makanan,” ungkap Kadson.

Setelah sampai di tangan jasa pengiriman, paket-paket yang diterima akan dimasukkan ke karung sebelum diantar ke kargo. Di kargo itu, karung berisi puluhan paket tidak dibongkar untuk mempertimbangkan efisiensi waktu. Dan secara massal akan dimasukkan ke pemeriksaan x-ray. Kata dia, di sini kejelian petugas diuji. “Saya katakan kelemahannya di sini. Tapi di satu sisi jasa pengiriman mempertimbangkan kecepatan waktu barang masuk ke pesawat,” ujarnya.

Memang, jasa pengiriman sudah menjadi salah satu jalan upaya penyelundupan barang ilegal. Biasanya, pelaku bakal menyamarkan bentuk dan identitas asli barang. Kondisi hanya akan terungkap melalui pemeriksaan x-ray. Kecuali, sudah ada informasi sebelumnya terkait upaya penyelundupan. Khusus penyu, telur, dan hasil olahan biasanya pencegahan penyelundupan akan lebih efektif dari wilayah penyu berasal.

“Kalau di Kaltim ini ‘kan biasanya dari Berau. Sementara kenapa bisa sampai di sini (Balikpapan), berarti ada jalurnya,” ungkap Kadson.

TIGA KASUS EKSPLOITASI

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Polda Kaltim melalui Direktorat Polairud telah mengungkap tiga kasus eksploitasi satwa yang dilindungi khususnya penyu. Di mana sekali pada 2019 dan dua kasus di 2021. Dari telur penyu hingga aksesori yang terbuat dari cangkang penyu.

“Jadi kami (Ditpolairud Polda Kaltim) memiliki Subdit Gakkum (penegakan hukum) yang di dalamnya memiliki tim intelijen perairan,” ungkap Direktur Polairud Polda Kaltim Kombes Tatar Nugroho kepada Kaltim Post, Jumat (20/5).

Tim intelijen perairan itu, kata Tatar, ditugaskan salah satunya mengawasi dan melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan satwa dilindungi, termasuk di dalamnya penyu. Selain itu, patroli di perairan menjadi salah satu cara mencegah dan menindak upaya penyelundupan satwa dilindungi tersebut.

“Melalui pos-pos dan bantuan dari jajaran Satpolair di Polres/Polresta di delapan wilayah di Kaltim, kami juga mengintensifkan pengawasan dan penyelidikan,” tuturnya.

Upaya Ditpolairud Polda Kaltim tidak sia-sia. Khusus untuk penyu, setelah pengungkapan penyelundupan 928 telur penyu pada 14 Mei 2021, pihaknya yang saat itu dibantu Lanal Sangatta mendapatkan penghargaan dari salah satu non-Governmental Organization (NGO) yang berbasis di Jerman. Sebab, telah berhasil mengungkap kasus tersebut.

“Satwa dilindungi seperti penyu ini ‘kan bukan hanya aset berharga bangsa Indonesia. Tetapi juga dunia. Artinya penyu menjadi salah satu satwa yang punya peran penting dalam kehidupan kita. Jadi jangan sampai punah,” bebernya.

Selain pengawasan dan penindakan, Tatar menyebut, pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak rutin melaksanakan edukasi terhadap masyarakat. Khususnya yang tinggal di sekitar habitat penyu dan tempat penyu bertelur. Membangun kesadaran terkait pentingnya penyu. Serta konsekuensi hukum jika melanggar. Termasuk keuntungan dari sisi pariwisata jika penyu tetap lestari di habitatnya.

“Pengungkapan yang kami lakukan membuktikan pelaku sebenarnya sadar dan tahu jika penyu, telur, dan hasil olahannya itu terlarang diburu dan diperjualbelikan. Terbukti tidak dilakukan secara terbuka,” sebutnya.

Baca Juga :  Kehadiran Pemerintah dalam Menjawab Kebutuhan Masyarakat Lebih Terasa

Pada Hari Penyu Sedunia yang dirayakan setiap 23 Mei, Tatar menegaskan arahan dan petunjuk Kapolda Kaltim Irjen Imam Sugianto terkait perlindungan satwa dilindungi. Bahwa Kaltim sebagai salah satu habitat penyu harus dilindungi dari upaya kejahatan eksploitasi.

Dan sesuai Pasal 40 Ayat (2) jo 21 Ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, setiap pelaku bakal disanksi dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

“Pimpinan kami sangat concern dengan kelestarian satwa dilindungi, salah satunya penyu. Jadi kami berharap masyarakat bisa ikut serta melestarikan alam dan satwa di dalamnya,” pinta Tatar.

BEBAS DIPERJUALBELIKAN

Selain telur penyu, salah satu produk olahan penyu yang banyak diburu adalah aksesori dari cangkang penyu. Meski di atas kertas, produk cangkang penyu dilarang diperjualbelikan, namun sangat mudah menemukannya di pasaran. Seperti yang awak Kaltim Post telusuri di Pasar Inpres Kebun Sayur, yang menjadi pusat oleh-oleh Kaltim di Balikpapan.

Berpura-pura sebagai pemburu oleh-oleh, awak media menyusuri lorong pasar. Meski tak seramai pada medio 2000, namun tidak sulit menemukan cincin dan gelang yang diduga berasal dari cangkang penyu di lapak pedagang. Bahkan aksesori tersebut digantung dan diletakkan di etalase.

“Ini satu cincin Rp 25 ribu. Kalau gelang dari harga Rp 150 ribu yang biasa. Yang bagus Rp 175 ribu,” tawar seorang pedagang aksesori khas Kaltim itu.

Para pedagang aksesori yang ditemui awak media mengaku tahu jika penyu adalah satwa dilindungi. Tetapi mereka tidak mempersoalkannya. Sebab, selama ini tidak pernah ada masalah dengan pihak berwenang. Meski pasokan dari agen berkurang dari waktu ke waktu, barang olahan yang diduga dari cangkang penyu tersebut selalu tersedia jika diminta.

“Kami tidak tahu ini dari penyu apa. Kami tahunya sudah jadi seperti ini. Dan selama ini dari pemerintah juga tidak ada imbauan melarang,” ungkap pedagang.

Cincin dan gelang yang diduga dari cangkang penyu tersebut memang hingga kini masih jadi incaran wisatawan. Khususnya luar Kaltim. Selain karena warna dan coraknya yang khas dan menarik, aksesori itu dipercaya sebagai salah satu media pengobatan alternatif. Bahkan awak media sempat ditawari menjadi reseller aksesori tersebut.

“Saya selain jual di sini juga jual online. Kalau Mas mau, bisa jual lagi dengan harga lebih tinggi. Lagi pula kalau belinya banyak harganya bisa kurang,” ujar salah seorang pedagang yang tidak keberatan ketika cincin dan gelang dari sisik penyu diambil fotonya.

Memang, selain dijual secara langsung di pasar, tidak sulit juga menemukan produk olahan yang diduga dari cangkang penyu dijual secara daring. Di mesin pencarian Google, kata aksesori penyu mengarahkan pada lapak-lapak di Marketplace. Pun saat ditanya apakah aksesori tersebut dibolehkan ke luar Kaltim, pedagang menyebut tidak ada masalah.

“Jangankan cincin sama gelang, mandau yang senjata tajam boleh. Tapi lewat bagasi. Kalau ini (aksesori) ‘kan tinggal dibawa di tas tangan saja. Banyak kok pembeli saya yang bawa ke luar lewat bandara,” terangnya.

Pedagang di Pasar Inpres Kebun Sayur juga menyebut asal aksesori yang diduga cangkang penyu itu dari Berau. Namun selain Berau, ada juga yang berasal dari Sulawesi. Khususnya di daerah-daerah terpencil yang dikenal menjadi habitat penyu. “Tapi rata-rata yang kami jual ini dari perajin di Berau,” ungkapnya.

Sementara itu, Berau hingga kini masih menjadi “surga” bagi penyu. Dari persebaran pulau-pulau, sedikitnya ada tujuh pulau yang terdata Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim menjadi lokasi yang kerap didatangi penyu untuk bertelur. Yakni Pulau Sangalaki, Pulau Semama, Pulau Palimbangan, Pulau Sambit, pulau Mataha, Pulau Bilang-bilangan, dan Pulau Derawan.

“Selain ketujuh pulau ini, sebenarnya masih ada beberapa pulau yang berpotensi menjadi tempat penyu bertelur,” ungkap Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Berau BKSDA Kaltim, Dheny Mardiono.

Pulau Sangalaki disebut menjadi pulau paling banyak didatangi penyu untuk bertelur. Dheny menyebut, selain minim gangguan dan tak berpenghuni, pernah ada penelitian jika kondisi pasir di Pulau Sangalaki diduga memiliki tekstur yang lebih disukai penyu. Memudahkan untuk menggali lubang. Mengingat penyu merupakan hewan yang sensitif, apalagi saat musim bertelur.

“Puncaknya tahun lalu, ada 98 penyu mendarat dalam semalam di Pulau Sangalaki. Itu angka tertinggi yang pernah kami catat,” kata Dheny.

Musim bertelur penyu di Berau terjadi antara Juli hingga September. BKSDA Kaltim pada masa tersebut semakin intens patroli. Meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya pencurian telur. Mengingat hingga saat ini telur penyu masih menjadi sasaran bagi oknum masyarakat untuk diburu dan dijual. Bahkan dulunya disebut Dheny, intensitas pencurian meningkat menjelang Idulfitri.

“Faktornya ekonomi. Kami sebenarnya punya data siapa-siapa yang biasa mencari telur penyu. Kepada mereka kami berikan bimbingan dan pembinaan. Dan secara umum kami tetap melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar pulau” ujarnya.

Baca Juga :  “Ibarat Mau Berburu Babi Hutan, Dapat Tikus Tanah pun Harus Disyukuri”

Di Pulau Derawan, BKSDA Kaltim pun membentuk kelompok bernama Derawan Mandiri. Anggotanya diajarkan untuk membuat kerupuk kulit ikan. Agar ekonomi mereka meningkat dan mengalihkan perburuan telur penyu. Mengurangi mitos khasiat telur penyu, hingga mengajak masyarakat lainnya untuk sadar tidak mengambil telur penyu.

“Sebenarnya hampir semua masyarakat tahu jika mengambil telur penyu itu dilarang. Tetapi karena terdesak ekonomi mereka tetap melakukannya,” sebutnya.

Sementara untuk pengawasan dan penindakan, BKSDA juga bekerja sama dengan TNI-Polri untuk meminimalisasi terjadinya pencurian. Khusus tiga pulau, seperti Pulau Sangalaki, Semama, dan Derawan, langsung ditangani BKSDA Kaltim, dari patroli hingga konservasi. Untuk empat pulau lain, pihaknya bekerja sama dengan organisasi yang peduli penyu.

“Kami sudah membentuk kerja sama dengan kepolisian untuk patroli. Ke depan kami juga akan menggandeng TNI AL untuk ikut membantu pengawasan,” sebutnya.

Selama lima tahun terakhir, upaya edukasi, patroli, hingga penindakan terbukti telah mengurangi persentase pencurian telur penyu. Dheny menyebut, sejak 2018, 15 persen dari total sarang penyu dijarah, kini jumlahnya turun drastis menjadi 3 persen. Data itu diperoleh khusus di Pulau Sangalaki yang ditetapkan sebagai kawasan taman wisata alam.

“Selama lima tahun terakhir juga terjadi peningkatan jumlah penyu mendarat dan bertelur. Termasuk penetasan telur menjadi tukik,” tuturnya.

Untuk kematian, Dheny menyebut memang masih ditemukan penyu yang mati tidak wajar. Namun, soal penyebabnya, dia tidak ingin berspekulasi. Apakah penyu yang ditemukan mati akibat ulah manusia atau faktor alam. Meski pada kasus tertentu, luka diduga berasal dari baling-baling kapal. Tetapi hal itu harus dibuktikan secara resmi. Faktor lain jika tidak ditemukan luka di luar, bisa saja penyu itu mati karena tertelan plastik. Tapi ditegaskannya itu harus dibuktikan dengan pembedahan.

“Untuk sampah plastik memang masih meresahkan. Entah sampah kiriman atau bukan, kami secara rutin ketika memasuki musim bertelur selalu membersihkannya. Tetapi sampah ini yang kami lihat tidak terlalu mengganggu penyu untuk bisa mendarat ke pulau,” ungkapnya.

Disinggung soal identifikasi dengan label ke penyu, BKSDA Kaltim pernah melakukannya. Namun, dari berbagai masukan berbagai kalangan, pemberian label ternyata masih menjadi perdebatan. Sebagian aktivis satwa menganggap pemberian label termasuk menyakiti karena membuat lubang pada bagian tubuh penyu. Lainnya menganggap pada bagian tertentu seperti bagian dalam sirip penyu tidak masalah jika dilubangi.

“Tahun-tahun sebelumnya kami sudah jarang menemukan penyu yang dilabeli. Hanya nol koma sekian persen dari yang mendarat dalam setahun. Artinya secara internasional pun sepertinya tidak pakai label,” bebernya.

MELESTARIKAN PENYU DARI SANGALAKI

Dari Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Sangalaki, Berau, tukik alias bayi penyu coba diselamatkan. Tiap hari pekerja di TWA itu, harus menapaki jalan berpasir. Salah satunya, Hadransyah. Tiap hari dia berjalan di bawah remang cahaya bulan.

Jika mendengar ada suara galian pasir tergesa-gesa, Hadran langsung menghentikan langkah. Dia menunggu sampai tak ada pergerakan lagi. Ketika situasi dirasa dia pas, senter pun dinyalakan lagi. Dia menunggu sosok hewan dengan sirip yang menyapu pasir itu selesai. “Kalau dia (penyu) bertelur di tempat yang sekira tidak aman, kami pindahkan. Kalau misalnya aman, kami biarkan saja,” kata dia.

Di pulau yang masuk gugusan Kepulauan Derawan itu, ratusan telur penyu bisa dia temukan dan mesti dievakuasi ke dekat kantor tempatnya bekerja. Di sana dia bisa mengubur ratusan telur penyu yang dievakuasi, di tempat penangkaran yang sudah disiapkan.

Jika tempat penangkaran penuh, telur penyu ditanam di halaman Kantor TWA Pulau Sangalaki. Faktor keamanan yang menyebabkan telur penyu harus dievakuasi adalah keamanan dari penjarah, hingga pasang surut air laut.

Selama dua bulan, biasanya telur ditanam. Hingga tukik menetas sendiri dan naik ke permukaan. Di dalam areal penangkaran telur itu, bisa menampung hingga 30-an sarang. Satu sarang, bisa diisi telur sekitar seratusan. Usai naik ke permukaan, biasanya tukik dikumpulkan dahulu di bak yang mereka siapkan.

“Biasanya kami taruh semalam di bak ini. Nanti kami lepaskan. Sama untuk edukasi pengunjung juga di sini. Bagaimana tukik itu,” sambung Hadransyah.

Perjalanan sebuah telur penyu, menjadi penyu yang bebas berenang di lautan, cukup terjal. Setelah dua bulan terpendam dalam pasir, telur yang bisa menjadi tukik hanya sekitar 80 persen. “Telur ke tukik 80 persen. Kalau tukik yang bisa besar jadi penyu, seribu banding satu,” sambungnya.

Upaya konservasi penyu itu sudah dipayungi hukum yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Hal itu seiring dengan perburuan telur penyu untuk dikonsumsi. Rata-rata penyu yang bertelur di Sangalaki adalah penyu hijau. Induk penyu biasa bertelur 2-4 tahun sekali. Lalu, kembali ke lautan untuk hidup. “Tukik sebagian kami lepaskan. Sebagian merayap sendiri ke laut, mereka tahu jalannya,” ucapnya. Selain di Sangalaki, upaya konservasi penyu dilakukan juga di Pulau Semamak di sebelah Sangalaki. (rom/k16/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya