Mencermati Persoalan Pendidikan di Papua di Momen Perinatan Hardiknas
Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Hal ini sebagai bentuk penghormatan terhadap peran penting pendidikan dalam pembangunan bangsa. Adapun Hardiknas kali ini mengusung tema ‘Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar’. Lantas bagaimana dengan potret pendidikan di Papua ?
Laporan: Elfira_Jayapura
Inisiator Komunitas Literasi Life, Kurniawan Patma menyebut Hardiknas harus menjadi momentum untuk berbenah. Ia menilai, saat ini potret pendidikan di Papua sudah mendapatkan perhatian sehingga bisa dikatakan trennya mulai positif.
Namun di sisi lain, banyak hal yang perlu dibenahi khususnya terkait dengan adanya daerah otonomi baru (DOB) yang mana pembenahannya tidak hanya dari sisi kuantitas.
“Yang terpenting adalah berbenah dalam hal kualitas, karena kualitas bisa dilihat dari fasilitas yang tersedia,” ucap Kurniawan yang juga sebagai dosen Jurusan Akuntasi di Universitas Cenderawasih ini.
Menurutnya, pendidikan di Papua masih terlalu fokus untuk meningkatkan jumlah entah itu sarana dan jumlah guru. Namun masih minim untuk melihat kualitas dari sarana dan juga tenaga kependidikan, padahal hal ini harus menjadi perhatian serius.
Bahkan, pemerintah harusnya tidak hanya fokus untuk menganggarkan peningkatan kualitas pendidikan atau kuantitas sarana, tetapi penting juga untuk melakukan monitoring dan evaluasi terkait dengan anggaran yang telah dialokasikan sejauh mana progresnya.
“Selama ini saya lihat anggarannya ada dan telah dilaksanakan, tetapi sejauh mana evaluasinya sehingga kita perlu melihat titik lemahnya dimana,” ujarnya.
Menurut dosen Uncen ini, penting untuk melihat indeks literasi pendidikan di Papua ini pasca DOB yang masih berada di posisi yang bontot, bagaimana kemudian kita bergerak bersama untuk membenahinya.
Bahkan, momentum pendidikan harusnya tidak sebatas dirayakan sebagai perayaan euforia semata atau formalitas. Namun harus ada gerakan bersama yang kemudian betul betul menjadi komitmen bersama.
“Hardiknas harus menjadi momentum berbenah yang kemudian tidak hanya diselebrasikan lewat flyer atau peringatan formalitas belaka, namun harus ada gebrakan penting. Contohnya membumikan literasi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Papua, Christian Sohilait mengaku masih saja fokus dengan empat masalah besar pendidikan di Papua. Antara lain masalah SDM, yang tadinya dianggap jumlah guru sudah lengkap. Namun dari data dapodik di kabupaten/kota ternyata guru guru masih kurang.
Padahal, banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah dalam hal menangani permasalahan kekurangan guru ini. Selain itu belum adanya regulasi yang baik tentang guru negeri bisa ditugaskan di sekolah swasta.
“Kita juga masih dipermasalahkan dengan sarana prasarana, kita kerap berbicara kemajuan suatu sekolah, namun kenyataannya sekolah tersebut tidak memiliki komputer yang bisa dikuasai dengan baik. Bahkan ada juga sekolah yang memiliki computer, namun listrik tidak ada. Bahkan sekolah tak didukung dengan air bersih,” jelasnya.
Pada momentum hari pendidikan, Christian menyebut persoalan pendidikan perlu diselesaikan. Harus ada perubahan untuk Dinas Pendidikan di Papua. “Kita punya mimpi di masa depan melihat anak anak Papua yang cerdas ilmunya namun berkaraktek hidupnya,” pungkasnya. (*/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos