Nikson pun memiliki kisah serupa. Orang tuanya berpisah sejak ia masih kecil. Ia akhirnya tinggal bersama ayahnya di APO. Perhatian yang minim dari keluarga membuat Nikson semakin dekat dengan lingkungan jalanan.
Saat duduk di kelas 3 SD, ia berhenti sekolah dan mulai menghabiskan waktu di kawasan Ruko, tempat di mana ia merasa lebih diperhatikan oleh para pengunjung yang kadang memberi uang kecil. Ia nyaman. Dan sejak saat itu, Nikson tak pernah kembali ke bangku sekolah.
Dari awal hanya sekadar bermain, Danang dan Nikson kini menetap di kawasan Ruko. Setiap hari, keduanya berkeliling, menawarkan noken dan buku kepada pengunjung toko, kafe, dan restoran. Tapi barang dagangan itu sesungguhnya hanyalah simbol atau untuk meminta belas kasih.
“Kami jual noken bergantian. Kalau ada yang beli tapi tidak ambil, noken tetap kami pakai lagi. Biasanya orang kasih uang saja,” ujar Danang.
Satu noken yang sama bisa dijual berkali-kali, demikian pula buku lusuh yang mereka bawa. Targetnya bukan menjual, melainkan mendapatkan uang. Jika beruntung, mereka bisa mengantongi Rp 100.000 dalam sehari. Uang itu sebagian dipakai makan, sebagian lain dibawa pulang untuk membantu kakak Danang di rumah.
Namun tak setiap hari rezeki menghampiri. Dalam banyak malam, Danang dan Nikson tidur beralaskan kardus di emperan toko atau pos portal Ruko Dok II. Satu bungkus nasi dibagi dua untuk bertahan hidup. “Kalau capek, kami tidur di pos portal. Alas pakai karton,” ucap Danang.
Namun kerasnya hidup di jalan juga mendorong mereka melakukan hal-hal di luar batas nalar anak seusianya. Danang mengaku, kadang mereka mengambil uang dari dasbor motor yang diparkir, saat pemiliknya sedang makan di kafe. “Kami lihat kalau ada uang di dasbor, orangnya masuk warung, kami ambil,” ujarnya jujur.
Ia tahu itu salah. Tapi ia juga tahu, perut kakaknya di rumah tak bisa diisi dengan rasa bersalah.”Kalau tidak begitu, kakak saya tidak bisa makan,” tambahnya.
Di luar persoalan perut dan uang, dunia anak jalanan juga penuh kekerasan. Di kawasan Ruko, anak-anak jalanan membentuk geng. Mereka yang lebih lama dan berani sering melakukan intimidasi terhadap pendatang baru. Danang dan Nikson pun tak luput dari sasaran.