Thursday, February 6, 2025
24.7 C
Jayapura

MBG Terkesan Tergesa-gesa, Ancaman Kepunahan Biodiversity Sangat Terbuka

Setelah menyatakan rencana kontroversial menyulap 20 juta hektare hutan itu, Prabowo juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Perpres ini bermasalah terutama karena kental dengan pendekatan militerisme, yang terlihat jelas dari penunjukan Menteri Pertahanan dan TNI untuk mengurus penertiban kawasan hutan.

“Militerisme atas nama penertiban kawasan hutan ini berpotensi menambah daftar panjang tindakan represif negara terhadap masyarakat adat dan masyarakat lokal yang selama ini hidup dan beraktivitas di sekitar hutan, seperti yang sudah terjadi di pusaran proyek food and energy estate di Merauke, Papua Selatan. Dengan struktur satgas yang problematik ini, kita patut mempertanyakan komitmen dan transparansi pemerintah untuk menertibkan dan melindungi kawasan hutan,” kata Leonard.

Baca Juga :  Banyak Sampah Sisa Banjir yang Harus Diangkat, Suplai BBM Jadi Kendala

Meski Prabowo menyatakan komitmen transisi energi, kebijakan pemerintah justru mendukung hilirisasi batu bara, termasuk pembangunan PLTU baru. Target energi terbarukan 100% masih sumir dengan cakupan saat ini hanya 14% dan pertumbuhan tahunan hanya sekitar 1%.

Penghentian impor sampah plastik mulai 2025 mencerminkan komitmen terhadap Konvensi Basel, namun keberhasilannya diragukan akibat minimnya peta jalan dan infrastruktur. Program waste to energy (WTE) berisiko membebani anggaran dan mengalihkan fokus dari solusi pengurangan sampah di hulu.

Lalu sektor ekonomi dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi sering dijadikan tolok ukur kesuksesan negara, mendorong ambisi Prabowo-Gibran mencapai 8 persen. Namun, Celios menilai target ini terlalu ambisius di tengah pelemahan ekonomi.

Baca Juga :  Kesempatan Mengais Rezeki Jualan Takjil,  Setiap Mesjid Siapkan Menu Berbuka

Setelah menyatakan rencana kontroversial menyulap 20 juta hektare hutan itu, Prabowo juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Perpres ini bermasalah terutama karena kental dengan pendekatan militerisme, yang terlihat jelas dari penunjukan Menteri Pertahanan dan TNI untuk mengurus penertiban kawasan hutan.

“Militerisme atas nama penertiban kawasan hutan ini berpotensi menambah daftar panjang tindakan represif negara terhadap masyarakat adat dan masyarakat lokal yang selama ini hidup dan beraktivitas di sekitar hutan, seperti yang sudah terjadi di pusaran proyek food and energy estate di Merauke, Papua Selatan. Dengan struktur satgas yang problematik ini, kita patut mempertanyakan komitmen dan transparansi pemerintah untuk menertibkan dan melindungi kawasan hutan,” kata Leonard.

Baca Juga :  Kedepankan Keberagaman Personel agar Sesuai Tema Acara 

Meski Prabowo menyatakan komitmen transisi energi, kebijakan pemerintah justru mendukung hilirisasi batu bara, termasuk pembangunan PLTU baru. Target energi terbarukan 100% masih sumir dengan cakupan saat ini hanya 14% dan pertumbuhan tahunan hanya sekitar 1%.

Penghentian impor sampah plastik mulai 2025 mencerminkan komitmen terhadap Konvensi Basel, namun keberhasilannya diragukan akibat minimnya peta jalan dan infrastruktur. Program waste to energy (WTE) berisiko membebani anggaran dan mengalihkan fokus dari solusi pengurangan sampah di hulu.

Lalu sektor ekonomi dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi sering dijadikan tolok ukur kesuksesan negara, mendorong ambisi Prabowo-Gibran mencapai 8 persen. Namun, Celios menilai target ini terlalu ambisius di tengah pelemahan ekonomi.

Baca Juga :  SBY Keluhkan Ongkos Politik Kelewat Batas, Politik Uang Menjadi-jadi

Berita Terbaru

Artikel Lainnya