Ketika Umat Muslim Jayawijaya Merayakan Idul Adha dengan Bakar Batu Daging Sapi
Bakar batu merupakan salah satu kebiasaan atau adat yang sering dilakukan masyarakat dari wilayah adat Lapago dalam acara tertentu. Daging babi tak terpisahkan dari ritual tersebut, namun bagaimana jika menu tersebut diganti dengan daging sapi?
Laporan: Denny Tonjauw- Wamena
Bakar Batu merupakan salah satu kebiasaan dari masyarakat di wilayah adat Lapago dalam menyajikan makanan kepada para tamunya pada suatu acara. Bakar batu tersebut berisikan seperti hipere (ubi jalar), keladi, jagung, sayur –sayuran dan wam (daging babi).
Namun bagaimana dengan warga yang beragama Muslim dari wilayah tersebut melakukan ritual bakar batu, seperti warga Kampung Tulima, Distrik Walesi, Kabupaten Jayawijaya. Pada perayaan Idul Adha 1444 Hijria kemarin juga melakukan ritual adat bakar batu, usai menunaikan salat Idul Adha.
Namun bagi umat Muslim yang ada di wilayah itu, menu yang disajikan dalam bakar batu itu adalah daging sapi sebagai pengganti Wam, tapi tentunya hal ini tak melanggar nilai –nilai tatanan adat dari perkampungan Muslim yang ada di Wamena.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang juga sesepuh pembina Umat Muslim Jayawijaya Yoyok Iwik Suryoto, S.Sos, MSi menyatakan, pelaksanaan kurban dan bakar batu daging sapi di Kampung Tulima merupakan program dari DMI yang terus memperjuangkan pelaksanaan kurban bagi perkampungan umat Muslim di wilayah ini.
“Bakar batu di perkampungan Muslim seperti di Kampung Tulima kita coba dengan 1 ekor sapi besar dan satu ekor kambing, sebab umat di sini tak mengkonsumsi Wam, pelaksanaan ini sama seperti biasanya ada undangan yang diberikan kepada kampung –kampung lainnya di sekitar untuk datang bersama mengikuti bakar batu ini,”ungkapnya, Kamis (29/6) saat ditemui di sela-sela acara bakar batu sapi di Kampung Tulima.
Pelaksanaan bakar batu ini DMI pastikan tidak ada perubahan dari tatanan nilai adat dan budaya dari masyarakat, dan sangat menghargai tatanan adat hanya saja dalam pelaksanaannya, menunya yang diganti dari yang biasanya Wam menjadi daging sapi.
Ini menunjukan salah satu bentuk toleransi umat beragaman dalam tatan adat istiadat, khususnya masyarakat di wilayah Papua Pegununungan, terutama di perkampungan Muslim yang ada di Kabupaten Jayawijaya. Pengolahan dari bakar batu sapi ini tidak ada yang berbeda dengan bakar batu yang dilakukan dengan menggunakan Wam, mulai dari sayur , hipere, jagung bahkan bumbunya juga sama, tidak ada yang berbeda, hanya daging yang berbeda.
Dengan cara seperti ini budaya dari masyarakat juga tetap terjaga dan tidak pernah dilarang oleh ajaran agama, hanya saja menu yang digunakan ini yang diganti agar nilai budaya itu bisa disandingkan dengan nilai –nilai dan ajaran dari umat Muslim, sehingga kerukunan antara umat beragama di wilayah ini tetap terjaga.(**)