Friday, April 26, 2024
25.7 C
Jayapura

Harus Tahan Hujan dan Panas, Sering Tidak Laku dan Harus Dibawa Pulang

Melihat Kondisi Mama-Mama Pedagang di Pasar Bayangan Perumas III Waena

Di wilayah Kota Jayapura ini, hampir di semua distrik telah dibangun pasar permanen untuk berjualan. Namun, sejak dimekarkan dari distrik Abepura, Distrik Heram hingga saat ini belum memiliki pasar yang representatif. Terpaksa para mama-mama ini jualan di pasar dadakan/bayangan di Ekspo maupun di putaran taxi Perumnas III Waena. Seperti apa kondisinya?

Laporan: Noel Wenda_Jayapura

Pedagang asli Mama – mama Papua di wilayah Perumnas III ini memang belum punya tempat yang layak untuk berjualan. Daripada berjualan di Pasar Youtefa yang jauh dan belum tentu laku bersaing dengan pedagang lain, mama-mama ini berjualan dengan memanfaatkan lokasi seadanya, yang mudah dilihat dan dijangkau pembeli.

   Sayangnya, mereka harus sering  kepanasan dan kehujanan saat berjualan di pingir trotoar maupun pinggiran badan jalan. Kondisi pasar yang berada di pinggir jalan raya terlihat tidak ada lapak, tempat berteduh dari terik mentari dan hujan. Hal ini menjadi pemandangan yang biasa untuk pelintas, pembeli dan mama mama Papua yang berjualan di sekitar Perumnas 3 putaran taksi tersebut.

   Dari pantauan Cenderawasih Pos, pasar yang mulai aktif ketika pukul   3 sore itu, terlihat Mama pedagang Papua berdatangan membawa hasil bumi mereka seperti Sayur Betatas, Bayam, Kangkung,  ubi Jalar, singkong, Bete, bumbu dapur sepeti cabai, bawang, dan sayur mayur lainya. Kondisi tempat berjualan yang berada di pinggir jalan dengan beralaskan karung plastik.

   Sebagai pasar yang menyuplai sayur-mayur dan bahan makanan di wilayah Perumnas 3 dan waena kelurahan Yabansai Distrik Heram tersebut, terlihat cukup miris. Di pasar ini, Mama Papua harus berjualan di bawah terik matahari dan hujan baik saat siang maupun sore hari.

Baca Juga :  Sempat Putus Asa, Terus Semangat, Siap Jual ke Pasaran Usai Urus Label Halal

  Bahkan ketika hujan mereka harus menyimpan jualan, ada juga yang  meninggalkan jualan dan mencari tempat untuk berteduh. Sementara saat panas, mereka hanya bisa menahan dengan menutup muka mereka dengan kain atau benda apapun yang bisa digunakan untuk menutup panas Mentari yang mengenai jualan mereka tersebut.

  Mama Mama Papua mengaku kepanasan, sehingga harus menyembunyikan hasil jualannya dibawa bayangan pagar yang ada pinggir, bahkan harus mengangkatnya.  “Di situ panas jadi kami masuk di sini (dibawah Pagar) jualan panas jadi,” kata Mama Lin saat ditemui Cenderawasih Pos.

  Debu dan asap kendaraan pun tidak terhindarkan akibat laju kendaraan yang ada di ruas jalan tersebut. Hal ini tentu membuat mereka terancam kesehatan mereka karena posisi tempat berjualan mereka ada yang di bahu Jalan trotoar dan disamping drainase yang berada di tempat tersebut, Bahkan mereka harus menjual di drainase sebagai tempat duduk sambil menunggu jual mereka lagu dibeli pembeli.

  “Kami biasa jualan begini sudah tidak ada seng (atap), panas kah, hujan  juga kami jualan saja, habis tidak ada tempat pemerintah kasih (berikan),” katanya.

  Untuk itu, Mama Papua yang berada di tempat tersebut mereka mengaku sempat mengusulkan hal tersebut, namun tidak pernah dijawab. Mereka merasa bahwa berjualan seperti begitu sudah menjadi hal biasa, namun jika dilihat kondisi dan tempat jualan mereka butuh perhatian pemerintah secara serius.

  Mama Lin juga mengatakan seharusnya pemerintah menyediakan tenda atau semacam payung kecil yang dapat memberikan tempat bertedud agar mereka dapat berjualan di tempat itu. “Benar, seharusnya ada tindakan begitu, pemerintah kasih (berikan) tenda  supaya kita tidak jualan seperti ini, ” katanya.

Baca Juga :  Kampus Aktif Meneliti, Mahasiswa Diminta Buat Unicorn Baru dari Balikpapan

   Ia pun mengakui banyak mama-mama  yang terpaksa tidak berjualan karena panas, untuk itu pemerintah provinsi dan kota Jayapura diharapkan lebih melihat kondisi mereka.

  Sementara itu, Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua, Natan Tebai mengatakan, harusnya Pemerintah Kota Jayapura menyediakan tempat yang layak bagi Mama Papua untuk berjualan. Sebab,  menurut Natan, mengeluarkan dana untuk memberikan tempat yang nyaman bagi Mama Papua tentu tidak membuang dana yang besar,  apalagi hanya menggunakan tenda sementara bangunan pasar dibiarkan

   “Ini sangat berdampak, banyak mama-mama yang membawa jualannya pulang dan belum laku dan mereka jual di bawah panas dan hujan. Untuk itu, kami harapkan pemerintah kota menyediakan tenda atau semacam payung bagi mereka untuk berjualan, karena mereka harus duduk bertahan di terik panas  dan hujan di pinggir jalan,” katanya.

  Dia menambahkan kurang adanya keberpihakan kepada Mama Papua. Hal ini  tidak hanya terjadi di pasar bayangan Perumnas 3 Waena, tetapi juga di wilayah Expo dan beberapa tempat lainnya. Hal ini perlu ada perhatian serius, karena mama Papua merupakan representasi dari ekonomi orang Papua untuk menghidupkan dapur mereka dalam kehidupan rumah tangga yang harus didukung oleh pemerintah.

   Selain itu hasil jualan mereka juga digunakan untuk membantu biaya studi anak sekolah mereka di berbagai jenjang.  “Mari bantu mama – mama kita ini, kasihan harus jualan di jalan panas, hujan. Mereka ini mandiri bisa berusaha bersaing dengan penjualan hasil tanaman mereka, harusnya pemerintah melihat ini sebagai peluang ekonomi yang selalu diasah dan didukung dengan fasilitas sarana dan prasarana, sehingga mereka juga bisa menghidupkan keluarga mereka dan kesehatan mereka terjaga,” katanya. (*/tri)

Melihat Kondisi Mama-Mama Pedagang di Pasar Bayangan Perumas III Waena

Di wilayah Kota Jayapura ini, hampir di semua distrik telah dibangun pasar permanen untuk berjualan. Namun, sejak dimekarkan dari distrik Abepura, Distrik Heram hingga saat ini belum memiliki pasar yang representatif. Terpaksa para mama-mama ini jualan di pasar dadakan/bayangan di Ekspo maupun di putaran taxi Perumnas III Waena. Seperti apa kondisinya?

Laporan: Noel Wenda_Jayapura

Pedagang asli Mama – mama Papua di wilayah Perumnas III ini memang belum punya tempat yang layak untuk berjualan. Daripada berjualan di Pasar Youtefa yang jauh dan belum tentu laku bersaing dengan pedagang lain, mama-mama ini berjualan dengan memanfaatkan lokasi seadanya, yang mudah dilihat dan dijangkau pembeli.

   Sayangnya, mereka harus sering  kepanasan dan kehujanan saat berjualan di pingir trotoar maupun pinggiran badan jalan. Kondisi pasar yang berada di pinggir jalan raya terlihat tidak ada lapak, tempat berteduh dari terik mentari dan hujan. Hal ini menjadi pemandangan yang biasa untuk pelintas, pembeli dan mama mama Papua yang berjualan di sekitar Perumnas 3 putaran taksi tersebut.

   Dari pantauan Cenderawasih Pos, pasar yang mulai aktif ketika pukul   3 sore itu, terlihat Mama pedagang Papua berdatangan membawa hasil bumi mereka seperti Sayur Betatas, Bayam, Kangkung,  ubi Jalar, singkong, Bete, bumbu dapur sepeti cabai, bawang, dan sayur mayur lainya. Kondisi tempat berjualan yang berada di pinggir jalan dengan beralaskan karung plastik.

   Sebagai pasar yang menyuplai sayur-mayur dan bahan makanan di wilayah Perumnas 3 dan waena kelurahan Yabansai Distrik Heram tersebut, terlihat cukup miris. Di pasar ini, Mama Papua harus berjualan di bawah terik matahari dan hujan baik saat siang maupun sore hari.

Baca Juga :  Serahkan  Bantuan 300 Ekor Ayam di Skouw, di Keuskupan Bahas Relokasi Warga

  Bahkan ketika hujan mereka harus menyimpan jualan, ada juga yang  meninggalkan jualan dan mencari tempat untuk berteduh. Sementara saat panas, mereka hanya bisa menahan dengan menutup muka mereka dengan kain atau benda apapun yang bisa digunakan untuk menutup panas Mentari yang mengenai jualan mereka tersebut.

  Mama Mama Papua mengaku kepanasan, sehingga harus menyembunyikan hasil jualannya dibawa bayangan pagar yang ada pinggir, bahkan harus mengangkatnya.  “Di situ panas jadi kami masuk di sini (dibawah Pagar) jualan panas jadi,” kata Mama Lin saat ditemui Cenderawasih Pos.

  Debu dan asap kendaraan pun tidak terhindarkan akibat laju kendaraan yang ada di ruas jalan tersebut. Hal ini tentu membuat mereka terancam kesehatan mereka karena posisi tempat berjualan mereka ada yang di bahu Jalan trotoar dan disamping drainase yang berada di tempat tersebut, Bahkan mereka harus menjual di drainase sebagai tempat duduk sambil menunggu jual mereka lagu dibeli pembeli.

  “Kami biasa jualan begini sudah tidak ada seng (atap), panas kah, hujan  juga kami jualan saja, habis tidak ada tempat pemerintah kasih (berikan),” katanya.

  Untuk itu, Mama Papua yang berada di tempat tersebut mereka mengaku sempat mengusulkan hal tersebut, namun tidak pernah dijawab. Mereka merasa bahwa berjualan seperti begitu sudah menjadi hal biasa, namun jika dilihat kondisi dan tempat jualan mereka butuh perhatian pemerintah secara serius.

  Mama Lin juga mengatakan seharusnya pemerintah menyediakan tenda atau semacam payung kecil yang dapat memberikan tempat bertedud agar mereka dapat berjualan di tempat itu. “Benar, seharusnya ada tindakan begitu, pemerintah kasih (berikan) tenda  supaya kita tidak jualan seperti ini, ” katanya.

Baca Juga :  Buat Batik Ciprat dan Tulis, Tembus Pasar Mancanegara

   Ia pun mengakui banyak mama-mama  yang terpaksa tidak berjualan karena panas, untuk itu pemerintah provinsi dan kota Jayapura diharapkan lebih melihat kondisi mereka.

  Sementara itu, Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua, Natan Tebai mengatakan, harusnya Pemerintah Kota Jayapura menyediakan tempat yang layak bagi Mama Papua untuk berjualan. Sebab,  menurut Natan, mengeluarkan dana untuk memberikan tempat yang nyaman bagi Mama Papua tentu tidak membuang dana yang besar,  apalagi hanya menggunakan tenda sementara bangunan pasar dibiarkan

   “Ini sangat berdampak, banyak mama-mama yang membawa jualannya pulang dan belum laku dan mereka jual di bawah panas dan hujan. Untuk itu, kami harapkan pemerintah kota menyediakan tenda atau semacam payung bagi mereka untuk berjualan, karena mereka harus duduk bertahan di terik panas  dan hujan di pinggir jalan,” katanya.

  Dia menambahkan kurang adanya keberpihakan kepada Mama Papua. Hal ini  tidak hanya terjadi di pasar bayangan Perumnas 3 Waena, tetapi juga di wilayah Expo dan beberapa tempat lainnya. Hal ini perlu ada perhatian serius, karena mama Papua merupakan representasi dari ekonomi orang Papua untuk menghidupkan dapur mereka dalam kehidupan rumah tangga yang harus didukung oleh pemerintah.

   Selain itu hasil jualan mereka juga digunakan untuk membantu biaya studi anak sekolah mereka di berbagai jenjang.  “Mari bantu mama – mama kita ini, kasihan harus jualan di jalan panas, hujan. Mereka ini mandiri bisa berusaha bersaing dengan penjualan hasil tanaman mereka, harusnya pemerintah melihat ini sebagai peluang ekonomi yang selalu diasah dan didukung dengan fasilitas sarana dan prasarana, sehingga mereka juga bisa menghidupkan keluarga mereka dan kesehatan mereka terjaga,” katanya. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya