Diakui, dalam kegiatan tersebut, dilakukan penandatanganan petisi larangan konsumsi daging kucing dan ajakan untuk menolong kucing yang sakit atau kelaparan di jalan atau pasar. Petisi ini ditandatangani oleh Wakil Wali Kota Jayapura, Rustan Saru, dan pecinta binatang, sebagai langkah nyata untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat Jayapura.
Sementara itu, untuk salah satu hewan yang sempat menjadi perhatian pengunjung di sana adalah hewan marmut botak alias tidak ada bulunya atau bahasa latinnya binatang ini disebut Skinny Pig Hairless.
Salah satu peserta yang memiliki binatang marmut botak adalah Zulkarnain, ia sudah pelihara Marmut botak sejak tahun 2022, waktu ada pandemi di Covid-19 di Kota Jayapura.
Ia senang memelihara marmut botak karena sangat eksotis dan lucu tidak ada bulunya dan pemeliharaannya juga gampang seperti kucing, untuk pemberian makanya mudah hanya dikasih sayur, jagung, atau wortel.
Ia sendiri beli marmut botak dari Jawa walaupun ini binatang dari luar Indonesia berasal dari negara Kanada dan sudah di branding di Indonesia dan bisa dijual karena marmut botak salah satu hewan yang tidak dilindungi.
“Saya membeli sepasang marmut botak seharga Rp 2 juta dan mengurus pengiriman serta surat-surat sebesar Rp 1,3 juta. Ongkos kirimnya cukup mahal karena dihitung per 10 kg. Setelah dipelihara, marmut botak tersebut berhasil berkembang biak, meskipun jumlahnya tidak banyak. Yang saya bawa ke pameran ini sudah generasi kedua,” katanya.
Diakui, memelihara dan membiakkan marmut botak tidaklah mudah, karena memerlukan waktu dan kesabaran. Perkembangbiakan mereka dalam satu tahun juga sulit diprediksi. Jika ada yang berminat membeli, harga untuk sepasang marmut botak usia dua bulan atau lepas susu bisa mencapai Rp 1,5 juta.