Monday, April 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Ikuti Volume dan Kuantitas Latihan Akademi Sepak Bola di Eropa

Papua Football Academy dan Masa Depan Sepak Bola Indonesia

Sejak diresmikan Presiden Jokowi, 31 Agustus 2022, 30 orang talenta Papua terus diasah bakatnya di Papua Football Academy (PFA) Bagaimana para talenta Papua ini menjalani rutinitasnya?

Laporan: Selvi/Timika

DI bawah komando Wolfgang Pikal sebagai direktur, 30 pemain PFA didapatkan dari hasil pencarian bakat di tiga kota di Papua yaitu Timika, Merauke dan Jayapura, terus didik dan diasah kemampuannya bermain sepak bola.

Secara perlahan, PFA mengikuti volume dan kuantitas latihan akademi sepak bola di Eropa. Ini diklaim pertama di Indonesia. Sekarang ini seminggu dijadwalkan 12 jam latihan. Rencananya akan ditambah lagi jadi 16 jam per minggu mulai Juli 2023. Ditarget pada September 2023 ditambah lagi jadi 20 jam per minggu. Penyesuaian dilakukan perlahan untuk menghindari cedera pada anak karena beban latihan yang tidak biasa.

Latihan dilakukan setiap hari Senin-Sabtu. Mulai jam 08.00-10.00 WIT. Siang, istrahat makan siang. Sore pukul 15.00 WIT lanjut sekolah akademik. Malam hari diisi dengan teori analisis dan evaluasi perkembangan individu pemain. Ini sesuai pembinaan sepak bola usia dini yang melihat teknik, taktik dan mental individu. Karena sebuah tim akan lebih baik jika sukses secara individu.

Disibukkan dengan jadwal latihan padat, tak membuat para pemain ketinggalan secara akademik. PFA bekerja sama dengan Sentra Pendidikan untuk menjalani sekolah formal. Ditambahkan kursus keterampilan untuk meningkatkan kemampuan literasi, keahlian komputer, dan pemahaman budaya Indonesia.

Baca Juga :  Makin Berkembang dan Berdaya Saing, Mayoritas Lulusan Terserap Dunia Kerja

Akademi yang dibiayai sepenuhnya oleh Freeport ini juga memberikan pendidikan karakter untuk merubah mindset anak-anak Papua yang selalu dipandang kasar, tidak disiplin, respek dan attitude. Ini diyakini menjadi kunci utama pemain Papua bisa menembus liga Indonesia bahkan luar negeri.

Wolfgang Pikal yang pernah berdiskusi dengan Direktur Bayern Munchen Academy menyebut lifestyle atau gaya hidup sama penting dengan bakat. Bakat di Papua sangat bagus tapi gaya hidup sangat kurang dan menjadi penghambat karir.

Maka selama di akademi, anak dididik untuk berlaku sopan, ketika berbicara harus menatap mata lawan bicara. Menjaga kebersihan lingkungan dan utamanya kebersihan badan agar tidak bau ketek. Bahkan sikat gigi dan potong kuku menjadi bagian dari pembinaan.

Dalam mendidikan dan melatih pemain, PFA menerapkan FIFA  Safeguarding Child, perlindungan terhadap anak dan itu sesuai regulasi FIFA. Jajaran pelatih membina tidak menggunakan kekerasan tapi memanggil dan bicara dari hati ke hati. Tidak ditegur di depan orang banyak yang bisa membuat anak down.

Akademi juga memberlakukan beberapa aturan salah satunya pemakaian telepon genggam yang hanya bisa dilakukan pada akhir pekan. Ini dilakukan karena pemakaian HP sangat mempengaruhi memori anak.

Baca Juga :  Bukan Ronaldo, tapi Messi Yang Menyamai Rekor Sir Bobby Charlton

Pola pendidikan ini tidak sebatas hanya untuk melahirkan pemain sepak bola profesional tapi PFA juga berupaya melahirkan generasi Papua menjadi manusia sukses dalam komunitasnya dengan berbagai disiplin ilmu.

Masa pendidikan dan pelatihan di PFA dilakukan selama dua tahun. Selanjutnya pemain diarahkan memasuki kompetisi elite academy. Beberapa elit pro academy di Indonesia bahkan sudah tertarik dengan pemain PFA.

Tapi Wolfgang Pikal nampaknya akan selektif mengingat ada elite pri di Liga 1 tidak semuanya serius. Ada yang hanya sewa satu SSB tapi setelah kompetisi dikembalikan. Namun ada juga yang serius menjalankan program.

Sukses tidaknya PFA belum bisa dilihat sekarang. Waktu dua tahun untuk menilai perkembangan anak usia dini sangatlah sedikit. Nothing kata Wolfgang. Butuh waktu 8-10 tahun. Pemain muda Eropa bahkan juga membutuhkan waktu selama itu untuk bisa mencapai level top. Tapi, ketika ada beberapa yang langsung bergabung dengan elite pro academy merupakan pencapaian yang luar biasa dari akademi sepak bola anak usia dini.

PFA kembali melakukan pencarian bakat untuk tahap kedua. Diharapkan lebih banyak peminat. Tidak seperti pada tahap pertama yang ikut serta sangat sedikit. Bahkan yang memenuhi kriteria kelompok umur hanya 25 persen. Pada tahap kedua ini syaratnya adalah untuk kelahiran Tahun 2010.(*)

Papua Football Academy dan Masa Depan Sepak Bola Indonesia

Sejak diresmikan Presiden Jokowi, 31 Agustus 2022, 30 orang talenta Papua terus diasah bakatnya di Papua Football Academy (PFA) Bagaimana para talenta Papua ini menjalani rutinitasnya?

Laporan: Selvi/Timika

DI bawah komando Wolfgang Pikal sebagai direktur, 30 pemain PFA didapatkan dari hasil pencarian bakat di tiga kota di Papua yaitu Timika, Merauke dan Jayapura, terus didik dan diasah kemampuannya bermain sepak bola.

Secara perlahan, PFA mengikuti volume dan kuantitas latihan akademi sepak bola di Eropa. Ini diklaim pertama di Indonesia. Sekarang ini seminggu dijadwalkan 12 jam latihan. Rencananya akan ditambah lagi jadi 16 jam per minggu mulai Juli 2023. Ditarget pada September 2023 ditambah lagi jadi 20 jam per minggu. Penyesuaian dilakukan perlahan untuk menghindari cedera pada anak karena beban latihan yang tidak biasa.

Latihan dilakukan setiap hari Senin-Sabtu. Mulai jam 08.00-10.00 WIT. Siang, istrahat makan siang. Sore pukul 15.00 WIT lanjut sekolah akademik. Malam hari diisi dengan teori analisis dan evaluasi perkembangan individu pemain. Ini sesuai pembinaan sepak bola usia dini yang melihat teknik, taktik dan mental individu. Karena sebuah tim akan lebih baik jika sukses secara individu.

Disibukkan dengan jadwal latihan padat, tak membuat para pemain ketinggalan secara akademik. PFA bekerja sama dengan Sentra Pendidikan untuk menjalani sekolah formal. Ditambahkan kursus keterampilan untuk meningkatkan kemampuan literasi, keahlian komputer, dan pemahaman budaya Indonesia.

Baca Juga :  Dua dari Tujuh Armada Sudah Rusak, Alat Komunikasi juga Terbatas

Akademi yang dibiayai sepenuhnya oleh Freeport ini juga memberikan pendidikan karakter untuk merubah mindset anak-anak Papua yang selalu dipandang kasar, tidak disiplin, respek dan attitude. Ini diyakini menjadi kunci utama pemain Papua bisa menembus liga Indonesia bahkan luar negeri.

Wolfgang Pikal yang pernah berdiskusi dengan Direktur Bayern Munchen Academy menyebut lifestyle atau gaya hidup sama penting dengan bakat. Bakat di Papua sangat bagus tapi gaya hidup sangat kurang dan menjadi penghambat karir.

Maka selama di akademi, anak dididik untuk berlaku sopan, ketika berbicara harus menatap mata lawan bicara. Menjaga kebersihan lingkungan dan utamanya kebersihan badan agar tidak bau ketek. Bahkan sikat gigi dan potong kuku menjadi bagian dari pembinaan.

Dalam mendidikan dan melatih pemain, PFA menerapkan FIFA  Safeguarding Child, perlindungan terhadap anak dan itu sesuai regulasi FIFA. Jajaran pelatih membina tidak menggunakan kekerasan tapi memanggil dan bicara dari hati ke hati. Tidak ditegur di depan orang banyak yang bisa membuat anak down.

Akademi juga memberlakukan beberapa aturan salah satunya pemakaian telepon genggam yang hanya bisa dilakukan pada akhir pekan. Ini dilakukan karena pemakaian HP sangat mempengaruhi memori anak.

Baca Juga :  Makin Berkembang dan Berdaya Saing, Mayoritas Lulusan Terserap Dunia Kerja

Pola pendidikan ini tidak sebatas hanya untuk melahirkan pemain sepak bola profesional tapi PFA juga berupaya melahirkan generasi Papua menjadi manusia sukses dalam komunitasnya dengan berbagai disiplin ilmu.

Masa pendidikan dan pelatihan di PFA dilakukan selama dua tahun. Selanjutnya pemain diarahkan memasuki kompetisi elite academy. Beberapa elit pro academy di Indonesia bahkan sudah tertarik dengan pemain PFA.

Tapi Wolfgang Pikal nampaknya akan selektif mengingat ada elite pri di Liga 1 tidak semuanya serius. Ada yang hanya sewa satu SSB tapi setelah kompetisi dikembalikan. Namun ada juga yang serius menjalankan program.

Sukses tidaknya PFA belum bisa dilihat sekarang. Waktu dua tahun untuk menilai perkembangan anak usia dini sangatlah sedikit. Nothing kata Wolfgang. Butuh waktu 8-10 tahun. Pemain muda Eropa bahkan juga membutuhkan waktu selama itu untuk bisa mencapai level top. Tapi, ketika ada beberapa yang langsung bergabung dengan elite pro academy merupakan pencapaian yang luar biasa dari akademi sepak bola anak usia dini.

PFA kembali melakukan pencarian bakat untuk tahap kedua. Diharapkan lebih banyak peminat. Tidak seperti pada tahap pertama yang ikut serta sangat sedikit. Bahkan yang memenuhi kriteria kelompok umur hanya 25 persen. Pada tahap kedua ini syaratnya adalah untuk kelahiran Tahun 2010.(*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya