Wednesday, April 24, 2024
33.7 C
Jayapura

Industri Kayu di Papua Kesulitan Bahan Baku

Pimpinan Komisi IV DPR RI Michael Watimena ditemani Direktur PT. Mansinam Global Mandiri  sekaligus Ketua Indonesia Sawmil Woods Asosiation (ISWA) Papua Daniel Garden saat meninjau pabrik pengolahan kayu PT. Mansinam yang telah siap diekspor, belum lama ini.(FOTO : Yohana/Cepos)

Jumlahnya Terbatas dan Harganya  Mahal

JAYAPURA – Direktur PT. Mansinam Global Mandiri  sekaligus Ketua Indonesia Sawmil Woods Asosiation (ISWA) Papua Daniel Garden mengatakan, selama bertahun-tahun industri perkayuan khususnya skala kecil dan menengah yang tumbuh besar di Papua harus berusaha sendiri dan bertumbuh tanpa adanya dukungan pendanaan dari instansi keuangan.

 Bahkan, kebijakan pemerintah di bidang kehutanan khususnya investasi sektor industri perkayuan selama ini dinilai lebih mengedepankan pendekatan represif yang kaku dan mengesampingkan hak-hak masyarakat adat dan daerah yang diatur dalam UU No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua.

 Permasalahan terbesar dari industri skala kecil dan menengah adalah  ketersediaan bahan baku kayu bulat. ‘’Selama ini kebutuhan bahan baku kami hanya berharap pada HPH yang jumlahnya sangat terbatas dengan penyebaran lokasi yang tidak merata. Selain itu harga kayu dari HPH sangat mahal dan nyaris tidak terjangkau oleh kami,  yang pada dasarnya berhimbas pada tingginya ongkos produksi,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos, Sabtu (16/3) kemarin.

Baca Juga :  Jumlah Investor di Papua Tumbuh 55, 6 Persen

 Pihaknya sudah melakukan berbagai upaya mencari alternatif suplay bahan baku, dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat, sebagaimana yang diamatkan oleh UU Otsus, akan tetapi tidak berarti apa-apa.

“Sudah sekitar 4 bulan kami pengusaha industri kayu kecil dan menengah tidak dapat beroperasi. Hal inilah yang mengakibatkan sebanyak 3.000 orang karyawan terpaksa diliburkan. Kami sangat berharap adanya regulasi baru yang dapat meringakan beban kami saat ini,” jelasnya.

 Diakuinya, dengan kondisi ini membuat industri perkayuaan skala kecil dan menengah berada dalam ketidakpastian dalam berinvestasi dan amat mudah terjerat dalam permasalahan hukum karena ketidakpastian regulasi.

“Kami berharap pemerintah, DPR Papua dan pelaku industri perkayuan bisa segera duduk bersama untuk mencari solusi berbagai permasalahan yang ada, agar tidak terjadi gejolak masyarakat, mengingat selama ini sebenarnya banyak perizinan yang telah dilaksanakan di provinsi lain tetapi tidak pernah diimplementasikan di Papua,” jelasnya. (ana/ary)

Baca Juga :  Stimulus Listrik Maret Sudah Siap, Bisa Dinikmati Lewat PLN Mobile
Pimpinan Komisi IV DPR RI Michael Watimena ditemani Direktur PT. Mansinam Global Mandiri  sekaligus Ketua Indonesia Sawmil Woods Asosiation (ISWA) Papua Daniel Garden saat meninjau pabrik pengolahan kayu PT. Mansinam yang telah siap diekspor, belum lama ini.(FOTO : Yohana/Cepos)

Jumlahnya Terbatas dan Harganya  Mahal

JAYAPURA – Direktur PT. Mansinam Global Mandiri  sekaligus Ketua Indonesia Sawmil Woods Asosiation (ISWA) Papua Daniel Garden mengatakan, selama bertahun-tahun industri perkayuan khususnya skala kecil dan menengah yang tumbuh besar di Papua harus berusaha sendiri dan bertumbuh tanpa adanya dukungan pendanaan dari instansi keuangan.

 Bahkan, kebijakan pemerintah di bidang kehutanan khususnya investasi sektor industri perkayuan selama ini dinilai lebih mengedepankan pendekatan represif yang kaku dan mengesampingkan hak-hak masyarakat adat dan daerah yang diatur dalam UU No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua.

 Permasalahan terbesar dari industri skala kecil dan menengah adalah  ketersediaan bahan baku kayu bulat. ‘’Selama ini kebutuhan bahan baku kami hanya berharap pada HPH yang jumlahnya sangat terbatas dengan penyebaran lokasi yang tidak merata. Selain itu harga kayu dari HPH sangat mahal dan nyaris tidak terjangkau oleh kami,  yang pada dasarnya berhimbas pada tingginya ongkos produksi,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos, Sabtu (16/3) kemarin.

Baca Juga :  Hadirkan Promo Menarik Bulan September

 Pihaknya sudah melakukan berbagai upaya mencari alternatif suplay bahan baku, dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat, sebagaimana yang diamatkan oleh UU Otsus, akan tetapi tidak berarti apa-apa.

“Sudah sekitar 4 bulan kami pengusaha industri kayu kecil dan menengah tidak dapat beroperasi. Hal inilah yang mengakibatkan sebanyak 3.000 orang karyawan terpaksa diliburkan. Kami sangat berharap adanya regulasi baru yang dapat meringakan beban kami saat ini,” jelasnya.

 Diakuinya, dengan kondisi ini membuat industri perkayuaan skala kecil dan menengah berada dalam ketidakpastian dalam berinvestasi dan amat mudah terjerat dalam permasalahan hukum karena ketidakpastian regulasi.

“Kami berharap pemerintah, DPR Papua dan pelaku industri perkayuan bisa segera duduk bersama untuk mencari solusi berbagai permasalahan yang ada, agar tidak terjadi gejolak masyarakat, mengingat selama ini sebenarnya banyak perizinan yang telah dilaksanakan di provinsi lain tetapi tidak pernah diimplementasikan di Papua,” jelasnya. (ana/ary)

Baca Juga :  OJK :  Mau Investasi,  Harus Ingat Legal dan Logis

Berita Terbaru

Artikel Lainnya