Friday, April 19, 2024
27.7 C
Jayapura

Penghasilan Turun Drastis,  Tetap Berusaha dengan Melihat Peluang Bisnis

Melihat Dampak Covid-19 bagi Pelaku Usaha UMKM  di Jayapura

Pemilik Butik Perempuan Papua, Rita Yoafifi saat menujukan koleksi pakaian yang disediakanya, belum lama ini. ( FOTO: Yohana/ Cepos)

Berbagai kegiatan usaha mengalami penurunan penghasilan yang cukup signifikan selama pandemi Covid-19. Meski demikian tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap bertahan dengan memanfaatkan peluang bisnis yang ada.

Laporan : Yohana_Jayapura

Dampak Covid-19 memang dirasakan oleh semua lapisan masyarakat termasuk juga dunia usaha. Mulai dari yang skala besar sampai dengan pelaku usaha kecil atau UMKM.  Sebagian dari mereka memilih tetap bertahan dengan berbagai strategi seperti mengurangi produksi. Namun ada juga yang tidak beroperasi sambil menunggu kondisi benar-benar pulih.

 Dalam situasi ini, para pelaku usaha khususnya UMKM harus bekerja lebih keras untuk dapat bertahan dengan kondisi ini. Perputaran uang masuk dan keluar yang tidak seimbang, menjadi ancaman besar bagi sebuah bisnis khususnya pelaku UMKM yang tidak memiliki banyak modal untuk menjalankan usahanya atau bagi mereka para pemula yang baru mencoba terjun ke dunia bisnis pada situasi saat ini.

 Pintar-pintar melihat peluang bisnis, dan berani mengambil resiko menjadi pilihan utama. Seperti yang dilakukan Rita Yoafifi pelaku UMKM Pengusaha Butik Perempuan Papua bahwa dampak Covid-19 sangat berpengaruh besar terhadap penjualan produk yang disediakanya.

Sempat tidak ada pemasukan selama 3 bulan semenjak adanya dampak covid-19, dalam situasi tersebut,  dirinya juga tetap harus melunasi pinjaman kredit yang telah dipercayakan perbankan bagi dirinya untuk mengelola usahanya.

Baca Juga :  Pasca Lebaran, Trafik Pengunjung Mal Jayapura di Angka 10.000/hari

 Selain membuka butik, Rita Yoafifi  juga penjahit dan perancang batik khas Papua di Jayapura ini tidak hanya menerima nasibnya saja, tetapi memilih berdoa dan bekerja di tengah pandemi Covid-19 dengan berusaha mencetak konsep batik baru yaitu Burung Cenderawasih dan Anggrek Hitam.

“Motif ini baru saya cetak pada saat lockdown akses penerbangan dan kapal laut bagi penumpang. Dengan kondisi tersebut saya sangat khawatir apakah produk baru ini bisa memberikan peluang baru atau malah tidak memberikan hasil yang memuaskan. Meski demikian sebagai umat Kristen saya berdoa dan terus berusaha. Puji Tuhan begitu produk batik saya sampai di Jayapura mendapat respon yang sangat baik dari masyarakat,”ungkap Rita kepada Cenderawasih Pos, Senin (13/7) kemarin.

 Cetak kain batik pertama dirinya memesan 600 meter, tidak sampai seminggu habis terjual, dimana satu rok lilit membutuhkan kain sebanyak 2 meter. Permintaan rok lilit terus meningkat. Bukan hanya melalui offline tapi juga online.

“Saya sangat terbantu dengan adanya produk baru tersebut. Ini  bisa membantu kami karena selama 3 bulan terakhir kami benar-benar tidak bisa menjual apa-apa karena dampak Covid-19.  Mungkin bukan kami saja yang mengalami tetapi untuk pelaku usaha lainnya juga demikian, hanya saja saya ingin berpesan bahwa dalam kesesakan saat ini baiknya kita melihat  peluang usaha dengan baik sebelum bertindak,” terangnya.

Baca Juga :  BEI Rencana Buka Galeri Investasi dari Kampung

 Diakuinya, keadaan saat ini sangat sulit namun dirinya tidak menaikan harga jual, diaman harga rok lilit masih dijual dengan harga Rp 150 ribu- Rp 180 ribu.

 Kondisi serupa juga dialami pelaku usaha Pondok Butterfly_Skyline, Loisa Haai yang penjual es kelapa muda ini.  Dampak Covid-19, dirinya masih tetap berjualan es kelapa muda meski penghasilan menurun.

 Dalam melaksanakan kegiatan operasional, dirinya tetap memperhatikan protokol kesehatan seperti mewajibkan masyarakat menggunakan masker, mencuci tangan serta menjaga jarak untuk kepentingan bersama.

“Kami bersyukur karena dimasa pandemi ini masih bisa melakukan kegiatan usaha. Masih ada pengunjung yang datang untuk menikmati es kelapa muda yang kami sediakan. Hanya saja kami juga membatasi pengunjung kalau yang tadinya bisa sampai 50 orang sekarang paling hanya 25 orang saja,” terangnya.

 Selain itu, khusus untuk usaha bakso kelapa yang disediakan Yunita Ohee di Pondok Butterfly_Skyline, selama masa pandemi Covid-19 ini dirinya tidak berjualan bakso kelapa.

“Meski tidaknya meski tidak dapat berjualan bakso kelapa,  saya dan mama saya masih dapat menjual es kelapa muda dengan harga Rp 20 ribu- Rp 30 ribu/buah,” jelasnya.

 Pihaknya berharap kondisi ini bisa cepat berlalu agar kegiatan ekonomi bisa kembali pulih seperti semula. **

Melihat Dampak Covid-19 bagi Pelaku Usaha UMKM  di Jayapura

Pemilik Butik Perempuan Papua, Rita Yoafifi saat menujukan koleksi pakaian yang disediakanya, belum lama ini. ( FOTO: Yohana/ Cepos)

Berbagai kegiatan usaha mengalami penurunan penghasilan yang cukup signifikan selama pandemi Covid-19. Meski demikian tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap bertahan dengan memanfaatkan peluang bisnis yang ada.

Laporan : Yohana_Jayapura

Dampak Covid-19 memang dirasakan oleh semua lapisan masyarakat termasuk juga dunia usaha. Mulai dari yang skala besar sampai dengan pelaku usaha kecil atau UMKM.  Sebagian dari mereka memilih tetap bertahan dengan berbagai strategi seperti mengurangi produksi. Namun ada juga yang tidak beroperasi sambil menunggu kondisi benar-benar pulih.

 Dalam situasi ini, para pelaku usaha khususnya UMKM harus bekerja lebih keras untuk dapat bertahan dengan kondisi ini. Perputaran uang masuk dan keluar yang tidak seimbang, menjadi ancaman besar bagi sebuah bisnis khususnya pelaku UMKM yang tidak memiliki banyak modal untuk menjalankan usahanya atau bagi mereka para pemula yang baru mencoba terjun ke dunia bisnis pada situasi saat ini.

 Pintar-pintar melihat peluang bisnis, dan berani mengambil resiko menjadi pilihan utama. Seperti yang dilakukan Rita Yoafifi pelaku UMKM Pengusaha Butik Perempuan Papua bahwa dampak Covid-19 sangat berpengaruh besar terhadap penjualan produk yang disediakanya.

Sempat tidak ada pemasukan selama 3 bulan semenjak adanya dampak covid-19, dalam situasi tersebut,  dirinya juga tetap harus melunasi pinjaman kredit yang telah dipercayakan perbankan bagi dirinya untuk mengelola usahanya.

Baca Juga :  Pasca Lebaran, Trafik Pengunjung Mal Jayapura di Angka 10.000/hari

 Selain membuka butik, Rita Yoafifi  juga penjahit dan perancang batik khas Papua di Jayapura ini tidak hanya menerima nasibnya saja, tetapi memilih berdoa dan bekerja di tengah pandemi Covid-19 dengan berusaha mencetak konsep batik baru yaitu Burung Cenderawasih dan Anggrek Hitam.

“Motif ini baru saya cetak pada saat lockdown akses penerbangan dan kapal laut bagi penumpang. Dengan kondisi tersebut saya sangat khawatir apakah produk baru ini bisa memberikan peluang baru atau malah tidak memberikan hasil yang memuaskan. Meski demikian sebagai umat Kristen saya berdoa dan terus berusaha. Puji Tuhan begitu produk batik saya sampai di Jayapura mendapat respon yang sangat baik dari masyarakat,”ungkap Rita kepada Cenderawasih Pos, Senin (13/7) kemarin.

 Cetak kain batik pertama dirinya memesan 600 meter, tidak sampai seminggu habis terjual, dimana satu rok lilit membutuhkan kain sebanyak 2 meter. Permintaan rok lilit terus meningkat. Bukan hanya melalui offline tapi juga online.

“Saya sangat terbantu dengan adanya produk baru tersebut. Ini  bisa membantu kami karena selama 3 bulan terakhir kami benar-benar tidak bisa menjual apa-apa karena dampak Covid-19.  Mungkin bukan kami saja yang mengalami tetapi untuk pelaku usaha lainnya juga demikian, hanya saja saya ingin berpesan bahwa dalam kesesakan saat ini baiknya kita melihat  peluang usaha dengan baik sebelum bertindak,” terangnya.

Baca Juga :  Saga Group Pastikan Ketersediaan Bapok Nataru Aman

 Diakuinya, keadaan saat ini sangat sulit namun dirinya tidak menaikan harga jual, diaman harga rok lilit masih dijual dengan harga Rp 150 ribu- Rp 180 ribu.

 Kondisi serupa juga dialami pelaku usaha Pondok Butterfly_Skyline, Loisa Haai yang penjual es kelapa muda ini.  Dampak Covid-19, dirinya masih tetap berjualan es kelapa muda meski penghasilan menurun.

 Dalam melaksanakan kegiatan operasional, dirinya tetap memperhatikan protokol kesehatan seperti mewajibkan masyarakat menggunakan masker, mencuci tangan serta menjaga jarak untuk kepentingan bersama.

“Kami bersyukur karena dimasa pandemi ini masih bisa melakukan kegiatan usaha. Masih ada pengunjung yang datang untuk menikmati es kelapa muda yang kami sediakan. Hanya saja kami juga membatasi pengunjung kalau yang tadinya bisa sampai 50 orang sekarang paling hanya 25 orang saja,” terangnya.

 Selain itu, khusus untuk usaha bakso kelapa yang disediakan Yunita Ohee di Pondok Butterfly_Skyline, selama masa pandemi Covid-19 ini dirinya tidak berjualan bakso kelapa.

“Meski tidaknya meski tidak dapat berjualan bakso kelapa,  saya dan mama saya masih dapat menjual es kelapa muda dengan harga Rp 20 ribu- Rp 30 ribu/buah,” jelasnya.

 Pihaknya berharap kondisi ini bisa cepat berlalu agar kegiatan ekonomi bisa kembali pulih seperti semula. **

Berita Terbaru

Artikel Lainnya