Thursday, April 25, 2024
25.7 C
Jayapura

Wamena Mulai Kondusif

RUKO: Tampak deretan ruko yang berjumlah 101 unit di Pasar Wouma,  milik pengusaha asli Lembah Baliem yang ikut terbakar saat   aksi anarkis, Senin (23/9) lalu. (FOTO : Denny/Cepos)

Tujuh Orang Jadi Tersangka 

WEMENA-Kepolisian memastikan situasi di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, mulai kondusif pasca pasca kerusuhan 23 September yang menewaskan 33 orang warga sipil dan 82 lainnya luka-luka, serta ribuan orang mengungsi.

Kapolres Jayawijaya, AKBP. Tonny Ananda Swadaya mengatakan, sebagian pedagang mulai beraktivitas seperti biasa. Untuk menjamin keamanan warga, personel keamanan ditempatkan di berbagai pelosok yang ada di Wamena. “Aktivitas masyarakat berjalan sebagaimana biasanya,” ungkap Kapolres Tonny Ananda saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (29/9).

Terkait dengan kerusuhan yang terjadi Senin (23/9) lalu, Polres Jayawijaya menurutnya telah menetapkan 7 orang tersangka. Saat ini, pihaknya juga masih memburu pelaku lainnya yang diduga sebagai aktor yang mengendalikan massa. 

Pihaknya masih terus melakukan pengembangan karena masih ada beberapa oknum warga yang diduga mengendalikan aksi massa yang belum ditemukan. “Untuk 7 orang yang kita amankan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kami juga masih mencari oknum-oknum yang mengendalikan aksi massa. Karena ada beberapa bukti yang telah kami temukan,” jelasnya. 

Dalam bukti video yang didapat, Tonny Ananda mengklaim ada keterlibatan kelompok Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Menurutnya, oknum ini yang mengimbau massa untuk membawa mesin chainsaw dan ada yang membawa Toa. Bahkan menurutnya  ada penggerak yang memerintahkan masa untuk membakar kampus STISIP Yapis Amal Ilmiah.

“Kami memiliki bukti yang menunjukan ada keterlibatan kelompok KNPB yang menunggangi aksi tersebut. Buktinya dalam bentuk video yang kami akan kembangkan dan mencari para pelaku ini,” tegasnya.

Tonny Ananda menyebutkan, pihaknya tinggal menunggu waktu saja. Karena saat ini pemerintah dan semua masyarakat yang menjadi korban masih melakukan pemulihan situasi. Untuk itu Kepolisian menjamin keamanan kepada masyarakat sehingga pelaku-pelaku ekonomi bisa membuka kembali tempat usahanya.

“Masyarakat tidak perlu takut untuk membuka kembali tempat usahanya. Kita menjamin keamanan di kota Wamena. Kepolisian juga telah menyebarkan seluruh personelnya untuk melakukan pengamanan di pinggiran kota,” tegasnya.

Ia juga memastikan, jika saat ini kepolisian sedang berupaya keras untuk melakukan penangkapan terhadap para pelaku penggerak aksi anarkis. Meskipun belum diketahui keberadaan mereka, namun upaya Kepolisian masih terus dilakukan. Kepolisian menurutnya juga tidak bisa meninggalkan korban yang masih terauma sehingga wajib dilakukan pemulihan.

Dalam kesmepatan itu, Kapolres Tonny Ananda juga mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan informasi via SMS atau  WA yang beredar. Karena kelompok-kelompok yang saat ini bermain luar biasa melakukan provokasi.

“Tujuan mereka melumpuhkan dunia pendidikan dan perekonomian di Jayawijaya. Ini sudah mereka targetkan. Kami akan mengungkap siapa yang bermain dalam waktu dekat ini dan saya tidak akan segan –segan untuk mengambil langkah tegas,”tambahnya.

Dari data yang dimiliki Polres Jayawijaya, jumlah kerusakan yakni 460 unit ruko rusak dan terbakar, 165 unit rumah dibakar, 254 unit kendaraan roda enam  dan roda empat rusak dan terbakar, 150 unit kendaraan roda dua terbakar, 15 unit fasilitas umum dan 20 unit perkantoran.

Total sementara data masyarakat mengungsi turun dari Wamena ke Jayapura berjumlah 1.922 orang dengan titik pengungsian Lanud Silas Papare 92 orang, Batalyon Yonif RK 751/VJS 155 orang, Paguyuban Batak, Padang, Toraja,  Kawanua, NTB, Bima, Fak2 dan Biak, 150 orang. Mushola At-taqwa depan Borobudur 66 orang.

Baca Juga :  Boaz Kembali di Putaran Kedua

Untuk pengungsi di Wamena berlokasi di Kodim 1702/Jayawijaya sebanyak 3.120 orang, Polres Jayawijaya 800 orang, Koramil 1702-03/Wamena 300 orang, Subdenpom 150 orang, Gereja Betlehem 250 orang. Kantor DPRD 150 orang, Yonif 756/WMS 200 orang dan Gereja Efata 183 orang. Gedung Cipta Jaya 150 orang, Masjid LDII 227 orang, Gereja Advent 157 orang, Gereja El Shaday 240 orang, Masjid Pasar Baru 77 orang, Gedung Ukhumiarek Asso 225 orang.

Sementara itu, berdasarkan data dari Tim Kesehatan Papua, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai, M.Kes., memaparkan bahwa situasi dan kondisi pasca bencana sosial di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, cenderung kondusif.

Dalam rilis yang disampaikan drg. Giyai kepada Cenderawasih Pos, Minggu (29/9) kondisi yang dinilai mulai kondusif ini ditandai dengan aktivitas ekonomi masyarakat di pasar tradisional dan pertokoan yang mulai beroperasi. Sekalipun jumlahnya diakuinya masih sedikit.

Untuk sekolah menurutnya masih diliburkan dan aktivitas pemerintahan juga belum berjalan normal. Sementara jumlah pengungsi masih fluktuatif. Karena adanya tambahan pengungsi dari kabupaten sekitar Jayawijaya, serta masyarakat yang berniat keluar dari Wamena yang cukup tinggi.

“Untuk sektor kesehatan, korban di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Wamena sudah menurun. Namun, terdapat perubahan pola pada masyarakat yang menjadi korban, yang mana dari kasus trauma fisik beralih ke penyakit berbasis lingkungan. Serta peningkatan post traumatic stress disaster,” ujar drg. Alo panggilan akrabnya.

Lebih lanjut, drg Alo menjelaskan bahwa analisis tim kesehatan terkait dampak yang perlu diwaspadai tidak lain terdapat pergeseran pola kasus. Dari trauma fisik ke penyakit berbasis lingkungan di pengungsian. 

Selain itu, terdapat pula post traumatic stress disaster yang diperkirakan semakin meningkat, sehingga diperlukannya tindakan trauma healing. Juga, pelayanan kesehatan dasar di lokasi pengungsi berfokus pada penyakit yang berpotensi KLB (Kejadian Luar Biasa).

“Dengan waktu tanggap darurat selama 14 hari sejak 23 September hingga 6 Oktober nantinya, ada rencana kegiatan penanganan bidang kesehatan menempatkan prioritas pada penanganan korban gawat darurat. Pelayanan kesehatan dasar di area pengungsi, indentifikasi korban meninggal, pelayanan post traumatic stress disorder, serta pengamatan penyakit potensi KLB,” tambahnya.

Aksi pembakaran rumah dan kios milik warga yang terjadi, Senin (23/9) dalam aksi anarkis, nampaknya tak hanya dialami warga non Papua. Warga asli Jayawijaya juga banyak yang menjadi korban dari aksi tersebut. Misalnya Aggu Hubi, warga asli Lembah Baliem yang kehilangan 101 unit ruko di Pasar Wouma, Distrik Wouma.

Aggu Hubi yang merupakan salah satu pengusaha asli Papua asal Lembah Baliem mengatakan, sebagai anak daerah dirinya merasa terpukul dengan adanya kejadian seperti ini. Dirinya menyebutkan sama sekali tidak pernah dibayangkan apa yang terjadi. Sebab massa yang melakukan aksi ini tidak memperhitungkan sasaran atau targetnya. Mereka melakukan aksi brutal tersebut yang membuat dirinya sebagai anak asli Lembah Baliem juga menjadi korban.

“Ruko saya di Pasar Wouma ada 101 unit. Semuanya habis terbakar begitu saja. Tak hanya warga non Papua yang menjadi korban, kami anak asli daerah juga menjadi korban dari aksi ini,” ungkap Aggu Hubi kepada Cenderawasih Pos saat melihat bangunan rukonya, Minggu (29/9). 

Sebagai perempuan asli Lembah Baliem, Aggu Hubi sangat menyesalkan adanya aksi anarkis yang membuat seluruh aktivitas lumpuh total. Ia menilai jika aksi yang dilakukan ini bukan aksi demo. Tetapi sudah terlalu anarkis dan korbannya bukan hanya warga non Papua saja, tetapi anak –anak Lembah Baliem yang memiliki usaha di daerah Wouma juga menjadi korban.

Baca Juga :  Kapolres Pastikan 16 Kios di Yahukimo Terbakar

“Kami sangat menyesalkan karena membangun ruko sebanyak 101 secara swadaya  tidak mudah. Butuh waktu lama. Meskipun tanah tersebut milik kami, namun saya harus bekerja sama dengan salah seorang pengusaha non Papua. Kami elangkah dengan melakukan pinjaman di Bank Papua sebesar 2,5 miliar.”jelasnya.

Ia juga mengatakan, pinjaman dengan masa pulunasan selama 3 tahun, aset pembangunan ruko itu dikembalikan kepada keluarganya dan saat ini telah lunas. Awalnya hanya 56 bangunan ruko dan terus dikembangkan sampai menjadi 101 ruko. Namun sayangnya, aset yang dirintisnya semuanya telah habis trerbakar. Tentunya ini menjadi kerugian besar keluarganya.

“Kami mencoba melangkah memberanikan diri dengan kredit untuk membangun usaha. Ini untuk membuktikan kami orang Papua bisa bersaing dalam dunia bisnis. Kami tidak hanya jadi penonton tetapi menjadi pelaku usaha di atas negeri kami sendiri,” tegasnya.

Aggu Hubi mengaku yang membuatnya terpukul yaitu usai terjadinya aksi anarkis, warga non Papua yang ada di sekitarnya bertanya kepadanya, mengapa usaha milik anak daerah juga dibakar. Hal ini menurutnya menjadi satu pertanyaan yang dirinya sendiri tidak bisa menjawabnya. Namun yang ia sesalkan itu apa yang dilakukan selama ini adalah bagian dari proses perjuangan.

“Kalau orang mau bilang merdeka, semua itu tidak turun langsung dari langit dan bisa dinikmati. Kalau merdeka berarti orang Papua harus bebas di atas tanahnya sendiri. Mengelola hasil kekayaan yang ada di atas tanah ini. Sakit rasanya ketika kita melihat semuanya habis seperti ini,” sesalnya. 

Sebagai anak asli Lembah Baliem, dirinya sangat kecewa dengan kejadian seperti ini. Apalagi beberapa anak-anak daerah lainnya yang ada di Wouma juga mengalami hal yang sama. Seperti Jimmy Asso, Ibrahim Lokobal, Walela dan Erik Mabel.  Semua tempat usaha mereka juga terbakar. Usaha yang dibuat anak daerah ini sebenarnya bisa menjadi contoh bagi anak daerah yang lainnya. Namun sayang, juga habis terbakar.

“101 ruko milik kami ini disewakan kepada para pedagang. Selain ruko yang kami miliki di Wouma, juga di pasar baru ada ruko milik anak daerah yang juga dibakar. Yakni ibu Niten Yikwa rukonya 10 dibakar. Athos Yikwa juga 10 rukonya dibakar,” katanya

Aggu Hubi mengharapkan pemerintah bisa membantu dalam merehablitasi bangunan ruko yang telah telah terbakar ini. Karena sejak awal dilakukan pembangunan, Bupati Lanny Jaya Befa Yigibalom juga membantu dengan memberikan anggaran Rp 250 juta. Termasuk Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP., MH., memberikan bantuan  Rp 500 juta, dengan harapan memajukan anak asli daerah bersaing dengan saudara-saudaranya dari luar Papua. 

“Kami sangat berharap pemerintah bisa membantu kami. Agar pasar ini bisa kembali berdiri dan ruko –ruko yang habis terbakar ini bisa kembali berdiri. Kalau usaha anak daerah sendiri yang dibakar, ini pasti ada kelompok orang yang tidak senang anak Papua maju, sehingga memanfaatkan situasi ini untuk membakar,” pungkasnya. (jo/fia/gr/nat)

RUKO: Tampak deretan ruko yang berjumlah 101 unit di Pasar Wouma,  milik pengusaha asli Lembah Baliem yang ikut terbakar saat   aksi anarkis, Senin (23/9) lalu. (FOTO : Denny/Cepos)

Tujuh Orang Jadi Tersangka 

WEMENA-Kepolisian memastikan situasi di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, mulai kondusif pasca pasca kerusuhan 23 September yang menewaskan 33 orang warga sipil dan 82 lainnya luka-luka, serta ribuan orang mengungsi.

Kapolres Jayawijaya, AKBP. Tonny Ananda Swadaya mengatakan, sebagian pedagang mulai beraktivitas seperti biasa. Untuk menjamin keamanan warga, personel keamanan ditempatkan di berbagai pelosok yang ada di Wamena. “Aktivitas masyarakat berjalan sebagaimana biasanya,” ungkap Kapolres Tonny Ananda saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (29/9).

Terkait dengan kerusuhan yang terjadi Senin (23/9) lalu, Polres Jayawijaya menurutnya telah menetapkan 7 orang tersangka. Saat ini, pihaknya juga masih memburu pelaku lainnya yang diduga sebagai aktor yang mengendalikan massa. 

Pihaknya masih terus melakukan pengembangan karena masih ada beberapa oknum warga yang diduga mengendalikan aksi massa yang belum ditemukan. “Untuk 7 orang yang kita amankan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kami juga masih mencari oknum-oknum yang mengendalikan aksi massa. Karena ada beberapa bukti yang telah kami temukan,” jelasnya. 

Dalam bukti video yang didapat, Tonny Ananda mengklaim ada keterlibatan kelompok Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Menurutnya, oknum ini yang mengimbau massa untuk membawa mesin chainsaw dan ada yang membawa Toa. Bahkan menurutnya  ada penggerak yang memerintahkan masa untuk membakar kampus STISIP Yapis Amal Ilmiah.

“Kami memiliki bukti yang menunjukan ada keterlibatan kelompok KNPB yang menunggangi aksi tersebut. Buktinya dalam bentuk video yang kami akan kembangkan dan mencari para pelaku ini,” tegasnya.

Tonny Ananda menyebutkan, pihaknya tinggal menunggu waktu saja. Karena saat ini pemerintah dan semua masyarakat yang menjadi korban masih melakukan pemulihan situasi. Untuk itu Kepolisian menjamin keamanan kepada masyarakat sehingga pelaku-pelaku ekonomi bisa membuka kembali tempat usahanya.

“Masyarakat tidak perlu takut untuk membuka kembali tempat usahanya. Kita menjamin keamanan di kota Wamena. Kepolisian juga telah menyebarkan seluruh personelnya untuk melakukan pengamanan di pinggiran kota,” tegasnya.

Ia juga memastikan, jika saat ini kepolisian sedang berupaya keras untuk melakukan penangkapan terhadap para pelaku penggerak aksi anarkis. Meskipun belum diketahui keberadaan mereka, namun upaya Kepolisian masih terus dilakukan. Kepolisian menurutnya juga tidak bisa meninggalkan korban yang masih terauma sehingga wajib dilakukan pemulihan.

Dalam kesmepatan itu, Kapolres Tonny Ananda juga mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan informasi via SMS atau  WA yang beredar. Karena kelompok-kelompok yang saat ini bermain luar biasa melakukan provokasi.

“Tujuan mereka melumpuhkan dunia pendidikan dan perekonomian di Jayawijaya. Ini sudah mereka targetkan. Kami akan mengungkap siapa yang bermain dalam waktu dekat ini dan saya tidak akan segan –segan untuk mengambil langkah tegas,”tambahnya.

Dari data yang dimiliki Polres Jayawijaya, jumlah kerusakan yakni 460 unit ruko rusak dan terbakar, 165 unit rumah dibakar, 254 unit kendaraan roda enam  dan roda empat rusak dan terbakar, 150 unit kendaraan roda dua terbakar, 15 unit fasilitas umum dan 20 unit perkantoran.

Total sementara data masyarakat mengungsi turun dari Wamena ke Jayapura berjumlah 1.922 orang dengan titik pengungsian Lanud Silas Papare 92 orang, Batalyon Yonif RK 751/VJS 155 orang, Paguyuban Batak, Padang, Toraja,  Kawanua, NTB, Bima, Fak2 dan Biak, 150 orang. Mushola At-taqwa depan Borobudur 66 orang.

Baca Juga :  Di Merauke Ditemukan Surat Rapid Test Palsu

Untuk pengungsi di Wamena berlokasi di Kodim 1702/Jayawijaya sebanyak 3.120 orang, Polres Jayawijaya 800 orang, Koramil 1702-03/Wamena 300 orang, Subdenpom 150 orang, Gereja Betlehem 250 orang. Kantor DPRD 150 orang, Yonif 756/WMS 200 orang dan Gereja Efata 183 orang. Gedung Cipta Jaya 150 orang, Masjid LDII 227 orang, Gereja Advent 157 orang, Gereja El Shaday 240 orang, Masjid Pasar Baru 77 orang, Gedung Ukhumiarek Asso 225 orang.

Sementara itu, berdasarkan data dari Tim Kesehatan Papua, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai, M.Kes., memaparkan bahwa situasi dan kondisi pasca bencana sosial di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, cenderung kondusif.

Dalam rilis yang disampaikan drg. Giyai kepada Cenderawasih Pos, Minggu (29/9) kondisi yang dinilai mulai kondusif ini ditandai dengan aktivitas ekonomi masyarakat di pasar tradisional dan pertokoan yang mulai beroperasi. Sekalipun jumlahnya diakuinya masih sedikit.

Untuk sekolah menurutnya masih diliburkan dan aktivitas pemerintahan juga belum berjalan normal. Sementara jumlah pengungsi masih fluktuatif. Karena adanya tambahan pengungsi dari kabupaten sekitar Jayawijaya, serta masyarakat yang berniat keluar dari Wamena yang cukup tinggi.

“Untuk sektor kesehatan, korban di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Wamena sudah menurun. Namun, terdapat perubahan pola pada masyarakat yang menjadi korban, yang mana dari kasus trauma fisik beralih ke penyakit berbasis lingkungan. Serta peningkatan post traumatic stress disaster,” ujar drg. Alo panggilan akrabnya.

Lebih lanjut, drg Alo menjelaskan bahwa analisis tim kesehatan terkait dampak yang perlu diwaspadai tidak lain terdapat pergeseran pola kasus. Dari trauma fisik ke penyakit berbasis lingkungan di pengungsian. 

Selain itu, terdapat pula post traumatic stress disaster yang diperkirakan semakin meningkat, sehingga diperlukannya tindakan trauma healing. Juga, pelayanan kesehatan dasar di lokasi pengungsi berfokus pada penyakit yang berpotensi KLB (Kejadian Luar Biasa).

“Dengan waktu tanggap darurat selama 14 hari sejak 23 September hingga 6 Oktober nantinya, ada rencana kegiatan penanganan bidang kesehatan menempatkan prioritas pada penanganan korban gawat darurat. Pelayanan kesehatan dasar di area pengungsi, indentifikasi korban meninggal, pelayanan post traumatic stress disorder, serta pengamatan penyakit potensi KLB,” tambahnya.

Aksi pembakaran rumah dan kios milik warga yang terjadi, Senin (23/9) dalam aksi anarkis, nampaknya tak hanya dialami warga non Papua. Warga asli Jayawijaya juga banyak yang menjadi korban dari aksi tersebut. Misalnya Aggu Hubi, warga asli Lembah Baliem yang kehilangan 101 unit ruko di Pasar Wouma, Distrik Wouma.

Aggu Hubi yang merupakan salah satu pengusaha asli Papua asal Lembah Baliem mengatakan, sebagai anak daerah dirinya merasa terpukul dengan adanya kejadian seperti ini. Dirinya menyebutkan sama sekali tidak pernah dibayangkan apa yang terjadi. Sebab massa yang melakukan aksi ini tidak memperhitungkan sasaran atau targetnya. Mereka melakukan aksi brutal tersebut yang membuat dirinya sebagai anak asli Lembah Baliem juga menjadi korban.

“Ruko saya di Pasar Wouma ada 101 unit. Semuanya habis terbakar begitu saja. Tak hanya warga non Papua yang menjadi korban, kami anak asli daerah juga menjadi korban dari aksi ini,” ungkap Aggu Hubi kepada Cenderawasih Pos saat melihat bangunan rukonya, Minggu (29/9). 

Sebagai perempuan asli Lembah Baliem, Aggu Hubi sangat menyesalkan adanya aksi anarkis yang membuat seluruh aktivitas lumpuh total. Ia menilai jika aksi yang dilakukan ini bukan aksi demo. Tetapi sudah terlalu anarkis dan korbannya bukan hanya warga non Papua saja, tetapi anak –anak Lembah Baliem yang memiliki usaha di daerah Wouma juga menjadi korban.

Baca Juga :  Rencana Penyerahan Tanah 72 Hektar Picu Warga Wouma Palang Jalan

“Kami sangat menyesalkan karena membangun ruko sebanyak 101 secara swadaya  tidak mudah. Butuh waktu lama. Meskipun tanah tersebut milik kami, namun saya harus bekerja sama dengan salah seorang pengusaha non Papua. Kami elangkah dengan melakukan pinjaman di Bank Papua sebesar 2,5 miliar.”jelasnya.

Ia juga mengatakan, pinjaman dengan masa pulunasan selama 3 tahun, aset pembangunan ruko itu dikembalikan kepada keluarganya dan saat ini telah lunas. Awalnya hanya 56 bangunan ruko dan terus dikembangkan sampai menjadi 101 ruko. Namun sayangnya, aset yang dirintisnya semuanya telah habis trerbakar. Tentunya ini menjadi kerugian besar keluarganya.

“Kami mencoba melangkah memberanikan diri dengan kredit untuk membangun usaha. Ini untuk membuktikan kami orang Papua bisa bersaing dalam dunia bisnis. Kami tidak hanya jadi penonton tetapi menjadi pelaku usaha di atas negeri kami sendiri,” tegasnya.

Aggu Hubi mengaku yang membuatnya terpukul yaitu usai terjadinya aksi anarkis, warga non Papua yang ada di sekitarnya bertanya kepadanya, mengapa usaha milik anak daerah juga dibakar. Hal ini menurutnya menjadi satu pertanyaan yang dirinya sendiri tidak bisa menjawabnya. Namun yang ia sesalkan itu apa yang dilakukan selama ini adalah bagian dari proses perjuangan.

“Kalau orang mau bilang merdeka, semua itu tidak turun langsung dari langit dan bisa dinikmati. Kalau merdeka berarti orang Papua harus bebas di atas tanahnya sendiri. Mengelola hasil kekayaan yang ada di atas tanah ini. Sakit rasanya ketika kita melihat semuanya habis seperti ini,” sesalnya. 

Sebagai anak asli Lembah Baliem, dirinya sangat kecewa dengan kejadian seperti ini. Apalagi beberapa anak-anak daerah lainnya yang ada di Wouma juga mengalami hal yang sama. Seperti Jimmy Asso, Ibrahim Lokobal, Walela dan Erik Mabel.  Semua tempat usaha mereka juga terbakar. Usaha yang dibuat anak daerah ini sebenarnya bisa menjadi contoh bagi anak daerah yang lainnya. Namun sayang, juga habis terbakar.

“101 ruko milik kami ini disewakan kepada para pedagang. Selain ruko yang kami miliki di Wouma, juga di pasar baru ada ruko milik anak daerah yang juga dibakar. Yakni ibu Niten Yikwa rukonya 10 dibakar. Athos Yikwa juga 10 rukonya dibakar,” katanya

Aggu Hubi mengharapkan pemerintah bisa membantu dalam merehablitasi bangunan ruko yang telah telah terbakar ini. Karena sejak awal dilakukan pembangunan, Bupati Lanny Jaya Befa Yigibalom juga membantu dengan memberikan anggaran Rp 250 juta. Termasuk Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP., MH., memberikan bantuan  Rp 500 juta, dengan harapan memajukan anak asli daerah bersaing dengan saudara-saudaranya dari luar Papua. 

“Kami sangat berharap pemerintah bisa membantu kami. Agar pasar ini bisa kembali berdiri dan ruko –ruko yang habis terbakar ini bisa kembali berdiri. Kalau usaha anak daerah sendiri yang dibakar, ini pasti ada kelompok orang yang tidak senang anak Papua maju, sehingga memanfaatkan situasi ini untuk membakar,” pungkasnya. (jo/fia/gr/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya