Friday, April 26, 2024
27.7 C
Jayapura

Yang Paling Setia saat Kita Terpuruk Adalah Keluarga

Ketika Napi Kasus Korupsi Ikuti Kelas Psikologi di Lapas Sukamiskin

Psikolog Joice Manurung, saat pendampingan warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Sukamiskin Bandung, Rabu (31/3/2021), dalam sesi acara penyuluhan anti korupsi bagi narapidana asimilasi–FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS

Kampanye tentang bahaya korupsi akan lebih ampuh jika disampaikan eks narapidana (napi) kasus korupsi. Karena itu, KPK ingin menjadikan para eks koruptor sebagai agen penyuluh antikorupsi. 

AGUS DWI PRASETYO, Jawa Pos, Bandung

Akan datang hari, mulut dikunci

Kata tak ada lagi

Akan tiba masa, tak ada suara

Dari mulut kita

DENGAN mata berkaca-kaca, belasan napi kasus korupsi khidmat mendengarkan lagu berjudul Ketika Tangan dan Kaki Berkata ciptaan Chrisye dan Taufiq Ismail itu. Beberapa napi terlihat menggerakkan bibir seolah ingin ikut bernyanyi. Namun, suara mereka seperti tertahan di tenggorokan. Tak bisa keluar dengan lepas. 

Lagu yang dirilis pada 1997 tersebut jadi penutup acara penyuluhan antikorupsi yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, akhir bulan lalu. Sebanyak 25 napi yang mendapat program asimilasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) menjadi peserta. 

Selama kurang lebih 2,5 jam, para napi tersebut mengikuti kelas khusus tentang psikologi dari Joice Manurung dan tim. Temanya tentang mengenal, menyadari, dan membangun diri. Secara umum, Joice dan timnya mengajak para napi memahami kondisi masing-masing. Dan menyusun langkah-langkah ke depan setelah keluar dari lapas. 

Penyuluhan antikorupsi untuk para napi kasus korupsi baru pertama digelar KPK di Lapas Sukamiskin. Joice pun baru kali pertama menyampaikan materi psikologi di hadapan para warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang memiliki latar belakang pelaku rasuah tersebut. ”Kita mengajak mereka untuk merasa terpanggil memberantas atau mencegah korupsi,” kata Joice. 

Menjadikan napi korupsi sebagai penyuluh antikorupsi merupakan program baru KPK di bawah kepemimpinan Komjen Polisi Firli Bahuri, tepatnya di kedeputian bidang pendidikan dan peran serta masyarakat. Targetnya, para napi tersebut dapat membantu KPK untuk menularkan semangat antikorupsi saat bebas dari penjara dan berbaur dengan masyarakat. 

Baca Juga :  Pastor yang Sederhana, Humoris, Namun Kuat dan Konsisten dalam Berjuang

Upaya menyadarkan pelaku korupsi dengan kelas psikologi terbilang mencuri perhatian para napi. Selama kelas berlangsung, mereka tampak antusias dengan materi yang disampaikan Joice dan kawan-kawan. Satu per satu mengungkapkan rasa penyesalan yang begitu dalam ketika ditanya tentang bagaimana perasaan selama mendekam di Sukamiskin.

Misalnya yang diungkapkan Herly Isdiharsono, napi korupsi yang dipidana hukuman 12 tahun penjara terkait kasus suap pajak PT Mutiara Virgo pada 2013. Dia menggambarkan situasi hatinya selama menjalani masa hukuman. ”Selama ini kita terlalu sibuk melalaikan keluarga dengan alasan pekerjaan, tapi yang paling setia saat kita terpuruk adalah keluarga,” tuturnya. 

Syamsul Bahri juga mengutarakan rasa penyesalannya. Napi yang dihukum penjara 11 tahun atas perkara korupsi alat kesehatan (alkes) itu mencoba kuat meski karir pekerjaannya harus berujung di lapas. ”Saya berani menerima konsekuensi karena pekerjaan yang salah. Saya jalani karena segala sesuatunya sudah ditakdirkan,” ucapnya. 

Mendekam di penjara dengan status napi korupsi juga menjadi pelajaran penting bagi Ihwan Agus Salim. Pria yang dipidana penjara 4 tahun 6 bulan itu meyakini bahwa segala sesuatunya telah diatur Tuhan. Dia juga yakin keluarganya tetap akan menunggunya pulang meski berstatus napi korupsi. ”Saya terus melangkahkan hati menuju Tuhan yang saya sembah.”

Setelah mendengarkan pengakuan dari para peserta, Joice menangkap pesan bahwa sebenarnya para napi korupsi itu menyadari kesalahannya. Mereka, kata Joice, sangat memahami bahwa kesalahan tersebut membuat perubahan besar dalam hidup masing-masing. ”Sebenarnya yang tahu perasaan kita ya kita sendiri,” tutur perempuan yang kerap menjadi pembicara pengembangan diri itu.

Joice mengaku hanya memfasilitasi para napi untuk memahami kondisi masing-masing dengan menggunakan pendekatan psikologi. Setelah para napi sampai pada titik kepedulian yang diharapkan, barulah Joice membangun kesadaran para napi akan pentingnya mencegah korupsi. ”Kesadaran itu harus dibangun, kemudian akan memicu terbentuknya nilai baru,” paparnya.

Baca Juga :  Adu Promosi UMKM Indonesia-PNG di Zona Netral

Joice menyadari, membentuk nilai baru, apalagi pada mereka yang memiliki sejarah pelaku korupsi, tidak mudah. Karena itu, pelan-pelan Joice dkk menanamkan kesadaran kepada para peserta untuk memicu kepedulian terhadap pentingnya memberantas korupsi. ”Nilai (kesadaran, Red) itu akan terbangun oleh sebuah proses dan waktu,” imbuh dia. 

Yang terpenting, tutur Joice, bagaimana membuat para napi mengenal diri mereka sendiri lebih dulu. Kemudian bagaimana membuat mereka mampu menghadapi stigma napi korupsi yang sangat mungkin muncul di masyarakat. ”Karena pasti label yang diberikan kepada mereka (napi korupsi, Red) adalah hal-hal negatif,” ujarnya. 

Persoalan stigma yang sangat mungkin muncul di tengah masyarakat itu bisa jadi akan membuat para napi merasa tidak percaya diri. Untuk menyikapi itu, Joice meyakinkan, para napi yang percaya bahwa mereka punya nilai akan mampu menghadapi stigma tersebut. ”Dan mereka (para napi) itu punya nilai yang belum dimunculkan,” imbuh dia.

Meski begitu, Joice menilai program penyuluhan antikorupsi bagi napi korupsi tidak bisa berdiri sendiri. Menurut dia, mesti ada program-program lanjutan yang mendukung. ”Juga dukungan dari sejumlah pihak,” katanya. ”Karena kembali lagi, perilaku itu berubah melalui proses waktu dan harus ada pengulangan,” ucapnya. 

Ketua KPK Firli Bahuri menambahkan, strategi pendidikan antikorupsi dan peran serta masyarakat bertujuan untuk memahamkan seluruh masyarakat tentang apa itu korupsi. Termasuk bahaya korupsi. Target utamanya, kata dia, agar orang tidak mau korupsi. ”Kita berharap makin banyak agen penyuluh antikorupsi dan rakyat menjadi bagian antikorupsi,” terangnya. 

Firli meyakini bahwa program penyuluhan yang menyasar mantan pelaku korupsi efektif untuk pemberantasan korupsi secara menyeluruh. Sebab, jelas dia, pada prinsipnya anak bangsa adalah orang-orang baik. ”Dan kalaupun ada yang tersandung persoalan korupsi karena kondisi, ke depan itu tidak boleh terulang,” pungkasnya. (*/c9/oni/JPG)

Ketika Napi Kasus Korupsi Ikuti Kelas Psikologi di Lapas Sukamiskin

Psikolog Joice Manurung, saat pendampingan warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Sukamiskin Bandung, Rabu (31/3/2021), dalam sesi acara penyuluhan anti korupsi bagi narapidana asimilasi–FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS

Kampanye tentang bahaya korupsi akan lebih ampuh jika disampaikan eks narapidana (napi) kasus korupsi. Karena itu, KPK ingin menjadikan para eks koruptor sebagai agen penyuluh antikorupsi. 

AGUS DWI PRASETYO, Jawa Pos, Bandung

Akan datang hari, mulut dikunci

Kata tak ada lagi

Akan tiba masa, tak ada suara

Dari mulut kita

DENGAN mata berkaca-kaca, belasan napi kasus korupsi khidmat mendengarkan lagu berjudul Ketika Tangan dan Kaki Berkata ciptaan Chrisye dan Taufiq Ismail itu. Beberapa napi terlihat menggerakkan bibir seolah ingin ikut bernyanyi. Namun, suara mereka seperti tertahan di tenggorokan. Tak bisa keluar dengan lepas. 

Lagu yang dirilis pada 1997 tersebut jadi penutup acara penyuluhan antikorupsi yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, akhir bulan lalu. Sebanyak 25 napi yang mendapat program asimilasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) menjadi peserta. 

Selama kurang lebih 2,5 jam, para napi tersebut mengikuti kelas khusus tentang psikologi dari Joice Manurung dan tim. Temanya tentang mengenal, menyadari, dan membangun diri. Secara umum, Joice dan timnya mengajak para napi memahami kondisi masing-masing. Dan menyusun langkah-langkah ke depan setelah keluar dari lapas. 

Penyuluhan antikorupsi untuk para napi kasus korupsi baru pertama digelar KPK di Lapas Sukamiskin. Joice pun baru kali pertama menyampaikan materi psikologi di hadapan para warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang memiliki latar belakang pelaku rasuah tersebut. ”Kita mengajak mereka untuk merasa terpanggil memberantas atau mencegah korupsi,” kata Joice. 

Menjadikan napi korupsi sebagai penyuluh antikorupsi merupakan program baru KPK di bawah kepemimpinan Komjen Polisi Firli Bahuri, tepatnya di kedeputian bidang pendidikan dan peran serta masyarakat. Targetnya, para napi tersebut dapat membantu KPK untuk menularkan semangat antikorupsi saat bebas dari penjara dan berbaur dengan masyarakat. 

Baca Juga :  Satu Tahun Kepemimpinan, Piter-Wahfir Menata Keerom Lebih Baik

Upaya menyadarkan pelaku korupsi dengan kelas psikologi terbilang mencuri perhatian para napi. Selama kelas berlangsung, mereka tampak antusias dengan materi yang disampaikan Joice dan kawan-kawan. Satu per satu mengungkapkan rasa penyesalan yang begitu dalam ketika ditanya tentang bagaimana perasaan selama mendekam di Sukamiskin.

Misalnya yang diungkapkan Herly Isdiharsono, napi korupsi yang dipidana hukuman 12 tahun penjara terkait kasus suap pajak PT Mutiara Virgo pada 2013. Dia menggambarkan situasi hatinya selama menjalani masa hukuman. ”Selama ini kita terlalu sibuk melalaikan keluarga dengan alasan pekerjaan, tapi yang paling setia saat kita terpuruk adalah keluarga,” tuturnya. 

Syamsul Bahri juga mengutarakan rasa penyesalannya. Napi yang dihukum penjara 11 tahun atas perkara korupsi alat kesehatan (alkes) itu mencoba kuat meski karir pekerjaannya harus berujung di lapas. ”Saya berani menerima konsekuensi karena pekerjaan yang salah. Saya jalani karena segala sesuatunya sudah ditakdirkan,” ucapnya. 

Mendekam di penjara dengan status napi korupsi juga menjadi pelajaran penting bagi Ihwan Agus Salim. Pria yang dipidana penjara 4 tahun 6 bulan itu meyakini bahwa segala sesuatunya telah diatur Tuhan. Dia juga yakin keluarganya tetap akan menunggunya pulang meski berstatus napi korupsi. ”Saya terus melangkahkan hati menuju Tuhan yang saya sembah.”

Setelah mendengarkan pengakuan dari para peserta, Joice menangkap pesan bahwa sebenarnya para napi korupsi itu menyadari kesalahannya. Mereka, kata Joice, sangat memahami bahwa kesalahan tersebut membuat perubahan besar dalam hidup masing-masing. ”Sebenarnya yang tahu perasaan kita ya kita sendiri,” tutur perempuan yang kerap menjadi pembicara pengembangan diri itu.

Joice mengaku hanya memfasilitasi para napi untuk memahami kondisi masing-masing dengan menggunakan pendekatan psikologi. Setelah para napi sampai pada titik kepedulian yang diharapkan, barulah Joice membangun kesadaran para napi akan pentingnya mencegah korupsi. ”Kesadaran itu harus dibangun, kemudian akan memicu terbentuknya nilai baru,” paparnya.

Baca Juga :  Putra Papua Nakhodai IKAPTK Kampus IPDN Kalbar

Joice menyadari, membentuk nilai baru, apalagi pada mereka yang memiliki sejarah pelaku korupsi, tidak mudah. Karena itu, pelan-pelan Joice dkk menanamkan kesadaran kepada para peserta untuk memicu kepedulian terhadap pentingnya memberantas korupsi. ”Nilai (kesadaran, Red) itu akan terbangun oleh sebuah proses dan waktu,” imbuh dia. 

Yang terpenting, tutur Joice, bagaimana membuat para napi mengenal diri mereka sendiri lebih dulu. Kemudian bagaimana membuat mereka mampu menghadapi stigma napi korupsi yang sangat mungkin muncul di masyarakat. ”Karena pasti label yang diberikan kepada mereka (napi korupsi, Red) adalah hal-hal negatif,” ujarnya. 

Persoalan stigma yang sangat mungkin muncul di tengah masyarakat itu bisa jadi akan membuat para napi merasa tidak percaya diri. Untuk menyikapi itu, Joice meyakinkan, para napi yang percaya bahwa mereka punya nilai akan mampu menghadapi stigma tersebut. ”Dan mereka (para napi) itu punya nilai yang belum dimunculkan,” imbuh dia.

Meski begitu, Joice menilai program penyuluhan antikorupsi bagi napi korupsi tidak bisa berdiri sendiri. Menurut dia, mesti ada program-program lanjutan yang mendukung. ”Juga dukungan dari sejumlah pihak,” katanya. ”Karena kembali lagi, perilaku itu berubah melalui proses waktu dan harus ada pengulangan,” ucapnya. 

Ketua KPK Firli Bahuri menambahkan, strategi pendidikan antikorupsi dan peran serta masyarakat bertujuan untuk memahamkan seluruh masyarakat tentang apa itu korupsi. Termasuk bahaya korupsi. Target utamanya, kata dia, agar orang tidak mau korupsi. ”Kita berharap makin banyak agen penyuluh antikorupsi dan rakyat menjadi bagian antikorupsi,” terangnya. 

Firli meyakini bahwa program penyuluhan yang menyasar mantan pelaku korupsi efektif untuk pemberantasan korupsi secara menyeluruh. Sebab, jelas dia, pada prinsipnya anak bangsa adalah orang-orang baik. ”Dan kalaupun ada yang tersandung persoalan korupsi karena kondisi, ke depan itu tidak boleh terulang,” pungkasnya. (*/c9/oni/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya