Monday, April 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Otoritas Berbagi Tugas Awasi Penginapan

Bali Sudah Bisa Dikunjungi

Bandara, penginapan, maupun destinasi wisata menerapkan protokol kesehatan ketat. Desa adat juga dilibatkan.

TETAP BERHATI-HATI : Seorang turis berjalan di Pantai Kuta, Bali (7/8).

FERLYNDA PUTRI, Denpasar, Jawa Pos

BIASANYA Juli hingga Agustus adalah saat-saat yang ramai di Bali. Anak sekolah tengah libur dan wisatawan asing sedang liburan musim panas. 

Namun, tahun ini berbeda. Coronavirus disease 2019 (Covid-19) membuat destinasi wisata andalan Indonesia itu lumpuh. 

Jumat lalu (7/8) Jawa Pos berkeliling di kawasan Pantai Kuta. Pantai yang menjadi ikon Bali itu tampak lebih sepi. 

Tak ada bule-bule yang berjalan di pinggir jalan. Toko dan kafe tutup. Di Jalan Poppies yang biasanya padat oleh pejalan kaki dan pedagang juga tak ada geliat. 

Di pantai tak ramai. Papan surfing yang biasanya berjejer plus surfer lokal yang menawarkan jasa latihan juga tak kelihatan. 

Pedagang asongan hanya beberapa yang masih tinggal. Ombak Pantai Kuta juga ”nganggur” karena tak banyak peselancar yang memanfaatkannya. ”Ini lebih parah dari Bom Bali I dan II,” kata Agung, salah seorang warga Bali. 

Saat insiden Bom Bali, hanya Legian dan beberapa wilayah yang sepi. Itu pun hanya hitungan minggu. Sementara itu, Covid-19 melumpuhkan Bali sampai lima bulan. Padahal, Bali biasanya dikunjungi 10 juta wisatawan lokal dan 6 juta turis manca.

Agung pun mengantarkan Jawa Pos berkeliling ke Legian. Kawasan yang tak jauh dari Pantai Kuta itu biasanya macet. 

Kalau ada mobil berhenti pasti diburu-buru agar segera jalan. Namun, siang itu hanya beberapa motor yang lewat. Mobil kami leluasa buat parkir. Meski demikian, tak banyak yang bisa dinikmati. Sebab, toko dan kafe di pinggir jalan itu tutup. 

”Kemarin malam waktu antar teman, hanya dua atau tiga kelab yang sudah buka. Ini sepertinya sudah ada geliat,” ujarnya. 

Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati saat ditemui di kantornya Kamis lalu (6/8) menyatakan bahwa merosotnya pendapatan Bali sudah dimulai pada bulan pertama adanya kasus Covid-19 di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, pemerintah daerah yakin untuk kembali membuka lagi pintu pariwisata. ”Situasi Covid-19 di Bali tak separah daerah lain,” katanya. 

Dia menjabarkan, angka kesembuhan di Bali mencapai 86,5 persen. Sedangkan yang meninggal karena Covid-19 sebanyak 1,3 persen. 

Persiapan penanganan Covid-19 memang sudah dilakukan sejak awal. Pemerintah setempaat tak ingin terjadi kemerosotan yang tajam. Sebab, ekonomi mereka bergantung pada pergerakan turis, pariwisata. ”Kami cari tenaga kesehatan, bahkan sampai honorer. Rumah sakit disiapkan, jangan sampai ada penundaan layanan,” ucapnya.

Langkah lainnya bekerja sama dengan desa adat untuk menggalakkan protokol kesehatan. Masyarakat diminta untuk mematuhi protokol kesehatan. Mereka yang datang dari perantauan atau menunjukkan gejala Covid-19 diawasi untuk karantina. 

Dengan upaya yang sudah dilakukan dari awal, Bali pun siap membuka pariwisata kembali. Ada 140 ribu kamar hotel di Pulau Dewata. Pemerintah provinsi membagi tugas dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mengawasi penginapan. 

Baca Juga :  Triliunan Tunggakan Insentif Nakes Terbayarkan

Penginapan bintang 4 dan 5 menjadi tanggung jawab Pemprov Bali. Sisanya ditambah dengan objek wisata menjadi tanggung jawab pengasawan kabupaten dan kota. 

Setelah 31 Juli dibuka untuk turis domestik, Bali bersiap diri untuk membuka wisatawan asing. Tenggat persiapan sampai 11 September. Persiapan digeber. Termasuk diskusi mengenai peraturan menteri hukum dan HAM terkait pelarangan warga asing datang ke Indonesia karena Covid-19. 

Tak bisa dimungkiri bahwa pendapatan Bali juga bergantung turis manca yang datang. ”Ibaratnya kalau seluruh wisatawan domestik datang, belum tentu bisa menutupi kerugian,” kata pria yang akrab disapa Cok Ace itu. 

Salah satu kawasan yang disiapkan untuk pariwisata di era kebiasaan baru ini adalah Nusa Dua. Managing Director The Nusa Dua I Gusti Ngurah Ardite pada saat yang sama menyatakan bahwa daerahnya sudah dibuka untuk pariwisata. Tentu dibarengi dengan protokol kesehatan. Untuk fasilitas kebersihan, dipasang tempat cuci tangan di banyak titik. ”Untuk menarik pengunjung, disiapkan juga berbagai program promosi,” ucapnya. 

Jawa Pos sempat berkunjung di salah satu hotel yang sudah diverifikasi oleh Dinas Pariwisata Pemerintah Provinsi Bali. Bvlgari Resort Bali di Uluwatu. Manajemen menyiapkan masker dan hand sanitizer di setiap kamar. Selain itu, mereka bekerja sama dengan rumah sakit terdekat. 

”Kami sediakan satu set perlengkapan kalau ada pengunjung yang harus isolasi,” tutur Director of Sales and Marketing Bvlgari Resort Bali Melinda Taylor.

Di Novotel Bandara I Gusti Ngurah Rai juga diberlakukan protokol yang ketat. Salah satunya adalah pengunjung yang akan bermalam harus melakukan asesmen mandiri apakah berisiko tertular tidak. 

General Manager A&G Department Novotel Hotel Bandara I Gusti Ngurah Rai menyebutkan bahwa upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat harus ditingkatkan. Untuk itu, manajemen memberlakukan protokol kesehatan yang ketat. 

Di tempat wisata dan pusat perbelanjaan juga diterapkan protokol kesehatan. Di Pantai Kuta, misalnya, terdapat tempat cuci tangan di pintu masuk dan keluar. 

Akses dibuat terbatas sehingga pengunjung terpantau. Di pusat oleh-oleh Krisna juga demikian. Sebelum masuk, pengunjung harus cuci tangan. Thermal gun untuk mengukur suhu badan pun disiapkan untuk pengunjung yang akan masuk. Penggunaan masker juga diwajibkan. Jika tidak, tak boleh masuk. 

Upaya pencegahan sebenarnya dilakukan sejak di kedatangan penumpang. Di Bandara I Gusti Ngurah Rai, misalnya. Penumpang harus menunjukkan hasil rapid test atau PCR. 

Selain itu, wajib mengisi Indonesia Health Alert Card (IHAC). Bisa manual ataupun lewat aplikasi IHAC. Selain itu, ada satu alat pemindai suhu. Jika wisatawan tidak memenuhi ketentuan kesehatan atau diduga sakit, petugas dari kantor kesehatan pelabuhan akan memeriksa. Pemprov Bali juga memiliki aplikasi lovebali.pemprov.go.id untuk wisatawan yang berlibur. 

Dengan persiapan itu, Bali mendeklarasikan diri siap untuk menerima wisatawan. Pemerintah daerah hanya meminta wisatawan yang berlibur juga mematuhi protokol kesehatan. 

Baca Juga :  Rangkaian Uji Klinis Vaksin Baru Selesai Mei 2021

Didukung Berbagai Kampanye 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyebut sektor jasa akomodasi dan makanan serta minuman termasuk yang paling terdampak pandemi Covid-19. Penyebabnya adalah terhentinya pergerakan manusia karena lebih banyak beraktivitas di rumah. Sejak kebijakan pelonggaran PSBB diberlakukan beberapa pemerintah daerah, perlahan geliat ekonomi nasional mulai bergerak. Contohnya bisa dilihat di Bali. 

Untuk itu, Wishnutama berharap kegiatan pariwisata bisa kembali mendorong perekonomian nasional. Namun, dia mengingatkan penerapan protokol kesehatan merupakan syarat wajib.’’Kami telah menginisiasi kampanye InDOnesia CARE,’’ ungkap Tama, sapaan akrab Wishnutama. 

Kampanye itu merupakan strategi komunikasi untuk membangun kepercayaan publik. Juga untuk membuktikan bahwa semua tempat usaha sektor parekraf telah mengutamakan prinsip-prinsip kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang lestari.

Meningkatnya kepercayaan masyarakat juga diharapkan bisa turut mendorong pertumbuhan sektor pariwisata sekaligus transportasi. ’’Ketatnya protokol kesehatan di bandara yang dimiliki PT Angkasa Pura II dapat menopang pertumbuhan sektor transportasi,” jelas President Director PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin. 

Jika di dunia pariwisata ada InDOnesia CARE, sektor penerbangan punya kampanye Safe Travel. Awaluddin menyatakan, tujuan utama Safe Travel Campaign itu adalah bandara selalu siap memberikan layanan yang mengedepankan aspek kesehatan di tengah adaptasi kebiasaan baru ini. ’’PT Angkasa Pura II selaku operator bandara dan stakeholder seperti otoritas bandara, maskapai, KKP Kemenkes, balai karantina, dan kantor imigrasi berupaya mewujudkan bandara yang sehat, bandara yang aman, dan bandara yang higienis,” ujarnya. 

Awaluddin menambahkan, Safe Travel Campaign yang digelar pada pekan keempat Juli lalu itu nyatanya mampu memberikan dampak positif. Kepercayaan masyarakat meningkat. ’’Awal Agustus jumlah penumpang pesawat mengalami peningkatan,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia memaparkan, pada 1 hingga 5 Agustus jumlah penumpang pesawat di 19 bandara PT Angkasa Pura II tercatat 311.565 orang. Jumlah itu, jika dibandingkan dengan Juli, melesat 46 persen. Pada 1 hingga 5 Juli jumlah penumpang mencapai 212.961 orang.

Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi menyatakan hal yang sama. Ada kenaikan jumlah penumpang maupun pesawat di bandara di bawah PT Angkasa Pura I. Dia menyadari bahwa sekarang orang sudah ingin bepergian. Namun, mereka masih khawatir dengan penularan Covid-19. 

Untuk itu, Safe Travel Campaign menjadi salah satu ajang menunjukkan bagaimana komitmen dunia aviasi mendukung kesehatan pada penerbangan. ’’Tingkat kepercayaan penumpang harus dibangun, tapi ini tidak bisa jalan sendiri,’’ bebernya. 

Bandara I Gusti Ngurah Rai menjadi salah satu percontohan. Ketika datang ke Bali, penumpang diharapkan sudah memiliki kesan aman dan sehat. Sebab, bandara tersebut memiliki fasilitas yang menunjang protokol kesehatan. ’’Menurut BPS Bali, perekonomian -10,98 persen jika dibandingkan year on year (YoY). Bali kehilangan 10 juta turis lokal dan 6 juta wisatawan mancanegara,’’ ujarnya. (lyn/c7/ttg/JPG)

Bali Sudah Bisa Dikunjungi

Bandara, penginapan, maupun destinasi wisata menerapkan protokol kesehatan ketat. Desa adat juga dilibatkan.

TETAP BERHATI-HATI : Seorang turis berjalan di Pantai Kuta, Bali (7/8).

FERLYNDA PUTRI, Denpasar, Jawa Pos

BIASANYA Juli hingga Agustus adalah saat-saat yang ramai di Bali. Anak sekolah tengah libur dan wisatawan asing sedang liburan musim panas. 

Namun, tahun ini berbeda. Coronavirus disease 2019 (Covid-19) membuat destinasi wisata andalan Indonesia itu lumpuh. 

Jumat lalu (7/8) Jawa Pos berkeliling di kawasan Pantai Kuta. Pantai yang menjadi ikon Bali itu tampak lebih sepi. 

Tak ada bule-bule yang berjalan di pinggir jalan. Toko dan kafe tutup. Di Jalan Poppies yang biasanya padat oleh pejalan kaki dan pedagang juga tak ada geliat. 

Di pantai tak ramai. Papan surfing yang biasanya berjejer plus surfer lokal yang menawarkan jasa latihan juga tak kelihatan. 

Pedagang asongan hanya beberapa yang masih tinggal. Ombak Pantai Kuta juga ”nganggur” karena tak banyak peselancar yang memanfaatkannya. ”Ini lebih parah dari Bom Bali I dan II,” kata Agung, salah seorang warga Bali. 

Saat insiden Bom Bali, hanya Legian dan beberapa wilayah yang sepi. Itu pun hanya hitungan minggu. Sementara itu, Covid-19 melumpuhkan Bali sampai lima bulan. Padahal, Bali biasanya dikunjungi 10 juta wisatawan lokal dan 6 juta turis manca.

Agung pun mengantarkan Jawa Pos berkeliling ke Legian. Kawasan yang tak jauh dari Pantai Kuta itu biasanya macet. 

Kalau ada mobil berhenti pasti diburu-buru agar segera jalan. Namun, siang itu hanya beberapa motor yang lewat. Mobil kami leluasa buat parkir. Meski demikian, tak banyak yang bisa dinikmati. Sebab, toko dan kafe di pinggir jalan itu tutup. 

”Kemarin malam waktu antar teman, hanya dua atau tiga kelab yang sudah buka. Ini sepertinya sudah ada geliat,” ujarnya. 

Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati saat ditemui di kantornya Kamis lalu (6/8) menyatakan bahwa merosotnya pendapatan Bali sudah dimulai pada bulan pertama adanya kasus Covid-19 di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, pemerintah daerah yakin untuk kembali membuka lagi pintu pariwisata. ”Situasi Covid-19 di Bali tak separah daerah lain,” katanya. 

Dia menjabarkan, angka kesembuhan di Bali mencapai 86,5 persen. Sedangkan yang meninggal karena Covid-19 sebanyak 1,3 persen. 

Persiapan penanganan Covid-19 memang sudah dilakukan sejak awal. Pemerintah setempaat tak ingin terjadi kemerosotan yang tajam. Sebab, ekonomi mereka bergantung pada pergerakan turis, pariwisata. ”Kami cari tenaga kesehatan, bahkan sampai honorer. Rumah sakit disiapkan, jangan sampai ada penundaan layanan,” ucapnya.

Langkah lainnya bekerja sama dengan desa adat untuk menggalakkan protokol kesehatan. Masyarakat diminta untuk mematuhi protokol kesehatan. Mereka yang datang dari perantauan atau menunjukkan gejala Covid-19 diawasi untuk karantina. 

Dengan upaya yang sudah dilakukan dari awal, Bali pun siap membuka pariwisata kembali. Ada 140 ribu kamar hotel di Pulau Dewata. Pemerintah provinsi membagi tugas dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mengawasi penginapan. 

Baca Juga :  Nduga Berduka Kehilangan Sang Pemimpin

Penginapan bintang 4 dan 5 menjadi tanggung jawab Pemprov Bali. Sisanya ditambah dengan objek wisata menjadi tanggung jawab pengasawan kabupaten dan kota. 

Setelah 31 Juli dibuka untuk turis domestik, Bali bersiap diri untuk membuka wisatawan asing. Tenggat persiapan sampai 11 September. Persiapan digeber. Termasuk diskusi mengenai peraturan menteri hukum dan HAM terkait pelarangan warga asing datang ke Indonesia karena Covid-19. 

Tak bisa dimungkiri bahwa pendapatan Bali juga bergantung turis manca yang datang. ”Ibaratnya kalau seluruh wisatawan domestik datang, belum tentu bisa menutupi kerugian,” kata pria yang akrab disapa Cok Ace itu. 

Salah satu kawasan yang disiapkan untuk pariwisata di era kebiasaan baru ini adalah Nusa Dua. Managing Director The Nusa Dua I Gusti Ngurah Ardite pada saat yang sama menyatakan bahwa daerahnya sudah dibuka untuk pariwisata. Tentu dibarengi dengan protokol kesehatan. Untuk fasilitas kebersihan, dipasang tempat cuci tangan di banyak titik. ”Untuk menarik pengunjung, disiapkan juga berbagai program promosi,” ucapnya. 

Jawa Pos sempat berkunjung di salah satu hotel yang sudah diverifikasi oleh Dinas Pariwisata Pemerintah Provinsi Bali. Bvlgari Resort Bali di Uluwatu. Manajemen menyiapkan masker dan hand sanitizer di setiap kamar. Selain itu, mereka bekerja sama dengan rumah sakit terdekat. 

”Kami sediakan satu set perlengkapan kalau ada pengunjung yang harus isolasi,” tutur Director of Sales and Marketing Bvlgari Resort Bali Melinda Taylor.

Di Novotel Bandara I Gusti Ngurah Rai juga diberlakukan protokol yang ketat. Salah satunya adalah pengunjung yang akan bermalam harus melakukan asesmen mandiri apakah berisiko tertular tidak. 

General Manager A&G Department Novotel Hotel Bandara I Gusti Ngurah Rai menyebutkan bahwa upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat harus ditingkatkan. Untuk itu, manajemen memberlakukan protokol kesehatan yang ketat. 

Di tempat wisata dan pusat perbelanjaan juga diterapkan protokol kesehatan. Di Pantai Kuta, misalnya, terdapat tempat cuci tangan di pintu masuk dan keluar. 

Akses dibuat terbatas sehingga pengunjung terpantau. Di pusat oleh-oleh Krisna juga demikian. Sebelum masuk, pengunjung harus cuci tangan. Thermal gun untuk mengukur suhu badan pun disiapkan untuk pengunjung yang akan masuk. Penggunaan masker juga diwajibkan. Jika tidak, tak boleh masuk. 

Upaya pencegahan sebenarnya dilakukan sejak di kedatangan penumpang. Di Bandara I Gusti Ngurah Rai, misalnya. Penumpang harus menunjukkan hasil rapid test atau PCR. 

Selain itu, wajib mengisi Indonesia Health Alert Card (IHAC). Bisa manual ataupun lewat aplikasi IHAC. Selain itu, ada satu alat pemindai suhu. Jika wisatawan tidak memenuhi ketentuan kesehatan atau diduga sakit, petugas dari kantor kesehatan pelabuhan akan memeriksa. Pemprov Bali juga memiliki aplikasi lovebali.pemprov.go.id untuk wisatawan yang berlibur. 

Dengan persiapan itu, Bali mendeklarasikan diri siap untuk menerima wisatawan. Pemerintah daerah hanya meminta wisatawan yang berlibur juga mematuhi protokol kesehatan. 

Baca Juga :  Optimis Vaksinasi 6.000 Dosis Selama 3 Hari

Didukung Berbagai Kampanye 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyebut sektor jasa akomodasi dan makanan serta minuman termasuk yang paling terdampak pandemi Covid-19. Penyebabnya adalah terhentinya pergerakan manusia karena lebih banyak beraktivitas di rumah. Sejak kebijakan pelonggaran PSBB diberlakukan beberapa pemerintah daerah, perlahan geliat ekonomi nasional mulai bergerak. Contohnya bisa dilihat di Bali. 

Untuk itu, Wishnutama berharap kegiatan pariwisata bisa kembali mendorong perekonomian nasional. Namun, dia mengingatkan penerapan protokol kesehatan merupakan syarat wajib.’’Kami telah menginisiasi kampanye InDOnesia CARE,’’ ungkap Tama, sapaan akrab Wishnutama. 

Kampanye itu merupakan strategi komunikasi untuk membangun kepercayaan publik. Juga untuk membuktikan bahwa semua tempat usaha sektor parekraf telah mengutamakan prinsip-prinsip kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang lestari.

Meningkatnya kepercayaan masyarakat juga diharapkan bisa turut mendorong pertumbuhan sektor pariwisata sekaligus transportasi. ’’Ketatnya protokol kesehatan di bandara yang dimiliki PT Angkasa Pura II dapat menopang pertumbuhan sektor transportasi,” jelas President Director PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin. 

Jika di dunia pariwisata ada InDOnesia CARE, sektor penerbangan punya kampanye Safe Travel. Awaluddin menyatakan, tujuan utama Safe Travel Campaign itu adalah bandara selalu siap memberikan layanan yang mengedepankan aspek kesehatan di tengah adaptasi kebiasaan baru ini. ’’PT Angkasa Pura II selaku operator bandara dan stakeholder seperti otoritas bandara, maskapai, KKP Kemenkes, balai karantina, dan kantor imigrasi berupaya mewujudkan bandara yang sehat, bandara yang aman, dan bandara yang higienis,” ujarnya. 

Awaluddin menambahkan, Safe Travel Campaign yang digelar pada pekan keempat Juli lalu itu nyatanya mampu memberikan dampak positif. Kepercayaan masyarakat meningkat. ’’Awal Agustus jumlah penumpang pesawat mengalami peningkatan,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia memaparkan, pada 1 hingga 5 Agustus jumlah penumpang pesawat di 19 bandara PT Angkasa Pura II tercatat 311.565 orang. Jumlah itu, jika dibandingkan dengan Juli, melesat 46 persen. Pada 1 hingga 5 Juli jumlah penumpang mencapai 212.961 orang.

Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi menyatakan hal yang sama. Ada kenaikan jumlah penumpang maupun pesawat di bandara di bawah PT Angkasa Pura I. Dia menyadari bahwa sekarang orang sudah ingin bepergian. Namun, mereka masih khawatir dengan penularan Covid-19. 

Untuk itu, Safe Travel Campaign menjadi salah satu ajang menunjukkan bagaimana komitmen dunia aviasi mendukung kesehatan pada penerbangan. ’’Tingkat kepercayaan penumpang harus dibangun, tapi ini tidak bisa jalan sendiri,’’ bebernya. 

Bandara I Gusti Ngurah Rai menjadi salah satu percontohan. Ketika datang ke Bali, penumpang diharapkan sudah memiliki kesan aman dan sehat. Sebab, bandara tersebut memiliki fasilitas yang menunjang protokol kesehatan. ’’Menurut BPS Bali, perekonomian -10,98 persen jika dibandingkan year on year (YoY). Bali kehilangan 10 juta turis lokal dan 6 juta wisatawan mancanegara,’’ ujarnya. (lyn/c7/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya