Thursday, April 25, 2024
33.7 C
Jayapura

Pendaki Yakin Bisa Tak Abadi

Terkait Menyusutnya Salju di  Pegunungan Cartenz Pyramid

JAYAPURA-Penyampaian dari BMKG terkait kondisi salju di Pegunungan Cartenz Pyramid yang diprediksi akan hilang di tahun 2025 dikatakan sangat memungkinkan. Ini bila melihat kondisi terkini suhu dan iklim yang ada disekitar pegunungan tersebut apalagi peluang menyusut sudah terjadi.

Cenderawasih Pos berhasil mendapati salah satu pendaki yang pernah mendaki Cartenz Pyramid. “Ada potensi untuk terus turun (menyusut) dan saya pikir dalam jangka waktu 2 tahun dampaknya sudah akan sangat nyata,” kata Ricard Kalilago salah satu pemerhati lingkungan yang sudah 2 kali mendaki Cartenz Pyramid.

Ia menjelaskan tahun 1992 dan tahun 1994  ketika ia mendaki bersama mantan Direktur WWF Region Papua, Benja Mambay, sudah terjadi penurunan. Dimana menurut Ricard luasannya sekitar 1 hingga 2 hektar dan dirinya yakin penyebab utamanya adalah karena perubahan iklim. Ada pemanasan  global yang terjadi bertahun – tahun sehingga diprediksi jumlah kawasan salju yang hilang pasti lebih luas. “Perubahan iklim, itu sudah pasti penyebabnya. Dan waktu kali kedua saya naik, saya melihat ada bintik – bintik hitam di salju sepertinya abu dari peralatan di bawahnya,” tambahnya.

Peralatan yang dimaksud Ricard adalah operasional tambang PT. Freeport Indonesia yang menurutnya dampaknya sampai ke puncak pyramid. “Kalau mau dibilang sekarang kan terasa jauh lebih panas sehingga kalau luasan salju berkurang saya pikir wajar. Ada aktivitas pertambangan di Freeport di bawahnya,” sambung Kalilago.

Baca Juga :  20 Atlet NPC Papua Masuk Pelatnas

Iapun mencocokkan informasi yang ia dapat di media sosial dengan kondisi saat ia naik dulu. “Foto terbaru di media sosial itu sudah jauh berkurang. Dulu yang paling terkenal itu Meren Gletzer dimana  sebelum naik pasti melewati pos Meren Gletzer dan dulu esnya sangat tebal tapi sekarang tidak ada lagi. Kalau bilang abadi saya pikir bisa saja hilang nantinya,” sebutnya.

Pria yang saat ini lebih banyak berbicara soal pegunungan Cycloop ini berpikir bahwa berbicara salju abadi Cartenz adalah bicara kepentingan Negara, sehingga mau tidak mau negara harus ikut memikirkan, dalam hal ini KSDA di sana. Sebab menurutnya ada Balai Taman Nasional Lorenz, dimana lembaga ini yang perlu membantu apa yang bisa dilakukan untuk memastikan salju tetap ada.

“Kalau akhirnya habis dan mencair sesungguhnya itu membuat kami yang sudah pernah kesana dan banyak menyebar cerita tentang Cartenz akan bersedih. Saya sedang memotivasi anak saya untuk naik dan melihat, semoga ada yang bisa melakukan,” harapnya.

“Tapi kalau hilang maka saya akan sangat menyesal sebab tidak ada lagi tempat seperti itu dan seharusnya ada upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk memproteksi salju tersebut,” tutupnya.

Baca Juga :  PLN Resmi Tangani Listrik di Tolikara

Dari tulisan lain disebutkan bahwa sebelumnya Puncak Jaya bernama Piramida Carstensz. Nama ini disematkan setelah penjelajah Belanda Jan Carstenszoo, melihat gletser (padang salju) di puncak gunung pada tahun 1623. Namun Gletser Puncak Jaya baru berhasil didaki pada awal tahun 1909 oleh seorang penjelajah Belanda bernama Hendrikus Albertus Lorentz, dengan enam orang suku Kenyah yang direkrut dari Apau Kayan di Kalimantan Utara.

Puncak Jaya mempunyai ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl). Mencapai tempat ini adalah impian bagi para pendaki di Indonesia bahkan di dunia, karena merupakan salah satu dari Tujuh Puncak Tertinggi di Dunia (Seven Summits). Pegunungan Jayawijaya sendiri memiliki beberapa puncak, namun puncak tertingginya adalah Puncak Jaya. Selain Puncak Jaya ada pula Puncak Mandala (4.760 mdpl), Puncak Trikora (4.730 mdpl), Puncak Idenberg (4.673 mdpl), Puncak Yamin (4.535 mdpl), dan Puncak Carstenz Timur (4.400 mdpl).

Sementara sejak tahun 1970-an, bukti dari citra satelit menunjukkan gletser Puncak Jaya telah menyusut dengan cepat. Sementara Gletser Meren mulai mencair antara tahun 1994 dan 2000. Sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh paleoklimatologi, Lonnie Thompson, pada tahun 2010 menemukan bahwa gletser menghilang pada tingkat ketebalan tujuh meter per tahun dan lenyap ada tahun 2015. (ade/nat)

Terkait Menyusutnya Salju di  Pegunungan Cartenz Pyramid

JAYAPURA-Penyampaian dari BMKG terkait kondisi salju di Pegunungan Cartenz Pyramid yang diprediksi akan hilang di tahun 2025 dikatakan sangat memungkinkan. Ini bila melihat kondisi terkini suhu dan iklim yang ada disekitar pegunungan tersebut apalagi peluang menyusut sudah terjadi.

Cenderawasih Pos berhasil mendapati salah satu pendaki yang pernah mendaki Cartenz Pyramid. “Ada potensi untuk terus turun (menyusut) dan saya pikir dalam jangka waktu 2 tahun dampaknya sudah akan sangat nyata,” kata Ricard Kalilago salah satu pemerhati lingkungan yang sudah 2 kali mendaki Cartenz Pyramid.

Ia menjelaskan tahun 1992 dan tahun 1994  ketika ia mendaki bersama mantan Direktur WWF Region Papua, Benja Mambay, sudah terjadi penurunan. Dimana menurut Ricard luasannya sekitar 1 hingga 2 hektar dan dirinya yakin penyebab utamanya adalah karena perubahan iklim. Ada pemanasan  global yang terjadi bertahun – tahun sehingga diprediksi jumlah kawasan salju yang hilang pasti lebih luas. “Perubahan iklim, itu sudah pasti penyebabnya. Dan waktu kali kedua saya naik, saya melihat ada bintik – bintik hitam di salju sepertinya abu dari peralatan di bawahnya,” tambahnya.

Peralatan yang dimaksud Ricard adalah operasional tambang PT. Freeport Indonesia yang menurutnya dampaknya sampai ke puncak pyramid. “Kalau mau dibilang sekarang kan terasa jauh lebih panas sehingga kalau luasan salju berkurang saya pikir wajar. Ada aktivitas pertambangan di Freeport di bawahnya,” sambung Kalilago.

Baca Juga :  DPRP Ingatkan Dokumen APBD Jangan Molor

Iapun mencocokkan informasi yang ia dapat di media sosial dengan kondisi saat ia naik dulu. “Foto terbaru di media sosial itu sudah jauh berkurang. Dulu yang paling terkenal itu Meren Gletzer dimana  sebelum naik pasti melewati pos Meren Gletzer dan dulu esnya sangat tebal tapi sekarang tidak ada lagi. Kalau bilang abadi saya pikir bisa saja hilang nantinya,” sebutnya.

Pria yang saat ini lebih banyak berbicara soal pegunungan Cycloop ini berpikir bahwa berbicara salju abadi Cartenz adalah bicara kepentingan Negara, sehingga mau tidak mau negara harus ikut memikirkan, dalam hal ini KSDA di sana. Sebab menurutnya ada Balai Taman Nasional Lorenz, dimana lembaga ini yang perlu membantu apa yang bisa dilakukan untuk memastikan salju tetap ada.

“Kalau akhirnya habis dan mencair sesungguhnya itu membuat kami yang sudah pernah kesana dan banyak menyebar cerita tentang Cartenz akan bersedih. Saya sedang memotivasi anak saya untuk naik dan melihat, semoga ada yang bisa melakukan,” harapnya.

“Tapi kalau hilang maka saya akan sangat menyesal sebab tidak ada lagi tempat seperti itu dan seharusnya ada upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk memproteksi salju tersebut,” tutupnya.

Baca Juga :  20 Atlet NPC Papua Masuk Pelatnas

Dari tulisan lain disebutkan bahwa sebelumnya Puncak Jaya bernama Piramida Carstensz. Nama ini disematkan setelah penjelajah Belanda Jan Carstenszoo, melihat gletser (padang salju) di puncak gunung pada tahun 1623. Namun Gletser Puncak Jaya baru berhasil didaki pada awal tahun 1909 oleh seorang penjelajah Belanda bernama Hendrikus Albertus Lorentz, dengan enam orang suku Kenyah yang direkrut dari Apau Kayan di Kalimantan Utara.

Puncak Jaya mempunyai ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl). Mencapai tempat ini adalah impian bagi para pendaki di Indonesia bahkan di dunia, karena merupakan salah satu dari Tujuh Puncak Tertinggi di Dunia (Seven Summits). Pegunungan Jayawijaya sendiri memiliki beberapa puncak, namun puncak tertingginya adalah Puncak Jaya. Selain Puncak Jaya ada pula Puncak Mandala (4.760 mdpl), Puncak Trikora (4.730 mdpl), Puncak Idenberg (4.673 mdpl), Puncak Yamin (4.535 mdpl), dan Puncak Carstenz Timur (4.400 mdpl).

Sementara sejak tahun 1970-an, bukti dari citra satelit menunjukkan gletser Puncak Jaya telah menyusut dengan cepat. Sementara Gletser Meren mulai mencair antara tahun 1994 dan 2000. Sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh paleoklimatologi, Lonnie Thompson, pada tahun 2010 menemukan bahwa gletser menghilang pada tingkat ketebalan tujuh meter per tahun dan lenyap ada tahun 2015. (ade/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya