Friday, April 19, 2024
33.7 C
Jayapura

Prioritaskan Pemerintah-Perusahaan agar Banyak yang Bisa Dites

GeNose, setelah Perjalanan Panjang lewat Ribuan Sampel Napas 

Petugas memasukan kantong nafas untuk dites dengan GeNose C19

Selama proses pengujian, tim GeNose UGM bekerja sama dengan delapan RS di berbagai kota. Kalau mampu memproduksi 10 ribu unit pada akhir Februari, dua juta orang per hari bisa dites. 

KUWAT Triyana lega luar biasa begitu mendengar kabar menggembirakan itu. GeNose, alat deteksi Covid-19 buatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Kuwat, guru besar di UGM, adalah ketua tim pengembang alat tersebut. Terbayar sudah perjuangan panjang dia dan tim mengembangkan GeNose. 

’’Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan luar biasa dari banyak pihak,’’ ungkap Kuwat penuh syukur pada 26 Desember 2020 atau dua hari setelah izin edar itu keluar, sebagaimana dikutip Jawa Pos Radar Jogja. 

Setelah izin edar diperoleh, tim menyerahkan GeNose C19 hasil produksi masal batch pertama yang didanai BIN dan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) untuk didistribusikan. 

Kuwat berharap, bila jumlahnya seribu unit, yang bisa dites sebanyak 120 ribu orang dalam sehari. Angka tersebut berdasar estimasi bahwa setiap tes membutuhkan waktu tiga menit. ’’Termasuk pengambilan napas. Sehingga dalam satu jam bisa mengetes 20 orang. Dan bila efektif, alat bekerja selama enam jam,” terangnya.

Sementara itu, jika jumlahnya mencapai 10 ribu unit, sesuai target pada akhir Februari, Indonesia bakal mampu melakukan tes Covid-19 per hari terbanyak di dunia: dua juta orang per hari. 

Cara kerja GeNose, lanjut Kuwat, adalah mendeteksi senyawa organik bernama volatile organic compound (VOC) hasil proses metabolis virus Covid-19 di dalam tubuh melalui embusan napas. Jika terpapar Covid-19, reaksi metabolis yang dihasilkan akan berbeda dengan patogen lain dan bisa langsung terdeteksi.

Pengujian GeNose juga sudah dilakukan berkali-kali dengan ribuan orang yang berbeda. Setelah pengujian itu, otak mesin tersebut dikunci untuk mendeteksi senyawa yang berbahaya, khususnya Covid-19. 

Waktu pengujian sekira tiga menit. Tidak memerlukan reagen atau bahan kimia lain. Pengambilan sampel tes dengan embusan napas juga dinilai lebih nyaman daripada uji usap atau tes swab.

Baca Juga :  Jalur Jayapura-Yalimo Diperketat

Biaya yang dibutuhkan per orang antara Rp 15 ribu–Rp 20 ribu, sangat murah jika dibandingkan dengan biaya rapid test antigen dan swab test. Tak heran kalau alat tersebut menarik banyak peminat.

Hingga 31 Desember, kata Kuwat, pihaknya telah menerima lebih dari 10 ribu pesanan GeNose. Di antaranya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang memesan 100 unit untuk rumah sakit dan Puskesmas di wilayahnya. 

Minggu lalu (24/1), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah memesan 200 unit GeNose untuk ditempatkan di 44 stasiun kereta api (KA). Penerapannya mulai 5 Februari, disusul kemudian di bandara. 

Di terminal-terminal bus, Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan telah memesan 100 GeNose. Nanti pihaknya mengecek calon penumpang bus secara acak.  

Mengutip Jawa Pos Radar Jogja, GeNose menunjukkan sensitivitas di atas 90 persen dalam proses skrining virus SARS CoV-2 pemicu Covid-10. Klaim tersebut datang dari dua penelitian yang dilakukan, yaitu uji validitas dan uji klinis.

’’Uji validitas sebelumnya dilakukan untuk memetakan bagaimana pola yang jelas (Covid-19) dan bagaimana pola ke orang-orang yang sakit tapi non-Covid-19,’’ kata Ketua Tim Uji Klinis GeNose C19 Dian Kesumapramudya Nurputra.

RSLKC (Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19) di Bambanglipuro, Bantul, Jogjakarta, salah satu dipilih untuk bekerja sama. Alasannya, RS itu memiliki jumlah pasien yang banyak dan heterogen. ’’Bukan hanya dari Jogja, tapi ada juga orang Semarang dan Papua sehingga karakteristik napas dari masing-masing etnis paling tidak bisa terwakili,” ujar Dian.

Dari perhitungan statistik, dibutuhkan 1.600 orang dengan 3.200 sampel napas untuk diuji GeNose. Menurut Dian, hasil uji validitas tersebut diteliti lebih lanjut dengan uji klinis dan komparasi langsung dengan tes virus korona yang selama ini menjadi pedoman pasti untuk deteksi Covid-19: tes PCR. Uji klinis dilakukan di delapan rumah sakit.

Baca Juga :  PTM Terbatas Bukan Sekolah Seperti Biasa

Yang diuji langsung adalah semua pasien dengan suspect Covid-19, yaitu yang bergejala dan yang tidak bergejala, tapi kontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif, yang datang memeriksakan diri ke RS untuk dites PCR. ’’Pada saat itu, yang kami pakai setting rumah sakit dengan cara cross sectional, triple blinded, supaya tidak ada bias dan multicenter, sebaran karakteristik dari pasiennya menjadi lebih banyak,’’ ungkapnya.

Dian menambahkan, timnya mendapatkan 1.476 subjek, kemudian memperoleh tambahan dari Kemenkes 523 lagi. ’’Dari subjek tersebut, sensitivitasnya antara 89–92 persen, kemudian spesivitasnya 95–96 persen,’’ tuturnya.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro mengapresiasi dua inovasi anak bangsa. Selain GeNose dari UGM, ada CePAD karya Universitas Padjadjaran.

Keduanya berupa inovasi alat skrining keberadaan Covid-19 pada seseorang. ’’Kami ingin memperkenalkan dua lagi inovasi anak bangsa yang mempunyai peran sangat penting dalam penanganan Covid-19,’’ ujar Menristek pada konferensi pers tentang perkembangan GeNose dan rapid test antigen CePAD secara daring akhir bulan lalu (28/12).

Selain RS Bhayangkara dan RSLKC, tim GeNose UGM bekerja sama dengan RSUP dr Sardjito Jogjakarta, RSPAU Hardjolukito Jogjakarta, RST dr Soedjono Magelang, RS Bhayangkara Tk I Raden Said Soekanto Jakarta, RS Akademik UGM, dan RSUD dr Saiful Anwar Malang.

’’Kami juga harus berterima kasih kepada tim review uji klinis Kemenkes yang telah memberikan masukan secara kritis dan konstruktif,” kata Kuwat.

Kuwat menambahkan, lima industri konsorsium juga telah berkomitmen untuk mendukung pengembangan GeNose. Mereka adalah PT Yogya Presisi Tehnikatama Industri (bagian mekanik), PT Hikari Solusindo Sukses (elektronik dan sensor), PT Stechoq Robotika Indonesia (pneumatik), PT Nanosense Instrument Indonesia (artificial intelligence, elektronik, dan aftersales), dan PT Swayasa Prakarsa (assembly, perizinan, standar, QC/QA, bisnis). 

GeNose, kata Kuwat, diutamakan untuk pemerintah, lembaga, dan perusahaan. Bukan untuk pribadi. ’’Jadi, pemanfaatannya untuk melakukan deteksi kepada banyak orang,” katanya. (*/wia/mel/eno/kur/c7/ttg/JPG)

GeNose, setelah Perjalanan Panjang lewat Ribuan Sampel Napas 

Petugas memasukan kantong nafas untuk dites dengan GeNose C19

Selama proses pengujian, tim GeNose UGM bekerja sama dengan delapan RS di berbagai kota. Kalau mampu memproduksi 10 ribu unit pada akhir Februari, dua juta orang per hari bisa dites. 

KUWAT Triyana lega luar biasa begitu mendengar kabar menggembirakan itu. GeNose, alat deteksi Covid-19 buatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Kuwat, guru besar di UGM, adalah ketua tim pengembang alat tersebut. Terbayar sudah perjuangan panjang dia dan tim mengembangkan GeNose. 

’’Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan luar biasa dari banyak pihak,’’ ungkap Kuwat penuh syukur pada 26 Desember 2020 atau dua hari setelah izin edar itu keluar, sebagaimana dikutip Jawa Pos Radar Jogja. 

Setelah izin edar diperoleh, tim menyerahkan GeNose C19 hasil produksi masal batch pertama yang didanai BIN dan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) untuk didistribusikan. 

Kuwat berharap, bila jumlahnya seribu unit, yang bisa dites sebanyak 120 ribu orang dalam sehari. Angka tersebut berdasar estimasi bahwa setiap tes membutuhkan waktu tiga menit. ’’Termasuk pengambilan napas. Sehingga dalam satu jam bisa mengetes 20 orang. Dan bila efektif, alat bekerja selama enam jam,” terangnya.

Sementara itu, jika jumlahnya mencapai 10 ribu unit, sesuai target pada akhir Februari, Indonesia bakal mampu melakukan tes Covid-19 per hari terbanyak di dunia: dua juta orang per hari. 

Cara kerja GeNose, lanjut Kuwat, adalah mendeteksi senyawa organik bernama volatile organic compound (VOC) hasil proses metabolis virus Covid-19 di dalam tubuh melalui embusan napas. Jika terpapar Covid-19, reaksi metabolis yang dihasilkan akan berbeda dengan patogen lain dan bisa langsung terdeteksi.

Pengujian GeNose juga sudah dilakukan berkali-kali dengan ribuan orang yang berbeda. Setelah pengujian itu, otak mesin tersebut dikunci untuk mendeteksi senyawa yang berbahaya, khususnya Covid-19. 

Waktu pengujian sekira tiga menit. Tidak memerlukan reagen atau bahan kimia lain. Pengambilan sampel tes dengan embusan napas juga dinilai lebih nyaman daripada uji usap atau tes swab.

Baca Juga :  PTM Terbatas Bukan Sekolah Seperti Biasa

Biaya yang dibutuhkan per orang antara Rp 15 ribu–Rp 20 ribu, sangat murah jika dibandingkan dengan biaya rapid test antigen dan swab test. Tak heran kalau alat tersebut menarik banyak peminat.

Hingga 31 Desember, kata Kuwat, pihaknya telah menerima lebih dari 10 ribu pesanan GeNose. Di antaranya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang memesan 100 unit untuk rumah sakit dan Puskesmas di wilayahnya. 

Minggu lalu (24/1), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah memesan 200 unit GeNose untuk ditempatkan di 44 stasiun kereta api (KA). Penerapannya mulai 5 Februari, disusul kemudian di bandara. 

Di terminal-terminal bus, Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan telah memesan 100 GeNose. Nanti pihaknya mengecek calon penumpang bus secara acak.  

Mengutip Jawa Pos Radar Jogja, GeNose menunjukkan sensitivitas di atas 90 persen dalam proses skrining virus SARS CoV-2 pemicu Covid-10. Klaim tersebut datang dari dua penelitian yang dilakukan, yaitu uji validitas dan uji klinis.

’’Uji validitas sebelumnya dilakukan untuk memetakan bagaimana pola yang jelas (Covid-19) dan bagaimana pola ke orang-orang yang sakit tapi non-Covid-19,’’ kata Ketua Tim Uji Klinis GeNose C19 Dian Kesumapramudya Nurputra.

RSLKC (Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19) di Bambanglipuro, Bantul, Jogjakarta, salah satu dipilih untuk bekerja sama. Alasannya, RS itu memiliki jumlah pasien yang banyak dan heterogen. ’’Bukan hanya dari Jogja, tapi ada juga orang Semarang dan Papua sehingga karakteristik napas dari masing-masing etnis paling tidak bisa terwakili,” ujar Dian.

Dari perhitungan statistik, dibutuhkan 1.600 orang dengan 3.200 sampel napas untuk diuji GeNose. Menurut Dian, hasil uji validitas tersebut diteliti lebih lanjut dengan uji klinis dan komparasi langsung dengan tes virus korona yang selama ini menjadi pedoman pasti untuk deteksi Covid-19: tes PCR. Uji klinis dilakukan di delapan rumah sakit.

Baca Juga :  Keluarga Tolak Autopsi, Kasus Ditutup

Yang diuji langsung adalah semua pasien dengan suspect Covid-19, yaitu yang bergejala dan yang tidak bergejala, tapi kontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif, yang datang memeriksakan diri ke RS untuk dites PCR. ’’Pada saat itu, yang kami pakai setting rumah sakit dengan cara cross sectional, triple blinded, supaya tidak ada bias dan multicenter, sebaran karakteristik dari pasiennya menjadi lebih banyak,’’ ungkapnya.

Dian menambahkan, timnya mendapatkan 1.476 subjek, kemudian memperoleh tambahan dari Kemenkes 523 lagi. ’’Dari subjek tersebut, sensitivitasnya antara 89–92 persen, kemudian spesivitasnya 95–96 persen,’’ tuturnya.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro mengapresiasi dua inovasi anak bangsa. Selain GeNose dari UGM, ada CePAD karya Universitas Padjadjaran.

Keduanya berupa inovasi alat skrining keberadaan Covid-19 pada seseorang. ’’Kami ingin memperkenalkan dua lagi inovasi anak bangsa yang mempunyai peran sangat penting dalam penanganan Covid-19,’’ ujar Menristek pada konferensi pers tentang perkembangan GeNose dan rapid test antigen CePAD secara daring akhir bulan lalu (28/12).

Selain RS Bhayangkara dan RSLKC, tim GeNose UGM bekerja sama dengan RSUP dr Sardjito Jogjakarta, RSPAU Hardjolukito Jogjakarta, RST dr Soedjono Magelang, RS Bhayangkara Tk I Raden Said Soekanto Jakarta, RS Akademik UGM, dan RSUD dr Saiful Anwar Malang.

’’Kami juga harus berterima kasih kepada tim review uji klinis Kemenkes yang telah memberikan masukan secara kritis dan konstruktif,” kata Kuwat.

Kuwat menambahkan, lima industri konsorsium juga telah berkomitmen untuk mendukung pengembangan GeNose. Mereka adalah PT Yogya Presisi Tehnikatama Industri (bagian mekanik), PT Hikari Solusindo Sukses (elektronik dan sensor), PT Stechoq Robotika Indonesia (pneumatik), PT Nanosense Instrument Indonesia (artificial intelligence, elektronik, dan aftersales), dan PT Swayasa Prakarsa (assembly, perizinan, standar, QC/QA, bisnis). 

GeNose, kata Kuwat, diutamakan untuk pemerintah, lembaga, dan perusahaan. Bukan untuk pribadi. ’’Jadi, pemanfaatannya untuk melakukan deteksi kepada banyak orang,” katanya. (*/wia/mel/eno/kur/c7/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya