Graha juga mengingatkan pihak BPJS Kesehatan agar tidak mempersulit proses kerja sama dengan RSUP Jayapura. Menurutnya, percepatan kerja sama tersebut akan memberikan dampak positif bagi sistem pelayanan kesehatan di Kota Jayapura maupun Papua secara umum.
Dengan berfungsinya RSUP Jayapura sebagai rumah sakit rujukan nasional, maka beban pelayanan di RSUD Jayapura dan RSUD Abepura dapat berkurang. “Jangan semua pasien menumpuk di RSUD Jayapura dan RSUD Abepura. Kalau RSUP sudah bisa melayani pasien BPJS, distribusi pasien akan lebih merata. Jadi tidak ada lagi alasan tempat tidur penuh, obat kosong, atau antrian panjang,” tuturnya.
Selain meningkatkan pelayanan kesehatan, keberadaan RSUP Jayapura juga diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru, khususnya bagi tenaga medis lulusan universitas dan institusi pendidikan kesehatan di Papua. Graha menekankan, sejak awal pembangunan RSUP Jayapura ditujukan untuk menjadi rumah sakit pendidikan yang terintegrasi dengan Universitas Cenderawasih (Uncen).
Karena itu, pihak manajemen diharapkan memprioritaskan tenaga kesehatan lokal dalam proses perekrutan pegawai. “Awalnya RSUP ini dibangun untuk menunjang pendidikan kedokteran Uncen, dan perawat. Jadi dalam penerimaan tenaga kerja, seharusnya yang diutamakan adalah lulusan Uncen atau tenaga kesehatan dari Papua, baru kemudian dari luar daerah,” jelasnya.
Ia menambahkan, DPR Papua akan terus mengawal agar RSUP Jayapura dapat segera beroperasi secara penuh dan melayani seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Menurutnya, rumah sakit sebesar dan semegah itu seharusnya menjadi simbol kemajuan pelayanan kesehatan di Tanah Papua, bukan justru menjadi bangunan megah tanpa manfaat bagi masyarakat kecil.
“RSUP Jayapura adalah harapan besar bagi masyarakat Papua. Jadi kami berharap manajemen dan BPJS bisa segera duduk bersama untuk menyelesaikan hal-hal administratif, supaya pelayanan bisa segera dirasakan oleh semua warga,” tutup Graha.
Graha juga mengingatkan pihak BPJS Kesehatan agar tidak mempersulit proses kerja sama dengan RSUP Jayapura. Menurutnya, percepatan kerja sama tersebut akan memberikan dampak positif bagi sistem pelayanan kesehatan di Kota Jayapura maupun Papua secara umum.
Dengan berfungsinya RSUP Jayapura sebagai rumah sakit rujukan nasional, maka beban pelayanan di RSUD Jayapura dan RSUD Abepura dapat berkurang. “Jangan semua pasien menumpuk di RSUD Jayapura dan RSUD Abepura. Kalau RSUP sudah bisa melayani pasien BPJS, distribusi pasien akan lebih merata. Jadi tidak ada lagi alasan tempat tidur penuh, obat kosong, atau antrian panjang,” tuturnya.
Selain meningkatkan pelayanan kesehatan, keberadaan RSUP Jayapura juga diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru, khususnya bagi tenaga medis lulusan universitas dan institusi pendidikan kesehatan di Papua. Graha menekankan, sejak awal pembangunan RSUP Jayapura ditujukan untuk menjadi rumah sakit pendidikan yang terintegrasi dengan Universitas Cenderawasih (Uncen).
Karena itu, pihak manajemen diharapkan memprioritaskan tenaga kesehatan lokal dalam proses perekrutan pegawai. “Awalnya RSUP ini dibangun untuk menunjang pendidikan kedokteran Uncen, dan perawat. Jadi dalam penerimaan tenaga kerja, seharusnya yang diutamakan adalah lulusan Uncen atau tenaga kesehatan dari Papua, baru kemudian dari luar daerah,” jelasnya.
Ia menambahkan, DPR Papua akan terus mengawal agar RSUP Jayapura dapat segera beroperasi secara penuh dan melayani seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Menurutnya, rumah sakit sebesar dan semegah itu seharusnya menjadi simbol kemajuan pelayanan kesehatan di Tanah Papua, bukan justru menjadi bangunan megah tanpa manfaat bagi masyarakat kecil.
“RSUP Jayapura adalah harapan besar bagi masyarakat Papua. Jadi kami berharap manajemen dan BPJS bisa segera duduk bersama untuk menyelesaikan hal-hal administratif, supaya pelayanan bisa segera dirasakan oleh semua warga,” tutup Graha.