Friday, March 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Keindahan dan Kesuburan Berpadu dengan Industri Pariwisata

Oro-Oro Ombo, Batu, Jawara Indeks Desa Membangun Mandiri Nasional (Bag2/Habis)

Setiap ada investor pariwisata yang masuk, Pemerintah Desa (Pemdes) Oro-Oro Ombo memastikan bahwa ada kuota khusus untuk warganya. Ditambah peternakan yang menghasilkan ribuan liter susu per hari, jumlah warga yang masih mendapatkan bantuan sosial pun jauh berkurang.

NUGRAHA PERDANA, Batu, Jawa Pos 

SEBUAH destinasi wisata populer berdiri di atas wilayahnya yang dikelilingi ratusan vila. Sayur dan buah tumbuh subur di ladang-ladangnya. Dan, ribuan liter susu mengalir dari perahan sapi setiap harinya.

Dengan potensi sebesar itu, tak mengherankan kalau Oro-Oro Ombo melaju kencang. Puncaknya, tahun ini desa di Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur, itu pun berada di posisi teratas Indeks Desa Membangun (IDM) Mandiri Nasional yang diadakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Oro-Oro Ombo mencatat skor tertinggi dengan 0,9981 poin. Desa lainnya di kecamatan yang sama, Sidomulyo, menduduki tempat ketiga. Secara keseluruhan, Jawa Timur (Jatim) mendominasi 10 besar dengan menempatkan lima perwakilan. Empat perwakilan di antaranya bahkan masuk lima besar.

”Kami juga kaget setelah ada pengumuman karena tidak ada persiapan dan perencanaan,” kata Wiweko, kepala Desa Oro-Oro Ombo, kepada Jawa Pos Radar Malang.

Namun, melihat langsung kondisi di desa yang terletak di lereng Gunung Panderman itu, siapa pun mungkin tak akan kaget. ”Pembangunan di Oro-Oro Ombo ini memang diakui pesat sekali, terutama di bidang pariwisata, sehingga membantu warga mendapatkan pekerjaan,” ujar Wiweko yang memimpin Oro-Oro Ombo sejak 2007.

Pada 2008, terbangun wahana wisata Batu Night Spectacular (BNS) di sana. Dan, dari seluruh pekerja yang ada, sekitar 60 persen merupakan warga asli desa dengan luas wilayah 1.438 hektare tersebut. Pemdes juga diuntungkan dengan kehadiran tempat wisata milik Jatim Park Group tersebut. Sebab, setiap tahun mereka dapat menyumbangkan pendapatan asli desa (PADes) lebih dari Rp 100 juta.

”PADes itu didapatkan dari bagi hasil parkir. Pada 2019 itu bisa sampai Rp 200 juta, tapi tahun lalu berkurang menjadi Rp 140 juta karena pandemi Covid-19 membuat tempat wisata sempat buka tutup,” jelasnya.

Baca Juga :  Di Yahukimo Tiga Kantor Pemda Terbakar

Hasil PADes kemudian dimanfaatkan pihaknya untuk mengembangkan potensi desa yang terdiri atas tiga dusun tersebut. Sejak 2018, pemdes berfokus mengembangkan kawasan Jalan Lingkar Barat (Jalibar) dengan membangun rest area. Total, sudah ada anggaran Rp 2 miliar yang dikeluarkan untuk membangun 30 kios warung, beberapa unit gazebo, dan fasilitas lain seperti pemavingan jalan.

”Pengembangan rest area menjadi satu dengan AMKE (area model konservasi edukasi). Jadi, total luas lahan tanah kas desa yang digunakan keduanya sekitar 12 hektare,” ungkapnya.

Kota Batu yang berada di ketinggian 680–1.200 meter di atas permukaan laut memang menjadi destinasi wisata andalan Jatim. Selain destinasi alam, ada banyak wahana wisata baru yang bertebaran. Oro-Oro Ombo adalah contoh terbaik kekuatan Batu di sektor wisata. Desa berpenduduk sekitar 12 ribu jiwa itu dianugerahi alam yang indah dan subur yang berpadu dengan gerak industri wisata.

AMKE merupakan kawasan pemberdayaan yang dilakukan 72 petani yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH). Berbagai jenis tanaman seperti porang, tanaman herbal, dan tanaman hasil hutan bukan kayu dibudidayakan. Pengembangan AMKE bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jatim.

Di sana terdapat pula Kampung Edukasi Healing Forest sebagai tempat wisata. Di dalamnya ada healing forest, omah jamur, batik ecoprint, omah porang, fun bike family, panahan center, camping ground, dan permainan tradisional. ”Memang tujuan awal itu, kami ingin KTH ini bisa mengembangkan wilayahnya dengan inovasi-inovasi yang ada serta memiliki daya tarik dan nilai ekonomi lebih,” paparnya.

Selain itu, pengembangan wisata Coban Rais yang saat ini menjadi Batu Flower Garden menyerap tenaga kerja, khususnya warga asli asal Dusun Dresel. Total, ada sekitar 241 warga yang bekerja di sana, terdiri atas 61 pegawai dan 180 tukang ojek. ”Memang, kalau ada investor yang masuk dan membangun tempat wisata, kami meminta minimal 40 persen pekerja asli warga desa,” katanya.

Selain itu, penghasilan warganya yang lain didapatkan dari penyewaan penginapan. Saat ini ada 212 vila di Oro-Oro Ombo.

Baca Juga :  Alat TCM di Wamena Siap Beroperasi

Meski sektor wisatanya kuat, Wiweko mengungkapkan, pada dasarnya mata pencaharian utama warga Oro-Oro Ombo adalah petani dan peternak susu sapi perah. Di antara tiga dusun yang ada, Dusun Dresel memiliki jumlah peternak terbanyak atau sekitar 591 KK menjadi peternak susu sapi. Setiap KK setidaknya memiliki minimal tiga sapi perah. Total, sekitar 4.000 liter susu dihasilkan dalam sehari dari semua peternak. Hasilnya, susu yang ada dikirimkan ke KUD Batu untuk diolah menjadi susu pasteurisasi.

”Mereka sudah turun-temurun menjadi peternak susu. Insya Allah, kesejahteraannya baik karena harga susu itu pasti,” ujar Wiweko. Sekarang, lanjutnya, harga setiap liter susu mencapai Rp 5.000. Dan, ketika masa basah, setiap sapi bisa menghasilkan sedikitnya 10 liter susu per hari.

Limbah kotoran sapi dikelola dengan instalasi biogas. Ada lebih dari 10 unit alat biogas yang ada dan setiap biogas bisa dimanfaatkan sebagai sumber api kompor untuk empat sampai lima rumah.

Untuk pertanian, petani Oro-Oro Ombo yang menanam sayuran dan buah saat ini tak lagi kesusahan mencari kios pupuk bersubsidi. Sebab, pemdes sudah memfasilitasinya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Panderman. Total, sesuai dengan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) Desa Oro-Oro Ombo, tahun ini ada 256 hektare luas tanam yang difasilitasi.

Dengan berbagai gebrakan itu, Wiweko bersyukur kesejahteraan warga Oro-Oro Ombo sudah lebih baik daripada awal dirinya memimpin. Jumlah warga kurang mampu yang menerima bantuan sosial di wilayahnya berkurang setiap tahun. Pada 2007, jumlahnya sekitar 481 KK. Sekarang tinggal 197 KK.

Artinya, masyarakat yang sejahtera dengan kondisi ekonomi yang layak terus bertambah. Ditambah lagi, tersedia fasilitas pendidikan. Mulai PAUD hingga SMA/SMK. Begitu pula fasilitas kesehatan. Pemdes juga telah membangun TPS3R yang pengelolaannya disinergikan dengan bank sampah.

Beserta jajaran dan seluruh warga, Wiweko berkomitmen akan berupaya mempertahankan predikat jawara IDM Mandiri Nasional. ”Kami akan terus meningkatkan potensi yang ada dengan mengembangkan pariwisata berbasis desa,” katanya. (*/c14/ttg/JPG)

Oro-Oro Ombo, Batu, Jawara Indeks Desa Membangun Mandiri Nasional (Bag2/Habis)

Setiap ada investor pariwisata yang masuk, Pemerintah Desa (Pemdes) Oro-Oro Ombo memastikan bahwa ada kuota khusus untuk warganya. Ditambah peternakan yang menghasilkan ribuan liter susu per hari, jumlah warga yang masih mendapatkan bantuan sosial pun jauh berkurang.

NUGRAHA PERDANA, Batu, Jawa Pos 

SEBUAH destinasi wisata populer berdiri di atas wilayahnya yang dikelilingi ratusan vila. Sayur dan buah tumbuh subur di ladang-ladangnya. Dan, ribuan liter susu mengalir dari perahan sapi setiap harinya.

Dengan potensi sebesar itu, tak mengherankan kalau Oro-Oro Ombo melaju kencang. Puncaknya, tahun ini desa di Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur, itu pun berada di posisi teratas Indeks Desa Membangun (IDM) Mandiri Nasional yang diadakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Oro-Oro Ombo mencatat skor tertinggi dengan 0,9981 poin. Desa lainnya di kecamatan yang sama, Sidomulyo, menduduki tempat ketiga. Secara keseluruhan, Jawa Timur (Jatim) mendominasi 10 besar dengan menempatkan lima perwakilan. Empat perwakilan di antaranya bahkan masuk lima besar.

”Kami juga kaget setelah ada pengumuman karena tidak ada persiapan dan perencanaan,” kata Wiweko, kepala Desa Oro-Oro Ombo, kepada Jawa Pos Radar Malang.

Namun, melihat langsung kondisi di desa yang terletak di lereng Gunung Panderman itu, siapa pun mungkin tak akan kaget. ”Pembangunan di Oro-Oro Ombo ini memang diakui pesat sekali, terutama di bidang pariwisata, sehingga membantu warga mendapatkan pekerjaan,” ujar Wiweko yang memimpin Oro-Oro Ombo sejak 2007.

Pada 2008, terbangun wahana wisata Batu Night Spectacular (BNS) di sana. Dan, dari seluruh pekerja yang ada, sekitar 60 persen merupakan warga asli desa dengan luas wilayah 1.438 hektare tersebut. Pemdes juga diuntungkan dengan kehadiran tempat wisata milik Jatim Park Group tersebut. Sebab, setiap tahun mereka dapat menyumbangkan pendapatan asli desa (PADes) lebih dari Rp 100 juta.

”PADes itu didapatkan dari bagi hasil parkir. Pada 2019 itu bisa sampai Rp 200 juta, tapi tahun lalu berkurang menjadi Rp 140 juta karena pandemi Covid-19 membuat tempat wisata sempat buka tutup,” jelasnya.

Baca Juga :  Lagi, Pembuat Ballo Diamankan

Hasil PADes kemudian dimanfaatkan pihaknya untuk mengembangkan potensi desa yang terdiri atas tiga dusun tersebut. Sejak 2018, pemdes berfokus mengembangkan kawasan Jalan Lingkar Barat (Jalibar) dengan membangun rest area. Total, sudah ada anggaran Rp 2 miliar yang dikeluarkan untuk membangun 30 kios warung, beberapa unit gazebo, dan fasilitas lain seperti pemavingan jalan.

”Pengembangan rest area menjadi satu dengan AMKE (area model konservasi edukasi). Jadi, total luas lahan tanah kas desa yang digunakan keduanya sekitar 12 hektare,” ungkapnya.

Kota Batu yang berada di ketinggian 680–1.200 meter di atas permukaan laut memang menjadi destinasi wisata andalan Jatim. Selain destinasi alam, ada banyak wahana wisata baru yang bertebaran. Oro-Oro Ombo adalah contoh terbaik kekuatan Batu di sektor wisata. Desa berpenduduk sekitar 12 ribu jiwa itu dianugerahi alam yang indah dan subur yang berpadu dengan gerak industri wisata.

AMKE merupakan kawasan pemberdayaan yang dilakukan 72 petani yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH). Berbagai jenis tanaman seperti porang, tanaman herbal, dan tanaman hasil hutan bukan kayu dibudidayakan. Pengembangan AMKE bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jatim.

Di sana terdapat pula Kampung Edukasi Healing Forest sebagai tempat wisata. Di dalamnya ada healing forest, omah jamur, batik ecoprint, omah porang, fun bike family, panahan center, camping ground, dan permainan tradisional. ”Memang tujuan awal itu, kami ingin KTH ini bisa mengembangkan wilayahnya dengan inovasi-inovasi yang ada serta memiliki daya tarik dan nilai ekonomi lebih,” paparnya.

Selain itu, pengembangan wisata Coban Rais yang saat ini menjadi Batu Flower Garden menyerap tenaga kerja, khususnya warga asli asal Dusun Dresel. Total, ada sekitar 241 warga yang bekerja di sana, terdiri atas 61 pegawai dan 180 tukang ojek. ”Memang, kalau ada investor yang masuk dan membangun tempat wisata, kami meminta minimal 40 persen pekerja asli warga desa,” katanya.

Selain itu, penghasilan warganya yang lain didapatkan dari penyewaan penginapan. Saat ini ada 212 vila di Oro-Oro Ombo.

Baca Juga :  Alat TCM di Wamena Siap Beroperasi

Meski sektor wisatanya kuat, Wiweko mengungkapkan, pada dasarnya mata pencaharian utama warga Oro-Oro Ombo adalah petani dan peternak susu sapi perah. Di antara tiga dusun yang ada, Dusun Dresel memiliki jumlah peternak terbanyak atau sekitar 591 KK menjadi peternak susu sapi. Setiap KK setidaknya memiliki minimal tiga sapi perah. Total, sekitar 4.000 liter susu dihasilkan dalam sehari dari semua peternak. Hasilnya, susu yang ada dikirimkan ke KUD Batu untuk diolah menjadi susu pasteurisasi.

”Mereka sudah turun-temurun menjadi peternak susu. Insya Allah, kesejahteraannya baik karena harga susu itu pasti,” ujar Wiweko. Sekarang, lanjutnya, harga setiap liter susu mencapai Rp 5.000. Dan, ketika masa basah, setiap sapi bisa menghasilkan sedikitnya 10 liter susu per hari.

Limbah kotoran sapi dikelola dengan instalasi biogas. Ada lebih dari 10 unit alat biogas yang ada dan setiap biogas bisa dimanfaatkan sebagai sumber api kompor untuk empat sampai lima rumah.

Untuk pertanian, petani Oro-Oro Ombo yang menanam sayuran dan buah saat ini tak lagi kesusahan mencari kios pupuk bersubsidi. Sebab, pemdes sudah memfasilitasinya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Panderman. Total, sesuai dengan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) Desa Oro-Oro Ombo, tahun ini ada 256 hektare luas tanam yang difasilitasi.

Dengan berbagai gebrakan itu, Wiweko bersyukur kesejahteraan warga Oro-Oro Ombo sudah lebih baik daripada awal dirinya memimpin. Jumlah warga kurang mampu yang menerima bantuan sosial di wilayahnya berkurang setiap tahun. Pada 2007, jumlahnya sekitar 481 KK. Sekarang tinggal 197 KK.

Artinya, masyarakat yang sejahtera dengan kondisi ekonomi yang layak terus bertambah. Ditambah lagi, tersedia fasilitas pendidikan. Mulai PAUD hingga SMA/SMK. Begitu pula fasilitas kesehatan. Pemdes juga telah membangun TPS3R yang pengelolaannya disinergikan dengan bank sampah.

Beserta jajaran dan seluruh warga, Wiweko berkomitmen akan berupaya mempertahankan predikat jawara IDM Mandiri Nasional. ”Kami akan terus meningkatkan potensi yang ada dengan mengembangkan pariwisata berbasis desa,” katanya. (*/c14/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya