Thursday, April 18, 2024
30.7 C
Jayapura

Diduga Kelompok yang Rampas Senjata di Paniai

*Pastor Rahangiar: Seharusnya Tenaga Medis dan Guru Dilindungi

JAYAPURA- Tim gabungan yang ada di Intan Jaya masih melakukan pengejaran terhadap kelompok pelaku penembakan dua tenaga medis yang tergabung dalam tim Gugus Tugas Covid-19 di Distrik Wandai, Kabupaten Intan Jaya, Jumat (22/5) lalu.

Penembakan tersebut menyebabkan Heniko Somou, pegawai Kesehatan Kabupaten Intan Jaya meninggal dunia dengan luka tembak di bagian paha. Sementara rekannya Almelek Bagau yang juga pegawai Kesehatan Kabupaten Intan Jaya tertembak di bagian kaki sedang mendapatkan perawatan medis di RSUD Nabire.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol AM Kamal menyampaikan, pelaku penembakan terhadap dua tenaga medis tersebut tergabung dalam beberapa kelompok. Termasuk kelompok yang merampas 3 pucuk senjata di Pospol 99 Ndeotadi, Kabupaten Paniai, Jumat (15/5) lalu.

“Pelaku tergabung dalam beberapa kelompok yang ada di Pegunungan Tengah Papua,” ucap Kamal saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Rabu (27/5).

Menurut Kamal, lokasi kejadian tertembaknya dua tenaga medis tersebut merupakan daerah lintasan. Dimana, jauh hari sebelumnya, diharapkan kelompok ini tidak bermukim di daerah tersebut.

“Dua tenaga medis ini sempat menyarankan kepada kelompok  tersebut agar tidak mengganggu kehidupan masyarakat  yang ada di sana (Distrik Wandai-re). Ditakutkan juga, jangan sampai terjadi kontak tembak dan korbannya adalah warga setempat. Itu yang dikhawatirkan,” beber Kamal.

Pasca kejadian tersebut lanjut Kamal, pihak keamanan siap melakukan pengamanan kepada tim medis jika itu ada permintaan dari bupati ataupun para tenaga medis itu sendiri.

“Sampai saat ini, kita belum dapat laporan dari Kapolres untuk permintaan pengamanan. Namun, kami siap mengawal mereka ke titik-titik tertentu dalam proses memberikan bantuan sosial kesehatan kepada masyarakat yang ada di sana. Kami pastikan, menjamin situasi  Kamtibmas di wilayah Papua. Khususnya di Intan  Jaya agar kondusif dan masyarakat terlayani dengan baik,” tuturnya.

Baca Juga :  Khawatir Dampak Kontak Senjata, 39 KK Pilih Mengungsi

Sementara itu, Pastor Yustinus Rahangiar dari Paroki Birogay  menyebutkan, penembakan terhadap tenaga medis menimbulkan ketakutan kepada tenaga medis lainnya yang berada di wilayah terpencil di tanah Papua.

Disisi lain, sebagai orang Moni, kejadian penembakan terhadap tenaga medis amatlah tidak baik.   Kecurigaan diantara sesama makin lama makin tidak baik, prasangka buruk terhadap satu sama lain selalu ada.

“Orang-orang baik seperti guru dan tenaga medis akan kerap dianggap sebagai kaki tangan daripada anggota TNI-Polri. Padahal, keberadaan mereka di suatu wilayah harus dilindungi dan dijaga. Jika nanti tak ada tenaga medis dan guru di daerah tersebut, lalu mau ke mana masyarakat jika nanti sakit dan membutuhkan pendidikan,” ucapnya.

Lanjutnya, hal ini juga akan menimbulkan ketakutan kepada petugas medis ataupun tenaga pendidikan jika ditempatkan di lokasi yang jaraknya jauh dari pusat pemerintahan. Karena akan muncul kekhawatiran, dimana orang asli saja diperlakukan seperti itu apalagi yang bukan warga asli. 

“Harus ada solusi dari pihak pemerintah dan mencari jalan keluar, sehingga bisa menjamin keamanan para petugas yang bertugas di daerah terpencil di Papua,” pintanya.

Sementara itu, Plh. Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Melchior Weruin mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima pengaduan secara resmi dari pihak keluarga ataupun korban terkait dengan penembakan dua tenaga medis di Intan Jaya.

Baca Juga :  Bupati Usman Wanimbo Perluas Kampung KB

Namun, Komnas HAM sudah mendapatkan informasi melalui media sosial dan sedang melakukan pemantauan atas kasus tersebut. Bagi Melki, ini adalah kasus yang bisa ditangani kendati belum ada pengaduan secara resmi kepada Komnas HAM.

“Kondisi di tengah pandemi Covid-19 saat ini tidak bisa membuat Komnas HAM turun ke lapangan. Komnas HAM hanya meminta klarifikasi melalui surat atau  komunikasi via telepon atau koordinasi,” terangnya.

Menurut Melki, apapun alasannya membunuh atau menyebabkan hilangnya nyawa orang lain apalagi orang tersebut dalam posisi petugas kemanusiaan. Maka bisa dikatakan itu adalah pelanggaran HAM. Dalam artian tidak ada jaminan keamanan atau jaminan  perlindungan dari negara tehadap petugas dalam melaksanakan tugas-tugasnya di lapangan.

“Peristiwa penembakan di Intan Jaya yang menyebabkan satu tenaga medis meninggal dunia, menandakan tidak ada jaminan keamanan bagi warga dalam melaksanakan tugasnya kepada masyarakat. Apalagi korban adalah tenaga kesehatan,” tegas Melki.

Terkait dengan hal ini menurut Melki, apapun alasannya, semua tindakan yang menghilangkan nyawa orang lain, Komnas HAM mengutuknya secara keras. Dalam perspektif hukum tetap meminta aparat Kepolisian untuk melakukan penyelidikan secara mendalam, guna memastikan siapa pelaku dan meminta pertanggungjawaban secara hukum.

“Kita mengutuk pelaku penembakan tenaga medis dan menyayangkan, namun bagaimana negara memberikan jaminan rasa aman dan memberikan perlindungan terhadap warga negara lebih khususnya  dalam  situasi pandemi Covid-19,” pungkasnya. (fia)

*Pastor Rahangiar: Seharusnya Tenaga Medis dan Guru Dilindungi

JAYAPURA- Tim gabungan yang ada di Intan Jaya masih melakukan pengejaran terhadap kelompok pelaku penembakan dua tenaga medis yang tergabung dalam tim Gugus Tugas Covid-19 di Distrik Wandai, Kabupaten Intan Jaya, Jumat (22/5) lalu.

Penembakan tersebut menyebabkan Heniko Somou, pegawai Kesehatan Kabupaten Intan Jaya meninggal dunia dengan luka tembak di bagian paha. Sementara rekannya Almelek Bagau yang juga pegawai Kesehatan Kabupaten Intan Jaya tertembak di bagian kaki sedang mendapatkan perawatan medis di RSUD Nabire.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol AM Kamal menyampaikan, pelaku penembakan terhadap dua tenaga medis tersebut tergabung dalam beberapa kelompok. Termasuk kelompok yang merampas 3 pucuk senjata di Pospol 99 Ndeotadi, Kabupaten Paniai, Jumat (15/5) lalu.

“Pelaku tergabung dalam beberapa kelompok yang ada di Pegunungan Tengah Papua,” ucap Kamal saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Rabu (27/5).

Menurut Kamal, lokasi kejadian tertembaknya dua tenaga medis tersebut merupakan daerah lintasan. Dimana, jauh hari sebelumnya, diharapkan kelompok ini tidak bermukim di daerah tersebut.

“Dua tenaga medis ini sempat menyarankan kepada kelompok  tersebut agar tidak mengganggu kehidupan masyarakat  yang ada di sana (Distrik Wandai-re). Ditakutkan juga, jangan sampai terjadi kontak tembak dan korbannya adalah warga setempat. Itu yang dikhawatirkan,” beber Kamal.

Pasca kejadian tersebut lanjut Kamal, pihak keamanan siap melakukan pengamanan kepada tim medis jika itu ada permintaan dari bupati ataupun para tenaga medis itu sendiri.

“Sampai saat ini, kita belum dapat laporan dari Kapolres untuk permintaan pengamanan. Namun, kami siap mengawal mereka ke titik-titik tertentu dalam proses memberikan bantuan sosial kesehatan kepada masyarakat yang ada di sana. Kami pastikan, menjamin situasi  Kamtibmas di wilayah Papua. Khususnya di Intan  Jaya agar kondusif dan masyarakat terlayani dengan baik,” tuturnya.

Baca Juga :  Kepemilikan Senpi Rakitan Tak Berkaitan dengan KKB

Sementara itu, Pastor Yustinus Rahangiar dari Paroki Birogay  menyebutkan, penembakan terhadap tenaga medis menimbulkan ketakutan kepada tenaga medis lainnya yang berada di wilayah terpencil di tanah Papua.

Disisi lain, sebagai orang Moni, kejadian penembakan terhadap tenaga medis amatlah tidak baik.   Kecurigaan diantara sesama makin lama makin tidak baik, prasangka buruk terhadap satu sama lain selalu ada.

“Orang-orang baik seperti guru dan tenaga medis akan kerap dianggap sebagai kaki tangan daripada anggota TNI-Polri. Padahal, keberadaan mereka di suatu wilayah harus dilindungi dan dijaga. Jika nanti tak ada tenaga medis dan guru di daerah tersebut, lalu mau ke mana masyarakat jika nanti sakit dan membutuhkan pendidikan,” ucapnya.

Lanjutnya, hal ini juga akan menimbulkan ketakutan kepada petugas medis ataupun tenaga pendidikan jika ditempatkan di lokasi yang jaraknya jauh dari pusat pemerintahan. Karena akan muncul kekhawatiran, dimana orang asli saja diperlakukan seperti itu apalagi yang bukan warga asli. 

“Harus ada solusi dari pihak pemerintah dan mencari jalan keluar, sehingga bisa menjamin keamanan para petugas yang bertugas di daerah terpencil di Papua,” pintanya.

Sementara itu, Plh. Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Melchior Weruin mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima pengaduan secara resmi dari pihak keluarga ataupun korban terkait dengan penembakan dua tenaga medis di Intan Jaya.

Baca Juga :  Pansus Otsus Diancam, Diminta Dibubarkan

Namun, Komnas HAM sudah mendapatkan informasi melalui media sosial dan sedang melakukan pemantauan atas kasus tersebut. Bagi Melki, ini adalah kasus yang bisa ditangani kendati belum ada pengaduan secara resmi kepada Komnas HAM.

“Kondisi di tengah pandemi Covid-19 saat ini tidak bisa membuat Komnas HAM turun ke lapangan. Komnas HAM hanya meminta klarifikasi melalui surat atau  komunikasi via telepon atau koordinasi,” terangnya.

Menurut Melki, apapun alasannya membunuh atau menyebabkan hilangnya nyawa orang lain apalagi orang tersebut dalam posisi petugas kemanusiaan. Maka bisa dikatakan itu adalah pelanggaran HAM. Dalam artian tidak ada jaminan keamanan atau jaminan  perlindungan dari negara tehadap petugas dalam melaksanakan tugas-tugasnya di lapangan.

“Peristiwa penembakan di Intan Jaya yang menyebabkan satu tenaga medis meninggal dunia, menandakan tidak ada jaminan keamanan bagi warga dalam melaksanakan tugasnya kepada masyarakat. Apalagi korban adalah tenaga kesehatan,” tegas Melki.

Terkait dengan hal ini menurut Melki, apapun alasannya, semua tindakan yang menghilangkan nyawa orang lain, Komnas HAM mengutuknya secara keras. Dalam perspektif hukum tetap meminta aparat Kepolisian untuk melakukan penyelidikan secara mendalam, guna memastikan siapa pelaku dan meminta pertanggungjawaban secara hukum.

“Kita mengutuk pelaku penembakan tenaga medis dan menyayangkan, namun bagaimana negara memberikan jaminan rasa aman dan memberikan perlindungan terhadap warga negara lebih khususnya  dalam  situasi pandemi Covid-19,” pungkasnya. (fia)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya