Saturday, April 20, 2024
24.7 C
Jayapura

Kasus Paniai Berdarah  Di mana Calon Tersangka Lainnya ?

JAYAPURA-Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia Peraih Penghargaan Internasional John Humphrey Freedom award Tahun 2005, Yan Warinussy mempertanyakan langkah Jaksa Agung Republik Indonesia yang sudah melimpahkan tersangka dugaan pelanggaran HAM Berat Paniai 2014 dari penyidik ke penuntut umum, Selasa (24/5) di Jakarta. “Pertanyaan saya didasari atas pasal yang disangkakan kepada tersangka IS, yang adalah purnawirawan TNI AD, dengan status saat bertugas selaku perwira penghubung di Kodim Paniai,” terang Yan kepada Cenderawasih Pos. Sebagai sesama pejabat penegak hukum (catur wangsa), Yan mengaku cenderung sangat khawatir kalau sampai proses hukum yang tengah didorong oleh negara melalui Kejaksaan Agung RI cenderung dipengaruhi oleh tekanan politik internasional semata. “Sehingga yang terpenting bagi negara adalah kasus Paniai mesti diselesaikan secara hukum dengan adanya seseorang atau beberapa orang yang dijatuhi vonis bersalah oleh Pengadilan HAM di Makassar,” tuturnya. Padahal lanjut Yan, proses hukum sebagaimana diketahui bersama tidak akan berhenti sampai di Pengadilan HAM Makassar. Terdakwa IS dan penasihat hukumnya bahkan keluarganya tentu memiliki hak untuk melakukan upaya hukum biasa maupun luar biasa hingga ke Mahkamah Agung RI.
Baca Juga :  Golkar "Kunci" Ketua DPRP
“Menurut saya, ini penting diperhatikan dengan seksama dan dianalisa segala kemungkinan yang bakal terjadi dalam praktek penegakan hukum dimulai dari Pengadilan HAM Makassar,” terangnya. Di sisi lain, justru masyarakat di tanah Papua, khususnya keluarga para korban kasus Paniai 2014 pasti mempertanyakan dimana gerangan calon tersangka lainnya? Apakah benar tersangka IS saat ini memang memiliki posisi sentral dalam konteks memiliki kekuasaan untuk mengendalikan pasukan TNI AD di sekitar lapangan Karel Gobay, Enarotali, Kabupaten Paniai saat itu ?. Apakah sebagai perwira penghubung, tersangka IS juga memiliki posisi langsung sebagai komandan yang menguasai dan mengendalikan pasukan TNI AD di Paniai ? Termasuk mereka yang diduga terlibat peristiwa pelanggaran HAM Berat tersebut ?
Baca Juga :  Kalau DPR Mundur, Petahana juga Harus Mundur
“Kenapa para pelaku lapangan juga tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Agung RI ? Kenapa mantan atasan tersangka IS tidak dimintai pertanggungjawabannya ? Siapa yang saat itu menduduki posisi sebagai Komandan Rayon Militer (Korem) 173 di Biak? Tidak kah yang bersangkutan juga dimintai pertanggungjawabannya ? Siapa yang saat itu selaku Panglima Kodam XVII/Cenderawasih ? Dimana posisi pertanggungjawabannya secara hukum dan komando militer ?” cecarnya . Saya kira pertanyaan ini dapat menjadi catatan dalam mengkawal proses hukum perkara dugaan pelanggaran HAM tanggal 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Paniai tersebut. Sehingga dapat memenuhi rasa keadilan yang hidup di tengah masyarakat Papua, khususnya keluarga para korban di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua. Sekedar diketahui, tragedi Paniai terjadi pada 8 Desember 2014. Sebanyak empat orang warga tewas ditembak dan 21 lainnya terluka ketika warga melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap kelompok pemuda sehari sebelumnya. (fia/nat)
JAYAPURA-Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia Peraih Penghargaan Internasional John Humphrey Freedom award Tahun 2005, Yan Warinussy mempertanyakan langkah Jaksa Agung Republik Indonesia yang sudah melimpahkan tersangka dugaan pelanggaran HAM Berat Paniai 2014 dari penyidik ke penuntut umum, Selasa (24/5) di Jakarta. “Pertanyaan saya didasari atas pasal yang disangkakan kepada tersangka IS, yang adalah purnawirawan TNI AD, dengan status saat bertugas selaku perwira penghubung di Kodim Paniai,” terang Yan kepada Cenderawasih Pos. Sebagai sesama pejabat penegak hukum (catur wangsa), Yan mengaku cenderung sangat khawatir kalau sampai proses hukum yang tengah didorong oleh negara melalui Kejaksaan Agung RI cenderung dipengaruhi oleh tekanan politik internasional semata. “Sehingga yang terpenting bagi negara adalah kasus Paniai mesti diselesaikan secara hukum dengan adanya seseorang atau beberapa orang yang dijatuhi vonis bersalah oleh Pengadilan HAM di Makassar,” tuturnya. Padahal lanjut Yan, proses hukum sebagaimana diketahui bersama tidak akan berhenti sampai di Pengadilan HAM Makassar. Terdakwa IS dan penasihat hukumnya bahkan keluarganya tentu memiliki hak untuk melakukan upaya hukum biasa maupun luar biasa hingga ke Mahkamah Agung RI.
Baca Juga :  Golkar "Kunci" Ketua DPRP
“Menurut saya, ini penting diperhatikan dengan seksama dan dianalisa segala kemungkinan yang bakal terjadi dalam praktek penegakan hukum dimulai dari Pengadilan HAM Makassar,” terangnya. Di sisi lain, justru masyarakat di tanah Papua, khususnya keluarga para korban kasus Paniai 2014 pasti mempertanyakan dimana gerangan calon tersangka lainnya? Apakah benar tersangka IS saat ini memang memiliki posisi sentral dalam konteks memiliki kekuasaan untuk mengendalikan pasukan TNI AD di sekitar lapangan Karel Gobay, Enarotali, Kabupaten Paniai saat itu ?. Apakah sebagai perwira penghubung, tersangka IS juga memiliki posisi langsung sebagai komandan yang menguasai dan mengendalikan pasukan TNI AD di Paniai ? Termasuk mereka yang diduga terlibat peristiwa pelanggaran HAM Berat tersebut ?
Baca Juga :  Ibu Korban Minta Damai, Kasus Tetap Jalan
“Kenapa para pelaku lapangan juga tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Agung RI ? Kenapa mantan atasan tersangka IS tidak dimintai pertanggungjawabannya ? Siapa yang saat itu menduduki posisi sebagai Komandan Rayon Militer (Korem) 173 di Biak? Tidak kah yang bersangkutan juga dimintai pertanggungjawabannya ? Siapa yang saat itu selaku Panglima Kodam XVII/Cenderawasih ? Dimana posisi pertanggungjawabannya secara hukum dan komando militer ?” cecarnya . Saya kira pertanyaan ini dapat menjadi catatan dalam mengkawal proses hukum perkara dugaan pelanggaran HAM tanggal 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Paniai tersebut. Sehingga dapat memenuhi rasa keadilan yang hidup di tengah masyarakat Papua, khususnya keluarga para korban di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua. Sekedar diketahui, tragedi Paniai terjadi pada 8 Desember 2014. Sebanyak empat orang warga tewas ditembak dan 21 lainnya terluka ketika warga melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap kelompok pemuda sehari sebelumnya. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya